Sedang Membaca
Amien Rais, Orang Solo Bergaya Batak
Rizal Mubit
Penulis Kolom

Guru Ngaji di Kampung. Pengajar di Universitas Kiai Abdullah Faqih Manyar Gresik, Jawa Timur. Alumni Pusat Studi Qur'an Ciputat dan Pascasarjana IAIN Tulungagung prodi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir. Menulis sejumlah buku bertema keislaman. Peneliti Farabi Institute.

Amien Rais, Orang Solo Bergaya Batak

Sejak kuliah di UGM, sosok Amien Rais sudah dikenal sebagai intelektual yang brilian dan aktivis gerakan masyarakat. Karena prestasinya. Setelah menyelesaikan pendidikan di UGM pada 1968, ia dikirim ke Amerika Serikat untuk mengikuti pendidikan pascasarjana di University of Notre Dame, Indiana, dan selesai tahun 1974.

Tidak banyak orang Indonesia yang bisa kuliah di Amerika saat itu. hanya mahasiswa berprestasi saja yang mampu melanjutkan studi hingga ke Amerika.

Selesai S2, Amien mengikuti program Doctor Political Science, University Chicago, dengan mengambil spesialisasi di bidang politik Timur Tengah. Dia menyelesaikannya tahun 1984 dengan disertasinya berjudul The Moslem Brotherhood in Egypt: its Rise, Demise, and Resurgence (Organisasi Ikhwanul Muslimin di Mesir: Kelahiran, Keruntuhan, dan Kebangkitan Kembali).

Dengan perjalanan intelektualnya tersebut, tidak diragukan lagi kapasitas keilmuannya. Yang membuat Amien Rais berbeda dengan kebanyakan intelektual yang semasa dengannya adalah kritiknya yang lugas dan berani. Ini cukup unik, mengingat Amien berasal dari Solo yang karakternya kalem dan biasanya bicaranya tidak terbuka. Mengenai karakter Amien Rais ini, koleganya, Taufik Abdullah mengatakan bahwa dia adalah orang Solo yang bergaya Batak.

Keberanian Amien Rais mulai dikenal banyak orang sejak awal 1990-an. Ketika ia berani melontarkan gagasan dan pemikirannya tentang suksesi kepemimpinan nasional, dan usulannya untuk menggelar dialog nasional serta sarasehan antargenerasi. Sudah barang tentu ini ide membuat Soeharto panas. Selain itu, keberanian Amien juga dibuktikan pada saat ia melakukan kririk-kritik tajam sebagai sikap penentangan terhadap kebijakan-kebijakan politik rezim Orde Baru.

Baca juga:  Hijrah di Jalan Gus Dur

Paling tidak, ada lima faktor yang menumbuhkan dan merangsan keberanian Amien ntuk melakukan perlawanan terhadap rezim Soeharto. Kelima faktor tersebut antara lain, adanya kebekuan demokratisasi, kemerosotan kepercayaan kepada pemerintah, kesenjangan keadilan sosial, krisis sumber daya manusia (SDM), dan adanya ancaman disintegrasi bangsa.

Keberanian Amien di pentas panggung politik Indonesia semakin jelas, ketika ia secara terbuka menyatakan bersedia maju menjadi calon presiden pada pemilu 1999 dan pemilu 2004. Gagasan dan tindakan politik Amien yang tergolong berani pada zamannya itu menjadi “personifikasi” dirinya sebagai political player. Semua hal tersebut terkiait dengan asal-usul keluarga, pendidikan, dan aktivitasnya dalam berorganisasi.

Bukan hanya menjadi tokoh yang vokal mengkritik rezim, kontribusinya dalam dunia pendidikan juga terlihat dari karya-karya yang cukup banyak. Umumnya karya tulisnya dituangkan dalam bentuk artikel, editing, dan kata pengantar di berbagai buku. Dalam bentuk buku yang dapat dicatat antara lain Pak Natsir 80 Tahun (Media Dakwah, 1988), Antara Cakrawala Islam: Antara Cita dan Fakta (Mizan, 1987). Buku ini membahas mengenai segala fakta yang telah terjadi di dunia Islam, diantaranya yang dimasukkan yaitu Iran, terorisme Israel, terorisme Arab, Afghanistan. Tidak hanya itu Amien juga menyinggung mengenai antara dakwah dan politik.

Sebagai editor dan pemberi kata pengantar di berbagai buku, diantaranya: Beberapa Pandangan tentang Pemerintahan Islam (1983), Krisis Ilmu-ilmu Sosial dalam Pembangunan Dunia Ketiga (1984), Islam dan Pembaharuan: Ensklopedi Masalahmasalah (1985), Islam dan Perubahan Sosial-Politik di Negara Sedang Berkembang (1986), Islam di Indonesia (1986), Islam: dari Konservatisme sampai Fundamentalisme (1987), Moralitas Politik Muhammadiyah (Dinamika, 1995), Tugas Cendekiawan Muslim [terjemahan karya Ali Syari’ati] (1982), Keajaiban Kekuasaan (Bentang, 1993), Demi Pendidikan Bangsa (Pustaka Pelajar, 1997), Misi dan Visi Muhammadiyah (1997), Refleksi Amien Rais dari Persoalan Semut Sampai Gajah (Gema Insani Press, 1997).

Baca juga:  Gus Ali dan Bumi Sholawat

Dalam kajian keislaman, pemikiran Amien dipandang banyak memberikan kontribusi sehingga turut memperkaya khasanah intelektual Islam khususnya di Indonesia. Ia berpendapat bahwa pembaharuan pemikiran Islam terjadi akibat timbulnya degenerasi ummat Islam hamper di segala bidang, khusunya bidang bidang akidah. Degenerasi akidah membawa pada kerancuan dalam berbagai bidang kehidupan kaum Muslimin yang pada gilirannya melahirkan degenarasi sosio-moral, sosio-politik, dan dekadensi etik. Karena itu, pembaharuan pemikiran Islam sangat diperlukan untuk menghentikan proses degenerasi tersebut dan untuk menutup atau setidak-tidaknya mempersempit kesenjangan antara “ideal Islam” dan “historical Islam” dalam teori dan Islam dalam praktek.

Mengenai sistem politik Islam, Amien menulis dalam buku Pemerintahan Islam dan Islam Pembaharuan. Menurutnya, Islam tidak pernah menentukan bentuk Negara yang harus dibangun oleh kaum muslimin. Bagi Islam, yang lebih penting adalah substansi atau isi. Menurutnya, bisa saja suatu Negara berbentuk demokratik, tetapi bersubstansi otoriter atau bahkan totaliter.

Tambahnya lagi, tidak diketemukannya suatu perintah untuk mendirikan negara Islam, baik dalam Alquran maupun hadis, justru mendukung segi keabadian wahyu Allah SWT. Jika misalnya ada perintah seperti itu tentu Alquran dan hadis akan memberikan tuntunan terperinci tentang stuktur dari institusi-institusi Negara yang dimaksud, misalnya tentang sistem perwakilan rakyat, sistem pemilihan umum, hubungan antara badan-badan legislative, yudikatif, dan sebagainya.

Baca juga:  Politik, Sastra, dan Atheisme Kaum Beragama

Dalam kaitan Islam dan negara Pancasila, ia menjelaskan, Islam tidak bertentangan dengan Negara Pancasila selama Pancasila itu dimengerti secara wajar dan benar karena tidak ada satu pun dari nilai-nilai Pancasila yang bertentangan dengan ajaran Islam.

Tentang Islam dan sekularisme, dengan tegas dikatakannya bahwa keduanya merupakan dua hal yang antagonistis.Islam bangkit dari Iman kepada Allah SWT, sementara sekularisme berangkat dari sikap tidak peduli kepada iman dan Tuhan. Lebih lanjut Amien mengatakan, Islam tidak memberika tempat bagi sekularisme karena Islam tidak mengenal dikotomi antara kehidupan dunia dan akhirat, serta antara immaterial dan transedental. Islam juga tidak mengenal doktrin “Berikan kepada kaisar apa yang menjadi haknya dan berikan kepada Gereja apa yang menjadi haknya” yang merupakan benih timbulnya sekularisme. Bahkan, ia sampai pada kesimpulan bahwa sekularisasi dan sekularisme bukanlah pilihan yang tepat buat Negara-negara non-Barat, setidak-tidaknya bagi Dunia Islam.

Sampai sekarang Amien Rais tetap kritis kepada pemerintah. Namun kini banyak yang merindukan karya intelektual Amien Rais yang sudah lama absen sehingga banyak orang tak mengenal Amien Rais sebagai seorang cendekiawan. Khususnya generasi muda.

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
2
Ingin Tahu
1
Senang
0
Terhibur
1
Terinspirasi
2
Terkejut
1
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top