Sedang Membaca
Tafsir Surah Al-Lahab
Rizal Mubit
Penulis Kolom

Guru Ngaji di Kampung. Pengajar di Universitas Kiai Abdullah Faqih Manyar Gresik, Jawa Timur. Alumni Pusat Studi Qur'an Ciputat dan Pascasarjana IAIN Tulungagung prodi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir. Menulis sejumlah buku bertema keislaman. Peneliti Farabi Institute.

Tafsir Surah Al-Lahab

Surah al-Lahab memiliki nama lain surah Tabbat dan surah al-Masadd. Surah ini merupakan surah keenam diturunkan kepada Kanjeng Nabi Muhammad di Mekkah (Makiyyah).

Diriwayatkan di dalam Tafsir al-Tabari, sebelum surah ini turun, Rasulullah mengundang keluarga di samping Kakbah. Tujuannya untuk menyampaikan ajaran Islam sebab Kanjeng Nabi mendapatkan perintah untuk dakwah kepada keluarga terdekat. Wa andzir Asyiiratakal Aqrabiin, Berilah peringatan kepada kelurgamu yang terdekat.

Di dekat Kakbah ada bukit Shafa. Kanjeng Nabi naik di atas bukit tersebut:

“Seandainya saya menyampaikan kepada kalian, kalau di balik bukit ini ada pasukan berkuda yang akan menyerang kota Makkah kalian apakah kalian percaya?”

“Tentu kami percaya sebab engkau tak pernah berbohong. Engkau adalah orang yang jujur,” Jawab mereka semuanya.

“Sesungguhnya di balik hidup ini, bagi orang yang tak percaya dengan apa yang aku sampaikan, di balik itu ada siksa Tuhan yang menanti.”

Mendengar perkataan Kanjeng Nabi Muhammad, paman beliau yang bernama Abdul ‘Uzza lantar berteriak:

تَبًّا لَكَ أَلِهَذَا جَمَعْتَنَا

“Celakah Engkau! Apa kamu mengundang kami ke sini hanya untuk hal tak penting ini, Wahai Muhammad?”

Perkataan “Hanya untuk inikah engkau kumpulkan kami?” adalah untuk meremehkan. Artinya, Abu Lahab menganganggap upaya Rasulullah hanyalah perkara sepele. Sehingga tidak perlu mengumpulkan para pemimpin Quraisy. Bisa dibayangkan bagaimana perasaan Rasulullah yang diremehkan pamannya saat baru memulai dakwah.

Baca juga:

Abu Lahab merupakan salah satu paman Nabi Muhammad. Nama aslinya adalah Abdul ‘Uzza bin Abdul Muthalib. ‘Uzza adalah nama sebuah berhala yang dipuja orang Quraisy.

Al-Lahab artinya lidah api yang menyala-nyala. Gelar Abu Lahab diberikan oleh masyarakat Makkah. Dalam bahasa Indonesia barangkali panggilan itu setara dengan Pak Nyala; karena mukanya terang bersinar bagai api. Nama istrinya ialah Arwa, saudara perempuan dari Abu Sufyan Sakhar bin Harb, Khalah dari Mu’awiyah. Dia bergelar Ummu Jamil; Ibu dari kecantikan.

Hubungan Muhammad Saw sebelum menjadi Rasul amat baik dengan pamannya ini, sebagaimana dengan pamannya yang lain-lain. Di di dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa ketika Nabi Muhammad saw lahir ke dunia, Abu Lahab menyatakan sukacitanya.

Baca juga:  Ilmuwan Besar dalam Dunia Islam (8): KH. A. Wahid Hasyim, Inisiator Integrasi Agama-Sains di Indonesia

Saking bahagianya, Abu Lahab membiayai persalinannya termasuk mencarikan dan menggaji pengasuh Muhammad kecil. Perempuan pertama yang mengasuh dan menyusui Muhammad kecil bernama Tsuaibah.

Kebaikan Abu Lahab berlangsung terus sampai dewasa. Dia termasuk orang yang dermawan kepada Kanjeng Nabi Muhammad. Tetapi setelah Rasulullah saw menyatakan dakwahnya menjadi Utusan Allah, mulailah Abu Lahab menyatakan tantangannya yang amat keras, sehingga melebihi dari yang lain-lain. Bahkan melebihi dari sikap Abu Jabal.

Untuk menanggapi peristiwa ini, turunlah surah Al-Lahab.

Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan benar-benar binasa dia! Tidaklah berguna baginya hartanya dan apa yang dia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak (neraka). Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar (penyebar fitnah). Di lehernya ada tali dari sabut yang dipintal.

“Binasalah kedua tangan Abu Lahab.” Menurut Tafsir Al-Azhar, Tabbat yadaa abii lahab mengisyaratkan bahwa apa yang akan direncanakan oleh Abu Lahab di dalam menghalangi dakwah Nabi saw tidak ada yang berhasil.

Semua upayanya binasa. Gagal total! Sedangkan kata watabb pada ujung ayat pertama menurut Tafsir Al-Mishbah bermakna kebinasaan Abu Lahab di akhirat.

Kata tabbat, seolah Allah mendoakan keburukan kepada Abu Lahab. Perlu digarisbawahi surah ini tidak dimulai dengan perintah, “Qul! Katakanlah!” artinya Allah Swt tidak memerintahkan Rasulullah untuk mendoakan keburukan kepada Abu Lahab. Mengapa?

Sebab mendoakan keburukan orang lain adalah perkara terlarang. Walaupun yang diremehkan dan dicaci oleh Abu Lahab adalah Rasulullah, Allah tidak memerintahkan Rasulullah untuk membalas cacian itu.

Tapi Justru Allahlah yang membalas langsung caciannya. Hendaknya ini bisa menjadi teladan bagi kita untuk tidak mendoakan hal buruk kepada orang lain.

Baca juga:  Kisah Nabi Musa yang Merasa Paling Pandai

Alquran menggunakan kata Abu Lahab, bukan memakai nama asli Abdul ‘Uzza. Mengapa demikian?

Menurut Syekh Mutawalli Sya’rawi, penggunaan nama gelar di dalam Alquran bermaksud bahwa orang yang berperilaku sebagaimana orang yang disebut dengan gelar itu akan terus ada. Artinya orang yang menolak kebenaran Rasulullah sebagaimana Abu Lahab akan terus ada.

Berbeda jika di dalam Alquran disebut langsung namanya. Misalnya seperti Maryam yang disebut nama aslinya. Maka orang yang mengalami peristiwa sebagaimana Maryam tidak akan terulang lagi.

Tidaklah memberi faedah kepadanya hartanya dan tidak apa yang diusahakannya.” Abu Lahab akan berusaha menghabiskan harta-bendanya buat menghalangi perjalanan Kanjeng Nabi Muhammad. Namun hartanya itu tidaklah akan menolongnya. Perbuatannya itu adalah percuma belaka.

“Akan masuklah dia ke dalam api yang bernyala-nyala.” Dia tidak akan terlepas dari siksaan dan azab Allah. Dia akan masuk api neraka. Diceritakan Abu Lahab mati sengsara karena terlalu sakit hati mendengar kekalahan kaum Quraisy dalam peperangan Badar. Dia sendiri tidak turut dalam peperangan itu. Dia hanya mengutus orang lain dengan memberinya bekal.

Dia sudah yakin Quraisy pasti menang dan kawan-kawannya akan pulang dari peperangan itu dengan gembira. Tetapi yang terjadi ialah sebaliknya. Utusan-utusan yang kembali ke Mekkah lebih dahulu mengatakan mereka kalah. Sangatlah sakit hatinya mendengar berita itu hingga dia sakit lalu mati terkena lepra.

“Dan isterinya Pembawa kayu bakar.” Istri Abu Lahab disebutkan dalam ayat ini sebab dia juga membenci Rasulullah sehingga sering menaburkan duri di jalan yang akan dilewati Rasulullah.

Dalam tafsir at-Tabari disebutkan Pembawa Kayu Bakar adalah kiasan untuk orang yang banyak membawa dan menebarkan berita bohong. Istri Abu Lahab disebut pembawa kayu Bakar karena dia selalu menyebar-nyebarkan fitnah untuk memburuk-burukkan Nabi Muhammad saw dan kaum muslim. Nasib yang dialami olehnya sama dengan yang dialami suaminya. Sebab perilakunya kepada Rasulullah sama.

Baca juga:  Amin al-Khuli: Mufasir Penggagas Lahirnya Tafsir Sastrawi atas Al-Qur'an 

“Yang di lehernya ada tali dari sabut.” Ayat ini mengandung maksud karena pelitnya, dicarinya kayu api sendiri ke hutan, dililitkannya kepada lehernya, dengan tali daripada sabut pelepah korma, sehingga berkesan kalau dia bawanya berjalan.

Makna yang kedua menurut Tafsir Ibnu Katsir artinya ke mana-mana ia selalu meyebarkan fitnah dan kebencian terhadap Nabi Muhammad, mengada-ada sesuatu yang tidak ada. Dan tali itu yang menjerat lehernya sendiri. Dengan demikian, barang siapa yang suka menebarkan fitnah dan hoaks kelak akan mengalami penderitaan sebagaimana istri Abu Lahab.

Adapun keutamaan surah ini adalah bagi orang yang membacanya berarti dia memohon kepada Allah agar tidak dikumpulkan dengan Abu Lahab dan tidak mewarisi karakter Abu Lahab.

Menurut Haidar Ahmad al-A’raji dalam kitab al-Iimaan fi al-istisyfa bil Qur’an, orang yang istikamah membaca surah ini insya Allah rasa mulas bisa sembuh. Barang siapa bermimpi membaca surah ini maka orang yang ingin mencelakainya akan gagal. Wa ila Allahi turja’ul umuur.

Referensi:
Al-Iimaan fi al-istisyfa bil Qur’an karya Haidar Ahmad al-A’raji
Tafsir Al-Azhar karya Buya Hamka
Tafsir Al-Misbah Karya Muhammad Quraisy Shihab
Jamiul Bayaan an Ta’wiil al-Qur’an karya Ibnu Jarir At-Tabari

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
1
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
1
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top