Sedang Membaca
Mengintip Kampus Al-Azhar Kairo: Perjalanan Mencari Ilmu dan Hikmah Hidup di Dalamnya

Mahasiswi Universitas Al-Azhar, Kairo.

Mengintip Kampus Al-Azhar Kairo: Perjalanan Mencari Ilmu dan Hikmah Hidup di Dalamnya

Kampus Al Azhar

Baru tiga bulan menginjakkan kaki di Negara Mesir, sudah banyak fenomena yang bisa saya ceritakan dan diambil pelajarannya. Begitu pula dengan Universitas Al-Azhar sendiri. Disebutkan dalam sejarah, Al-Azhar didirikan oleh Dinasti Fatimiyah yang berkuasa pada tahun 909-1171 M. Bukan kemegahan universitas yang menjadi transfer ilmu pertama kali di sini, melainkan kegagahan masjid yang berdiri di atasnya dengan berbagai aktivitas keagamaan. Berawal dari masjid, lalu kampus Al-Azhar itu berdiri.

Hingga saat ini, Masjid Al-Azhar sudah berusia 1052 tahun dan dinobatkan menjadi universitas tertua kedua di dunia setelah Universitas Al-Qarawiyyin. Kini, sistem pendidikan Al-Azhar berada di Jami’ dan Jami’ah (masjid dan universitas). Jami’ Al-Azhar tidak hanya dipergunakan sebagai tempat beribadah. Lebih dari itu, ia adalah majelis ilmu yang tercakup di dalamnya seluruh risalah Islam, dan dikaji juga di dalamnya semua segi fan ‘ilmi baik itu ilmu agama maupun ilmu umum.

Walau begitu, lisensi atau ijazah tanda kredibilitas seorang murid dinyatakan lulus belum muncul sertifikat resminya hingga zaman Dinasti Utsmaniyah. Barulah ketika masa Syekh Muhammad Abduh, beliau mulai merapikan dan mengelola sistem administrasinya hingga terbentuklah Jami’ah Al-Azhar.

Berbicara mengenai universitasnya, sistemnya terbilang cukup berbeda dengan sistem pendidikan di Indonesia. Di sini, mahasiswa tidak dibebankan dengan tumpukan tugas oleh para dosennya dan absensi kehadiran sama sekali tidak berlaku. Nilai ujian menjadi patokan nilai kelulusan. Di kelas dan majelis talaqqi, kita cukup mendengarkan saja dan sesekali bertanya kepada para dosen jika ada yang kurang jelas. Diskusi dan kerja kelompok yang biasa mengasah kemampuan berpikir kritis dan mengasah solidaritas pun tidak ditumbuhkan di atmosfer kampus ini. Selain menambah ilmu, lalu apa yang dipelajari di sini?

  1. Belajar mandiri dan bertanggung jawab kepada diri sendiri dan masa depan.
Baca juga:  Jelajah Kota Bam, Lumbung Kurma Terbaik di Iran

Cukup mengerikan apabila kita memutuskan menjadi mahasiswa kupu-kupu (kuliah pulang-kuliah pulang) sampai lulus sarjana. Memang cukup dibanggakan disini karena predikat nilai kita yang begitu tinggi. Ditorehkannya lulusan terbaik dengan gelar mumtaz (sempurna) dalam riuh acara kelulusan.

Namun, hal itu tidak menjamin kita berstatus siap kerja. Contoh simpelnya menjadi guru. Kita memang memiliki banyak pengetahuan, tetapi sulit menjelaskan di depan banyak orang dengan bahasa yang jelas dan mudah dipahami. Bagaimana respon anak didik melihat karakter guru seperti itu? Cukup mengantuk dan membosankan, bukan?

Lalu, apa solusinya? ambil kesempatan-kesempatan yang hanya bisa diambil ketika kita menjadi mahasiswa dan tetap ingat target jangka panjang. Tidak ada salahnya kita mencoba magang online, mengikuti kompetisi online untuk mengasah jiwa kompetitif serta menyimak beragam webinar yang berkaitan dengan karier sepuluh dua puluh tahun ke depan. Sudah cukup sering saya dinasihati guru saya, “Jangan membatasi dirimu hanya dengan bidang yang kamu geluti saat ini. Sayang hidup di dunia ini semisal hanya dihabiskan dengan selalu berada di zona nyaman, sedang kamu punya kekuatan fisik dan pikiran yang masih sama-sama kuat.”

  1. Bertahan dengan tantangan yang biasa dihadapi mahasiswa luar negeri

Jauh dari keluarga terkadang membuat kita menjadi pribadi yang homesick, tetapi bagi sebagian orang yang lain, ini adalah bentuk kebebasan. Bebas melakukan apapun yang kita sukai tanpa harus mendengar suruhan orang tua untuk membantunya beberes rumah. Mahasiswa yang terlena dan kehilangan self oriented-nya di sini pun akan sulit membangun kembali motivasi pribadinya jika betah berlama-lama dalam kenyamanan yang singkat ini. Selalu ingat bahwa seorang masisir (mahasiswa Indonesia yang tinggal di Mesir) adalah duta Azhari bagi bangsanya. Kitalah nanti yang membawa risalah keislaman ke Indonesia untuk bangsa kita lebih islami dan sejahtera.

Baca juga:  Perbincangan dengan Andree Feillard: Islam yang Berubah

Masalah lainnya yang sering dihadapi mahasiswa luar negeri pada umumnya adalah terkait pengelolaan waktu dan uang. Mau tidak mau kita harus mampu memanajemen uang dan waktu. Setelah lulus S1, kehidupan yang sesungguhnya siap menantangmu. Obrolan fresh graduate mengenai lowongan pekerjaan, karier dan lainnya akan cukup erat dibicarakan di kalangan keluarga, kerabat, bahkan sahabat kita sendiri. Tuntutan sosial ini yang mesti kita hadapi dan dilatih mental dan fisiknya sedari awal.

  1. Menikmati kesempatan-kesempatan yang hanya dirasakan masisir.

Jikalau Ka’bah adalah kiblat sholat, Al-Azhar adalah kiblat ilmunya. Al-Azhar sering digadang-gadang sebagai mambaul ‘ilmi (sumber ilmu). Ulama dari ujung Afrika sampai seberang China berkumpul di Universitas Al-Azhar untuk berdiskusi, berfatwa, dan memburu ilmu sebanyak mungkin. Tak heran, banyak masyayikh yang tinggal di Mesir bahkan wafat pun di sini juga. Kitab-kitab legendaris para ulama juga cukup berlimpah di Mesir di mana hal ini cukup sulit dicapai di Indonesia. Makam para ulama yang disebut-sebut orang mampu mendatangkan berkah juga mudah dilakukan disini. Beberapa ulama yang dimakamkan di Mesir antara lain: Imam Suyuti, Imam Syafi’i, Ibnu Hajar Al-Asqolani, Sayyidah Zainab, Sayyidina Husein bin Ali dan masih banyak lagi.

Selain itu, obrolan seputar traveling di Mesir juga asyik untuk dibahas. Negara ini cukup digandrungi banyak orang dan salah satu tempat rujukan wisata. Karena negeri Piramida ini termasuk negara tertua di dunia, banyak bermunculan tempat-tempat bersejarah peninggalan Mesir kuno, seperti Piramida Giza, Sphinx, Laut Merah, Luxor, Benteng Saladin dan tempat wisata lainnya. Menarik sekali, bukan?

Baca juga:  Masjid Raya Paris, Saksi Bisu Umat Islam Melindungi Yahudi

Ketiga hal di atas adalah sesuatu yang bisa didapat ketika menjadi masisir selain pengetahuan akademik. Berjuang di negeri orang memang tidak seindah feed instagram atau kesan indah yang biasa diceritakan orang-orang. Peluh, keringat, dan tangisan adalah hal yang sewajarnya kita dapat ketika meniti jalan tolabul ‘ilmi ini.

Menulis tentang Al-Azhar dan segala tentangnya mengingatkan saya akan pesan kerabat yang masih saya ingat. “Bertakwalah kepada Allah di mana pun kamu berada. Berpijak di tanah yang sama dengan para ulama tidak menjamin kamu jauh dari gangguan syaitan. Selalu ingat tujuan awalmu dan jangan lupa doakan keluarga di rumah. Allah yubarik fiiki.” Bagaimana? apakah Anda berminat menjadi sosok masisir?

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
4
Senang
1
Terhibur
0
Terinspirasi
2
Terkejut
0
Scroll To Top