Sedang Membaca
Kuliner Taiwan: Yang Halal dan Lezat di Restoran Hui
Susi Ivvaty
Penulis Kolom

Founder alif.id. Magister Kajian Tradisi Lisan, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia. Pernah menjadi wartawan Harian Bernas dan Harian Kompas. Menyukai isu-isu mengenai tradisi, seni, gaya hidup, dan olahraga.

Kuliner Taiwan: Yang Halal dan Lezat di Restoran Hui

Tidak seperti pengalaman makan sebelumnya yang seperti dikejar keinginan untuk ngobrol dengan pemilik restoran, malam itu sungguh hikmat di Restoran Halal Hui Taipei. Mungkin efek psikologis malam terakhir di Taiwan dan efek biologis lambung yang setengah kosong.

Dasar semua makanan juga terasa dobel lezat setelah siang berpanas-panas di Pulau Heping dan sore berwisata kultur di Chang Kai-shek Memorial Hall. Dumpling isi daging kambing, sup bening bayam hewan laut, kerang bambu bumbu pedas, kepiting bumbu bawang kriuk,  daging sapi manis, ayam goreng gurih, dan ayam pedas jahe serai. Siapa mampu berpaling?

Dumplig daging kambing

Dumpling isi daging kambing. Baru pertama kali saya merasakannya, karena lazimnya isi udang dan ayam atau sayuran. Comot satu. Hmm..kulit wontonnya lebih tebal dari umumnya dumpling. Ukurannya juga lebih besar sehingga bisa dua kali gigitan. Saya mencoba sedikit dulu, lalu sedikit lagi, sekali lagi, dan habis satu dumpling.  Paduan daging kambing dan seledri, jahe, saus tiram, kecap asin, dan merica itu sedap. Rasanya mau ambil satu lagi, tapi mata saya menangkap kerang bambu.

Bumbu untuk kerang bambu ini mirip sambal matah. Sedikit kuah yang bercampur dengan kaldu kerang membuat masakan ini jadi gurih. Menu ini favorit banget, karena saya penyuka rasa asin-gurih-pedas-segar. Karena teman-teman lain masih sibuk dengan menu ayam pedas serai jahe yang juga lezat dan gurih, saya segera pindahkan sesendok kerang bambu dari piring besar lonjong ke piring. Beruntung tidak ada yang iseng memotret saya saat sedang rakus begini.

Baca juga:  Meresapi Segarnya Taitung (3): Jejak Takeshi Kaneshiro di Mr. Brown Avenue
Kerang bambu

Menu daging kecap manis, meski kurang suka, saya rasakan juga. Cukup satu iris. Saya masih menyisakan sedikit rongga dalam lambung, karena biasanya sup datang menjelang akhir. Dan benar, sup bayam makanan laut (sea food) muncul dengan perwajahan yang sangat indahnya. Hijau bayam itu menambah vitamin mata, tampak sangat segar. Kuahnya juga sangat gurih karena kaldu dari hewan laut.

Kepiting goreng bawang di Hui

Setelah itu, muncul buah-buahan. Ah, mengapa buah tidak disajikan di awal ya. Bukankah buah lebih bagus dimakan sebelum makanan utama?  Akan tetapi narasi mengenai buah sebagai pencuci mulut ini memang sudah mandarah-daging di masyarakat dunia. Buah pun disajikan di akhir, setelah daging-dagingan. Terpaksa, saya tidak mengambil buahnya.

Daging sapi kecap manis

Keaslian Rasa di Li Chuan Aqua Farm

Wisata kuliner di Hui ini menutup rangkaian pengalaman makan selama sepekan. Beberapa menu di sejumlah restoran itu mirip, namun tiap restoran memiliki kekhasan, seperti di Li Chuan Aqua Farm di Hualien. Menu istimewa di restoran ini adalah ikan panggang bumbu garam. Nah, garam yang sangat banyak diselimutkan ke tubuh ikan sebelum dipanggang. Garamnya sangat banyak, sehingga menghasilkan rasa asin ikan yang pas, dengan proses dipaggang, bukan digoreng dengan minyak atau dicampur kuah.

Ikan panggang bungkus garam

Menu ikan panggang bungkus garam itu memang istimewa, dan terus terang saya baru pertama kali ini melihatnya, termasuk bagaimana memecah garam yang mengering menyelubungi ikan. Ikan itu, ikan apa? Tekstur dagingnya mirip gurami, tapi ikan jenis ikan laut. Saya baru sadar, ternyata menghapal nama-nama ikan itu penting, agar tidak tertukar ikan Indosiar.

Baca juga:  Cerita dari Hualien (1): Ketika Hati Tertambat di Taroko

Restoran dan pemancingan Li Chuan Aqua Farm ini sohor dengan kesegaran masakannya. Pelanggan bisa memilih sendiri ikan yang ingin dimasak, seperti lazimnya warung-warung masakan laut di Indonesia. Bedanya, ikan di restoran ini langsung diambil dari kolam, yang dibedakan untuk ikan air tawar dan ikan laut. Ingatan saya tertuju pada restoran Bandar Jakarta di Ancol Jakarta, kita-kira mirip seperti itulah restoran ini.

Kerang kuah “nyemek” sedikit pedas di Li Chuan

Bumbu masakannya tampak minimalis, dan memang tidak terlalu banyak, sehingga rasa asli ikan, udang, kerang, dan cumi tidak terbantahkan. Menu ayam dan sapi juga ada, dan memang selalu disajikan di semua restoran, untuk memberi pilihan bagi teman-teman yang alergi masakan laut. Bumbunya berkisar pada pedas asin dan pedas manis.

Uang kukus di Li Chuan

Li Chuan Aqua Farm ini berbeda dengan restoran di Taocheng Leisure Farm di Yilan yang kaya akan bumbu, mirip masakan Indonesia. Rupanya, setelah saya selidiki, juru masak yang khusus memasak masakan untuk muslim itu sengaja menyajikan menu a la Indonesia mengingat kami sudah lima hari di Taiwan, pada tanggal 26 Juli, dan dipikir sudah rindu masakan rumah. Oh, pantesan ada sambal teri, yang makin sedap dengan tambahan minyak wijen.

Sambal teri di Taocheng Leisure Farm

Selain mencoba menyenangkan kami dengan masakan kaya bumbu, juru masak di Taocheng Leisure Farm juga pintar menghias piring makanan, yang biasanya memang menjadi spesialis hotel-restoran, apalagi menawarkan juga fine-dining. Selalu ada garnish menarik di setiap lauk.

Baca juga:  Kuliner Taiwan: "Moslem Meal" di Pesawat, Masakan Thailand di Taipei
Ayam bumbu pedas di Riverside Inn

“Kami memang sengaja memasak dengan  bumbu yang mirip-mirip dengan Indonesia, supaya semuanya suka,” kata Mama Zuo, pemilik Taocheg Leisure Farm. Kami memuji-muji sambal teri yang enak, yang sampai dua kali isi ulang. Rupanya, Mama Zuo memang dermawan, sehingga kami pun diberi oleh-oleh satu botol sambal teri ketika pamit pada keesokan hari.

Menu yang unik juga ada di Hotel Chateau de Chain di Hualien ketika kami makan siang di sana tanggal 25 Juli 2019. Semacam oseng karbo ubi, lobak, dan talas yang dibubuhi asparagus dan wortel. Sepertinya menu itu bisa menjadi pengganti nasi ya.

Ubi-talas-asparagus

Selama sepekan berwisata kuliner di Taiwan, semua restoran dan restoran-hotel menunjukkan sertifikat halal yang mereka miliki, dari beberapa lembaga yang bernaung di bawah Chinese Moslem Association. Rata-rata sudah mendapatkan sertifikat selama tiga tahun, namun ada yang sudah lima tahun. Dengan menunjukkan sertifikat itu, mereka ingin meyakinkan kami akan kehalalan makanan yang disajikan. Tidak mengandung babi, lemak babi, dan alkohol. Peralatan masak khusus untuk tamu muslim dan terhindar dari najis (endusan anjing, misalnya).

Oseng jamur-kapri-jagung muda di Riverside Inn Hualien

“Restoran di Indonesia pun belum tentu sehati-hati ini. Kini kita bisa memiliki banyak pilihan ya, kalau ke Taiwan,” kata teman, yang mengaku merasa terharu.

“Kapan bisa kembali lagi ke sini?” tanya saya.

“Ya tunggu tabungan, atau…..”

“Gratisan….”

Ha-ha-ha…

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Scroll To Top