Sedang Membaca
Mengenal Kitab Pesantren (51): Irsyadul ‘Ibad, Kitab Fikih Tasawuf Asal India
Alfin Haidar Ali
Penulis Kolom

Mahasantri Ma'had Aly Nurul Jadid. Bisa disapa via Ig: alfinhaidarali179.

Mengenal Kitab Pesantren (51): Irsyadul ‘Ibad, Kitab Fikih Tasawuf Asal India

Img 20210506 Wa0057

Salah satu kitab yang pernah saya khatamkan pada bulan Ramadhan adalah kitab Irsyadul-‘Ibad, karya Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malibar. Karya-karya syekh asal daerah Malibar, India ini sangat masyhur di kalangan pesantren. Selain kitab itu, ada kitab Fathul-Mu’in bi Syarh Qurratul-Ain.

Meskipun begitu, daerah tempat asal Syekh Zainuddin seringkali dijadikan plesetan oleh kawan-kawan selama di pesantren dulu. Katanya, asal Malioboro (Yogyakarta). Tentunya ini sekadar humor dan bahan candaan saja.
Kitab ini ditulis dengan gaya bahasa fikih tasawuf yang sangat rapi. Tidak seperti kitab Fathul-Mu’in yang ditulis ‘acak-acakan’, kitab Irsyadul-‘Ibad ditulis secara beruntut dan tidak monotan.

Dengan membaca kitab ini, seolah kita akan memasuki gaya bahasa perpaduan antara kitab fikih dan tasawuf dengan tatanan yang sangat proporsional. Sejak bab pertama hingga akhir, kita akan disajikan penyampaian yang pelan-pelan, dari masalah iman hingga hingga bab terakhir, bab ar-raja’ (harapan). Dari bab fikih paling dasar, yakni wudhu’ hingga jinayat (pidana hukum islam). Semua ditulis dan diawali dari dasar hukum islam atau dalil asal yang melandasi bab tersebut.

Semisal pada bab iman, Syekh Zainuddin menulis awal pembahasan dengan menukil firman Allah swt.

قَألَ اللهٌ تَعَالَى يَاأَيُّهَأ الَّذَيْنَ اَمَنُوْا اعْبُدُوْا رَبَّكُمُ الّذِيْ خَلَقَكُمْ وَألَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَقُوْنَ

Baca juga:  5 Rekomendasi Buku Mahbub Djunaidi yang Sayang untuk Dilewatkan

Artinya : Allah Ta’ala berfiman, “Wahai orang-orang beriman, sembahlah Tuhan kalian yang telah menciptakan kalian (demikianlah) orang-orang sebelum kalian. Supaya kalian bertaqwa.
Tak hanya dari dalil nash al-Qur’an, tapi juga dalil nash hadits nabi Muhammad SAW. Diriwayatkan dari Umar bin Khattab, tatkala para sahabat bersama Rasulullah, seorang laki-laki berpakaian sangat putih, rambutnya sangat hitam. Para sahabat tidak melihat bekas perjalanan dan belum ada yang pernah melihatnya sama sekali.

Hingga laki-laki itu duduk dengan sopan dan bertanya, “Wahai Muhammad, bertahukanlah tentang islam.” Kemudian rasul Saw. menjawab, Islam adalah engkau harus mengucapkan bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan nabi Muhammad adalah utusan Allah, kamu mendirikan salat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, beribadah haji apabila mampu.”

Laki-laki itu menjawab, “Engkau benar.”

Para sahabat kaget pada orang yang bertanya sekaligus membenarkan jawaban nabi. “Beritahu aku tentang iman.”

Rasulpun menjawab, “Iman yaitu kamu mempercayai akan Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, utusan-utusan-utusan-Nya, hari akhir, takdir baik dan buruk itu dari Allah.”
“Engkau benar. Maka beritahulah aku tentang ihsan.”

Rasul bersabda, “Kamu menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Apabila kamu tidak melihatnya, maka sesungguhnya Allah itu melihatmu.”

Begitulah, dalil pokok dan pangkal dari pembahasan setiap bab nya selalu disertakan dari sumber aslinya langsung, al-Qur’an dan hadis. Setelah itu, Syekh Zainuddin membahas bagaimana ulama merinci dan mendetailkan pembahasan bab dalam kitab tersebut.

Baca juga:  Mengenal Kitab Pesantren (29): Manaqib Syekh Abdul Qadir Karya Kiai Muslih Mranggen

Kitab ini berisi sekitar 88 bab. Dari segi penulisannya, kitab ini sangat proporsial sekali. Tidak seperti kitab at-Tadzhib fi Adillati Matn al-Ghayah wa at-Taqrib karya Syekh Musthafa Dib al-Bugha (1398 H.) dan kitab Kifayatul Akhyar karya Imam Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad al-Husaini yang lebih condong pada pengambilan dasar al-Qur’an dan haditsnya dari setiap pembahasan fikihnya. Atau seperti kitab Bidayah al-Hidayah karya Hujjatul Islam al-Ghazali dan kitab Mauizhatul Mukminin karya Syekh Muhammad Jamaluddin al-Qosimi yang lebih condong membahas etika atau tasawuf ketimbang masail fiqhiyah meskipun keduanya sama-sama membahas tata cara ibadah kepada Allah yang baik dan benar.

Kitab Irsyadul Ibad ini, bila saya amati, setara dan selevel dengan kitab Bahjah al-Wasail bi Syarh Masail karya ulama nusantara, yakni Syekh Muhammad bin Umar an-Nawawi al-Bantani. Sebuah kitab fikih tawasuf yang juga sangat populer di kalangan pondok pesantren.

Terakhir, kitab ini sangat perlu sekali dibaca oleh semua kalangan. terutama santri dan umat islam yang menginkan petunjuk dan hidayah menjalankan agama bukan hanya benar saja, tapi yang beretika dan bertata krama. Karena sesuai dengan arti kitab ini, Irsyadul Ibad ila Sabilir Rosyad (Petunjuk Bagi Hamba Allah Menuju Jalan Kebenaran, semoga kita yang membaca dan mengamalkan senantiasa berada di jalan yang benar.

Baca juga:  Santri dan Buku Filsafat

Semoga bermanfaat. Sekian. Terima kasih.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
6
Ingin Tahu
3
Senang
5
Terhibur
2
Terinspirasi
1
Terkejut
3
Scroll To Top