Sebuah meme beredar dengan caption Roof Koreans. Pada gambar tersebut terlihat beberapa orang asia membawa senjata. Mereka tampak sedang berdiri di atas atap beton. Dus, roof Koreans atau rooftop Koreans yang secara literal artinya orang-orang Korea atap. Mereka dianggap sangat American dalam situasi sekarang ini.
Kenapa sangat American? Sebab mereka digambarkan melindungi properti mereka yang notabene berupa bisnis restoran, salon, toko dan lain sebagainya dari penjarahan. Di Amerika, kepemilikan atas usaha begitu dijunjung tinggi. Sebagai negara pusat ideologi kapitalisme, orang-orang yang mempertahankan kapital akan dianggap pahlawan. Bahkan meski mereka mempertahankannya dengan menembaki para penjarah sekalipun.
Roof Koreans sendiri menyeruak pertama kali sebagai sebuah fenomena dalam kisruh LA (LA riot) pada tahun 1990an. Situasinya hampir sama dengan sekarang. Saat itu, terjadi demonstrasi besar-besaran yang disebabkan oleh pembunuhan orang kulit hitam oleh polisi. Huru-hara kemudian menyebar kemana-mana, tapi secara spesifik memberikan dampak sangat parah di komunitas Korea karena polisi yang tak bisa memberikan proteksi.
Beberapa hari terakhir ini, ketika penjarahan marak terjadi, bukan sesuatu yang aneh ketika muncul meme Roof Korean. Ada semacam romantisasi akan kehadiran mereka. Di laman Facebook Asian Never Dies-pun perbincangan mengenai masalah penjarahan ini dikemukakan berkali-kali. Sebab memang banyak warga Asian American (entah itu Korea, China, Vietnam, dan lainnya) yang membuka usaha kecil-kecilan di negeri Paman Sam.
Apakah sentimen ini bisa dipahami? Jelas. Sangat mudah memahami kecemasan warga Asian American. Tapi yang dikhawatirkan adalah saat roof Korean digunakan untuk membenturkan people of color yang satu dengan people of color yang lain.
Peristiwa LA Riot sudah menunjukkan hal tersebut. Pasca penjarahan di toko-toko Korea, sedikit banyak berkembang sentimen antara orang Korea dengan orang kulit hitam. Dan di
Amerika, secara umum, ada semacam pembenturan antara komunitas asia (khususnya asia timur) dengan komunitas imigran yang lain dalam narasi model minority.
Orang-orang asia timur dianggap lebih sukses. Mereka dianggap lebih sukses dari orang Hispanik, orang timur tengah, dan kulit hitam. Kesuksesan mereka pun nampak di berbagai bidang. Mereka unggul secara ekonomi hingga pendidikan. Dan yang paling disukai para konservatif… mereka tidak banyak protes!
Tapi membandingkan kelompok-kelompok imigran ini jelas tidak adil sama sekali. Mari kita ingat, orang kulit hitam merupakan keturunan budak. Orang timur tengah yang ke Amerika banyak yang berasal dari daerah war zone. Dan orang Hispanik yang ke Amerika seringkali kabur dari kemiskinan yang begitu akut dan masalah kartel narkoba di negerinya.
Imigran asia timur di sisi lain, kebanyakan merupakan imigran ekonomi. Mereka pun berasal dari kultur yang kompetitif sehingga ketika datang ke Amerika, mereka seolah sudah siap “bersaing” dibanding imigran lain. Sekarang, ketika demonstrasi Floyd ini melebar hingga ke berbagai bentuk penjarahan, sentimen antara the model minority dan kalangan kulit hitam ditakutkan mencuat lagi seperti di kasus LA Riot.
Lantas apa? Apakah kita sebaiknya mengatakan penjarahan haram dilakukan? Jelas penjarahan sama sekali tak bisa dibenarkan. Tapi dari berbagai peristiwa di dunia, kerusuhan dan penjarahan adalah dua sisi dari koin yang sama. Sulit. Teramat sulit untuk mencegah hal seperti ini terjadi.
Karenanya, dalam kondisi sekarang, bisa dikatakan komunitas Asia memang dihadapkan pada posisi yang tidak mudah. Di satu sisi, mereka jelas dirugikan apabila demonstran sampai menjarah toko dan usaha mereka. Tapi di sisi lain, emosi mereka nantinya bisa ditarik untuk mendukung kelompok pro Trump. Apalagi ketika ada bujukan bahwa mereka the model minority yang berada di kasta yang lebih tinggi dibanding black people.
Tak dapat dipungkiri, label tersebut sangatlah menggoda. Meski sesungguhnya dalam banyak kesempatan Trump pun tidak kalah rasisnya pada orang asia. Penyebutan corona virus menjadi china flu adalah contohnya. Penyebutan itu menyebabkan para pendukung Trump
melakukan diskriminasi terhadap orang asia di Amerika tanpa pandang bulu. Entah itu yang datang dari China, Kamboja, atau Korea, pokoknya asal Asian ya pasti dianggap penyebar corona.
Polaritas rasialisme di Amerika juga seakan tak membantu. Di negara di mana orang kulit putih dianggap paling tinggi dan orang kulit hitam dianggap paling rendah, yang lain-lain kerap dilupakan. Itulah kenapa ada semacam kecemburuan dari komunitas asia. Mereka sering mengeluh karena rasisme yang ditujukan pada mereka tidak mendapatkan perhatian besar.
Saat ini memang bukan situasi yang mudah bagi semua pihak. Tapi berafiliasi dengan kelompok Trump yang notabene adalah sumber dari segala sumber masalah jelas akan membuat posisi Asian American menjadi semakin buruk. Sebab sebagus-bagusnya status model minority mereka masih harus tunduk dalam supremasi kulit putih yang potensi kisruhnya tinggi. Dan mereka justru akan menjadi bulan-bulanan dari berbagai pihak apabila mengambil posisi tersebut.