Agus Suaidi Hasan
Penulis Kolom

Mahasiswa Magister Sains Ekonomi Islam Universitas Airlangga dan Alumni Beasiswa Pendidikan MES Foundation 2015

Filantropi Islam Sebagai Stimulus Pemulihan Ekonomi Pasca Pandemi

Fisedyzvcaeppei

Holopis kuntul baris, sebuah pribahasa jawa yang memiliki artian tugas berat dipikul bersama atau semangat untuk bergotong royong. Sebuah pribahasa yang sudah selayaknya dihembuskan lagi saat ini di tengah gelojak krisis global yang sedang melanda. Sebagaimana diketahui bahwa dunia global telah disibukkan dengan bagaimana mengendalikan suatu virus yang telah memberikan dampak domino terhadap seluruh lini kehidupan.

Virus tersebut dikenal dengan covid-19 yang merupakan singkatan dari coronavirus disease 2019, suatu virus yang mempunyai daya nular yang cukup tinggi, yang merupakan jenis baru dari coronavirus, disebut covid-19 karena virus jenis baru ini ditemukan pertama kali pada Desember 2019 di kota Wuhan,Tingkok (covid.go.id). Tak terkecuali Indonesia, Covid juga berkembang dan menular hampir di seluruh penjuru tanah air.

Di Indonesia virus ini pertama kali ditemukan pada tanggal 2 Maret 2020, tak selang berapa lama, sebagai tindakan prenvetif, pemerintah Indonesia mengumumkan adanya lockdown atau PSBB yang merupakan intruksi untuk melakukan pembatasan aktifitas sosial masyarakat. Kebijakan pembatasan ini berdampak pada berbagai sektor, mulai dari pendidikan, kesehatan, sosial hingga ekonomi. Dengan adanya pembatasan tersebut, konsumsi akan berkurang, kapasitas produksi terganggu, investasi terhambat, akhirnya banyak pengangguran, banyak PHK, dan menyebabkan turunnya daya beli.

Di sektor keuangan, menurunnya kinerja sektor riil berdampak pada NPL, profitabilitas serta solvabilitas yang mengalami tekanan. Lebih lanjut pembatasan ini berdampak pada penurunan pertumbuhan ekonomi bahkan terjadi kontraksi yang begitu dalam. Koreksi pertumbuhan ekonomi ini akhirnya menimbulkan peningkatan angka kemiskinan yang terjadi di Indoensia.

Baca juga:  Beberapa Kemiripan Bung Mahbub Djunaidi dan Gus Dur

Pada tahun 2016 angka kemiskinan tercatat sebesar 10,7% dan menurun pada tahun 2019 menjadi sebesar 9,22 %. Namun, di tahun 2020, sebagai dampak dari pandemic, mengakibatkan persentase kemiskinan naik hingga menyentuh angka 10,19%, bahkan lebih besar dari pada empat tahun silam. Pada tahun 2016 tercatat di angka 27,7 juta dan terus menurun hingga tahun 2019 menjadi 24,7 juta atau sekitar 2 juta penduduk telah dinyatakan keluar dari garis kemiskinan.

Artinya, selama kurun waktu tersebut korelasi pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan cenderung positif, ketika pertumbuhan ekonomi stabil dan cenderung naik, maka diikuti dengan penurunan kemiskinan. Namun di tahun 2020 seiring dengan menurunnya pertumbuhan ekonomi bahkan minus menjadi -2.07, memberikan dampak terhadap peningkatan jumlah penduduk miskin di Indonesia yakni 27,5 juta di tahun 2020 atau terjadi kenaikan penduduk miskin sekitar 2,8 juta (bps.go.id).

Penurunan pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya jumlah penduduk miskin pada tahun 2020 ditengarai disebabkan oleh melemahanya kegiatan ekonomi masyarakat yang diakibatkan pembatasan sosial selama pandemi, dan memicu efek berantai terhadap ekonomi riil dan keuangan. Selama pembatasan sosial terjadi, masyarakat tidak bisa melakukan aktifitas yang produktif, pendapatan menurun, daya beli menurun, dan berdampak pada tingkat konsumsi yang rendah sehingga permintaan akan menurun.

Baca juga:  Diaspora Santri (12): Mengerek Islam Nusantara di Tanah Persia

Hal ini akan berdampak pada melemahnya produksi sebab permintaan yang menurun tersebut. maka dampaknya terjadilah banyak PHK maupun pengurangan pendapatan sebab berkurangnya jam kerja. Di satu sisi, investasi juga melemah dan berdampak pada lapangan kerja yang minim, produktifitas UMKM menurun yang akhirnya menjalar pada sektor keuangan dengan lesunya kredit atau NPF yang meningkat.

Oleh karena itu, perlu adanya upaya dalam rangka memberikan stimulus untuk pemulihan ekonomi dan upaya mengurangi angka kemiskinan. Dalam makro ekonomi Islam, salah satu upaya yang disinyalir akan menjadi pendorong dan memberikan stimulus terhadap kegiatan ekonomi makro suatu negara, khususnya negara Muslim ialah dengan mengoptimalkan dan mendayagukan instrumen filantropi Islam yakni zakat, infaq, sedekah, dan wakaf.

Peranan intrumen filantropi Islam ini sangat penting untuk diperhatikan dan menjadi salah satu fungsi vital dalam penerapan mekanisme makro ekonomi Islam. Sebagaimana hal ini diungkapkan oleh Dr. Machfudz Masyhuri (2015) yang menyatakan bahwa zakat dapat memberikan dampak terhadap pertumbuhan ekonomi (kehidupan masyarakat) diantaranya adalah:

Produksi: dengan adanya zakat, akan menimbulkan new deminder (peminta baru) potensial, sehingga akan meningkatkan permintaan secara agregat yang pada akhirnya akan mendorong produsen untuk meningkatkatkan kapasitas produksi guna memenuhi permintaan yang ada.

Investasi, karena adanya peningkatan produksi, maka akan memantik adanya peningkatan investasi oleh perusahaan.

Baca juga:  Ka’bah sebagai Kiblat Pemersatu Umat

Lapangan kerja, adanya investasi dan perluasan produksi akhirnya akan berdampak pada kebutuhan terhadap tenaga kerja dan akhirnya menciptakan lapangan kerja.

Pertumbuhan ekonomi, karena peningkatan konsumsi secara agregat dan meningkatnya investasi, maka akan mendorong laju pertumbuhan ekonomi.

Kesenjangan sosial, zakat juga berperan dalam mendistribusikan pendapatan, khususnya dalam mengurangi kesenjangan pendapatan yang pada akhirnya akan mengurangi kesenjangan sosial.

Secara sederhana dapat dipahami bahwa ketika dana zakat, infaq dan shadaqah disalurkan fakir-miskin dan mereka yang membutuhkan, maka hal ini akan dapat meningkatkan daya belinya, sehingga permintaan akan semakin meningkat, dan tentunya akan meningkatkan permintaan agregat secara nasional. ketika permintaan atas barang dan jasa meningkat, maka industri akan berinvestasi dengan menambah pekerja untuk meningkatkan kapasitas produksinya dalam rangka memenuhi permintaan. Sehingga kebutuhan terhadap tenaga kerja akan meningkat dan hal ini akan mengurangi pengangguran dan mampu meningkatkan pendapatan masyarakat.

Dengan demikian paparan ini, memberikan pesan mandalam bahwa filantropi Islam (ziswaf) bukanlah sebatas pengetahuan dan amalan ibadah saja, namun menunjukkan rahasia besar ajaran Islam bila ditinjau dari segi sains ekonominya, oleh karenanya ziswaf dipandang memiliki peranan untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional maupun menjadi situmulus terhadap pertumbuhan ekonomi dan mengurangi angka kemiskinan.

 

Sumber:

Badan Pusat Statistik (BPS), www.bps.go.id

Machfudz, Masyhuri. (2015). Dekontruksi Model Ekonomi Islam yang Terukur. Malang: UIN Maliki Press

www.covid.go.id

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top