Sedang Membaca
Nubuat Nabi dalam Sejarah Islam: Memprediksi Wafatnya Para Sahabat

*Alumnus Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. (2016) dan UIN Sunan Ampel (2021). Sekarang menjadi Dosen di STIT Raden Santri Gresik

Nubuat Nabi dalam Sejarah Islam: Memprediksi Wafatnya Para Sahabat

Muhammad The Messenger Of God 169

Syaikh Abdurrahman al-Dibai dalam Maulid al-Diba’i menceritakan bahwa di hari kelahiran kanjeng Nabi, jin-jin pesuruh para dukun yang biasa mengintip catatan perjalanan manusia di Lauh Mahfudz mulai kelimpungan karena panah-panah berapi yang melesat menyerang mereka.

Kelahiran Nabi Muhammad menjadi pertanda bahwa ramalan ahli nujum tak lagi akurat, bahkan mengimaninya dianggap sebagai kekufuran. Padahal, jauh sebelum kelahiran Nabi, dukun-dukun di Yaman sangat terkenal keampuhannya dalam meramal kejadian masa depan melalui akses jin-jin yang bebas mengintip Lauh Mahfudz. Salah satu yang pernah diramal adalah Hindun. Ia diramal akan melahirkan seorang raja. Ramalan ini terbukti akurat, bahwa dari rahim Hindun lahir seorang Muawiyah bin Abi Sufyan yang pada akhirnya menjadi raja pertama khilafah Umawiyah.

Ramalan telah diharamkan, tetapi dalam sirah nabawiyah kerap kali Nabi menceritakan peristiwa-peristiwa yang akan terjadi di masa depan, prediksi Nabi terhadap masa depan ini disebut dengan nubuat. Dalam sejarah Islam, Nubuat termasyhur dan sering diulas adalah penaklukkan Konstantinopel oleh Muhammad al-Fatih yang baru terwujud 7 abad setelah prediksi Sang Nabi. Pembukaan Romawi dan Persia juga dinubuatkan oleh Nabi, tak hanya itu saja, Nabi juga kerap kali menubuatkan kematian-kematian yang akan dialami para sahabatnya.

Nubuat kematian termasyhur adalah kabar wafatnya Fatimah, putri sang Nabi, ketika dibisiki oleh Ayahnya “Anti Awwalu Ahli Baity Luhuuqan By/ Engkau adalah keluargaku yang paling awal menyusulku”. Nubuat itu disampaikan sangat lirih hingga Aisyah yang notabene memangku Nabi tak mendengar dan tak paham dengan perubahan rona wajah Fatimah dari sedih ke bahagia. Belakangan, Fatimah jujur pada Bunda Aisyah bahwa yang membuatnya tersenyum adalah perkataan Nabi yang menyebut ia sebagai keluarga Nabi yang akan pertama menyusulnya. Raut wajahnya bahagia, betapa ia sangat tidak sabar berjumpa kembali dengan Sang Ayah.

Baca juga:  Politik Pencitraan Soeharto: Merayakan Ulang Tahun Saat Malam Lebaran

Tak hanya Fatimah, kisah legendaris para sahabat di perbukitan Hira’ menunjukkan kehebatan nubuat Nabi Muhammad. Di perbukitan gua Hira’, Nabi bersama Abu Bakar, Usman, Ali, Talhah, Zubair dan Sa’ad bin Abi Waqqash sedang berjalan santai lalu terjadi gempa kecil. Nabi lantas berujar, “Diam (wahai bukit), di atasmu sedang ada Nabi, al Siddiq dan para syuhada” Sebuah gambaran singkat dari Nabi bahwa selain Abu Bakar, sahabat-sahabat di atas diprediksi akan mati dalam keadaan syahid.

Yang pertama adalah Umar bin Khattab, seorang sahabat yang didambakan keislamannya oleh Nabi ini syahid di tangan Abu Lu’lu. Wafatnya Umar bin Khattab oleh beberapa ulama dikaitkan dengan kekhusyukan mendalam para sahabat dalam salat sehingga Abu Lu’lu’ lolos dari pantauan di subuh hari itu. Syahidnya Umar oleh Abu Lu’lu’ disikapi dengan tenang oleh Umar dengan berujar “Maha Suci Allah yang menjadikan kematianku di tangan laki-laki yang tak pernah bersujud kepada Allah. Yang dengan sujud itu ia dapat berhujjah di hadapan Allah”. Umar sudah bahagia dengan kesyahidannya, ia lebih bahagia sebab pelakunya bukanlah seorang muslim.

Usman bin Affan juga sangat tenang di hari ketika ia dikepung dan hendak dibunuh oleh Khawarij. Dalam keadaan terkepung, ia yang sedang puasa hari itu, masih duduk tenang membaca Al Quran. Beberapa sahabat senior menganjurkan dia untuk pergi dan menyelematkan diri, tetapi ia enggan untuk beranjak. Beliau semakin keukeuh menolak tawaran menyelamatkan diri setelah mengaku melihat Nabi (yang telah meninggal) muncul di jendela ruangan dan mengatakan Aftarta Indi ya Utsman (Kamu akan berbuka denganku, Utsman). Nabi meramal bahwa Utsman tak lama lagi akan wafat dan akan berbuka dengan beliau. Begitu tenang Utsman menghadapi kematian, seakan sakitnya ajal itu tak sebanding dengan nikmatnya berbuka puasa dengan kasih-kinasih, Muhammad SAW, meskipun dalam dimensi yang berbeda.

Baca juga:  Sejarah Umat Islam: Wabah Semakin Parah Setelah Berkumpul untuk Doa Bersama

Wafatnya Ali juga telah digambarkan Nabi semasa hidupnya. Saat Aburrahman bin Muljam menyerang Ali dan menebas pahanya, Ali dengan keimanan membuncah dan segala ketenangannya berujar. “Kekasihku (Muhammad) dulu mengabarkan bahwa aku akan mati ketika dipukul di ubun-ubun (bukan di paha)” Dengan tenangnya ia menunjukkan “kelemahannya”, tetapi juga dengan penuh sahaja ia menyakini kebenaran seorang Muhammad bahwa selama pahanya ditebas berkali-kali ia tidak akan mati, betapa begitu kuat ia mengimani sabda kanjeng Nabi. Siapa yang akan sangsi dengan keimanan seoang Ali? Seorang sahabat yang sejak usia anak-anak sudah berfikir tentang teologi ketuhanan dan memilih Islam sebagai jalan hidupnya? Selain Umar, Ustman dan Ali, dua sahabat lain juga meninggal dalam keadaan syahid: Thalha syahid dalam perang Jamal sedangkan Zubair syahid di tangan Amr bin Jurmuz.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
1
Senang
1
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top