Persoalan paling mendasar umat beragama adalah mereka belum secara sungguh-sungguh menjadikan keberagamaan sebagai bagian penting dari kemanusiaan. Sejatinya, tujuan akhir agama adalah memanusiakan manusia. Semakin kuat manusia beragama, maka selayaknya semakin peka rasa empatinya kepada sesama, bahkan juga kepada semua makhluk.
Manusia diberi tugas sebagai khalifah fil ardh (Q.S. al-Baqarah, 2:30, Sad, 38:26) karena itu manusia dibekali fitrah untuk membedakan yang baik dan yang buruk (Q.S. al-Balad, 90: 10). Fitrah dimaksud tiada lain adalah nilai-nilai moral agama yang esensinya sama dengan nilai-nilai universal kemanusiaan.
Kesalahan penggunaan fitrah adalah pengingkaran hati yang paling dalam sehingga menyebabkan hidup tanpa keseimbangan, dan pada gilirannya jatuh pada kenistaan (safilin), bahkan lebih nista dari binatang melata. Nilai-nilai moral agama yang menjadi fitrah manusia sudah tertanam dalam diri setiap manusia sejak lahir.
Adalah tugas orang tua, guru dan para da’i/da’iyah atau muballigh/muballighah serta lingkungan masyarakat berupaya menghidupkan nilai-nilai moral tersebut agar berfungsi mengarahkan manusia kepada kebaikan dan kebenaran. Inti dakwah adalah menghidupkan nilai-nilai moral agama. Upaya menghidupkan nilai-nilai moral agama sebaiknya dimulai sejak kecil, dimulai dari kehidupan rumah tangga dan dilakukan secara terus-menerus sehingga membentuk akhlak karimah dalam diri manusia.
Esensi dari nilai-nilai moral agama tersebut adalah nilai keadilan. Sejatinya, keadilan merupakan esensi ajaran Islam (Q.S. an-Nisa, 4:58, al-Maidah, 5: 8), bahkan semua agama dan kepercayaan mengajarkan pentingnya keadilan. Keadilan dalam relasi dengan Tuhan melahirkan kepatuhan mutlak hanya kepada-Nya, tawadhu, tawakkal, sabar dan selalu bersyukur.
Keadilan dalam relasi antar manusia melahirkan kasih-sayang, cinta, ikhlas, solidaritas, berani dan tanggung jawab. Keadilan membawa manusia menghindari semua bentuk diskriminasi, eksploitasi dan kekerasan. Menjauhi semua hal yang mencederai kemanusiaan, seperti perilaku korupsi, nepotisme, konsumeristik, hedonistik, serta sikap tiranik, arogan dan despotik. Keadilan dalam hubungannya dengan alam melahirkan sikap peduli pada lingkungan, selalu berupaya agar lingkungan tetap hijau dan asri serta terjaga, menghindari semua bentuk eksploitasi alam yang berujung pada bencana kemanusiaan.