Sebagaimana tarekat muktabarah lainnya, tarekat Syadziliyah juga bersumber dari Rabb al-‘Izzah Rabb al-‘Alamin. Ajaran tarekat, atau jalan, atau cara, atau metode menuju kepada Allâh Swt tersebut kemudian disampaikan kepada Rasulullah Saw melalui malaikat Jibril As. Selanjutnya, oleh Rasulullah Saw metode itu lalu diajarkan kepada beberapa sahabat beliau.
Oleh sahabat-sahabat beliau, tarekat kemudian diajarkan kepada para muridnya. Lalu, oleh muridnya itu kemudian diajarkan kepada muridnya pula. Demikian seterusnya, turun-temurun sampai akhirnya kepada Syaikh Abdus Salam bin Masyisy.
Semenjak dari Rasulullah Saw sampai kepada Syaikh Abdus Salam, dalam kurun waktu sekitar 600 tahun, metode tersebut diajarkan dalam lingkup yang masih sangat terbatas. Tidak banyak orang yang bisa mengetahui dan mengenalnya. Di samping itu, selama itu pula ajaran tersebut masih belum memiliki nama atau sebutan.
Selanjutnya, oleh Syaikh Abdus Salam, ajaran tersebut kemudian diajarkan kepada Syaikh Abu al-Hasan al-Syadzili. Setelah ajaran ini diterima oleh Syaikh Abu al-Hasan, lalu oleh beliau, selang beberapa tahun kemudian, ajaran ini dikembangkan dan disebarluaskan kepada masyarakat umum berikut dengan ajaran-ajaran tasawufnya. Oleh karena itu, di kemudian hari murid-murid beliau mengaitkan ajaran tarekat tersebut dengan nama beliau dengan sebutan tarekat Syadziliyah.
Pada masa Syaikh Abu al-Hasan, terutama setelah beliau bermukim di Mesir, ajaran tarekat ini berkembang dengan amat pesat. Tarekat ini pun menyebar ke seluruh penjuru dunia. Sampai kini, tarekat ini banyak memiliki pengikut di sebagian besar negara-negara di Afrika Utara, Kenya, Tanzania Tengah, sampai negara-negara di Amerika Barat dan Amerika Utara, serta negara-negara di Asia, termasuk Srilanka, Thailand, Malaysia, dan Indonesia.
Sepeninggal Syaikh Abu al-Hasan, kekhalifahan tarekat ini kemudian dilanjutkan oleh murid terkemuka beliau bernama Syaikh Syihabuddin Abu al-‘Abbas Ahmad bin Umar al-Anshari al-Mursi al-Syadzili atau lebih dikenal dengan nama Syaikh Abu al-‘Abbâs al-Mursî (w. 686 H./1288 M.).
Di masa hidupnya, Syaikh Abu al-‘Abbas al-Mursi banyak memiliki murid masyhur yang amat berpengaruh dalam dunia Islâm, di antaranya Shahibul Hikam Syaikh Ibnu ‘Atha’illah as-Sakandari (w. tahun 709 H./1309 M.), Syaikh Yaqut al-‘Arsyi (w. 732 H./1331 M.), Syaikh Abu al-Fath al-Maidumi, Shahibul Burdah Syaikh Muhammad bin Sa’id al-Bushiri (wafat 649 H./1295 M.), dan Syaikh Najmuddin al-Isfahani (w. 721 H./1321 M.).
Tiga nama pertama di atas, yaitu Syaikh Ibnu ‘Atha’illah, Syaikh Yaqut al-‘Arsyi, dan Syaikh Abu al-Fath al-Maidumi di kemudian hari menggantikan kedudukan Syaikh Abu al-‘Abbâs al-Mursî sebagai khalifah tarekat Syadziliyah.
Tarekat Syadziliyah yang dibawa oleh Syaikh Ibnu ‘Atha’illah, secara umum lebih banyak berkembang ke wilayah barat Mesir, mulai dari kota Iskandaria sampai ke negara Libya, Aljazair, Tunisia, dan Maroko. Selain itu juga ke sebagian besar negara-negara berpenduduk muslim lainnya di daerah Afrika Barat, hingga sampai ke Spanyol dan beberapa negara lainnya di Eropa dan Amerika.
Sedangkan perkembangan tarekat Syadziliyah yang dibawa Syaikh Yaqut al-‘Arsyi lebih mendominasi wilayah dalam negeri Mesir sendiri dan negara-negara di sebelah selatannya, seperti Sudan, Ethiopia, Kenya, Somalia, dan Tanzania, hingga ke daerah timur Mesir, antara lain Yordania, Syiria, Turki, Irak, Iran, ke utara sampai ke semenanjung Balkan.
Sementara itu, dakwah Syaikh al-Maidumi mendapat sambutan hangat di wilayah jazirah Arab, terutama di dua kota suci, Mekah dan Madinah. Justru dari kedua kota inilah pada akhirnya tarekat Syadziliyah menyebar dengan pesat ke negara-negara timur, mulai dari India, Pakistan, Afganistan, hingga sampai ke Malaysia dan Indonesia. Dari jalur Syaikh al-Maidumi inilah silsilah tarekat Syadziliyah sampai ke Indonesia, (Manaqib Sang Quthub Agung, halaman: 77-79).
Pokok-pokok Ajaran Tarekat Syadiliyah
1. Taqwa kepada Allâh Swt. lahir batin, yaitu secara konsisten (istiqamah), sabar, dan tabah selalu menjalankan segala perintah Allâh Swt. serta menjauhi semua larangan-Nya dengan berlaku wara’ (berhati-hati terhadap semua yang haram, makruh, maupun syubhat), baik ketika sendiri maupun pada saat di hadapan orang lain.
2. Mengikuti sunnah-sunnah Rasûlullâh Saw. dalam ucapan dan perbuatan, yaitu dengan cara selalu berusaha sekuat-kuatnya untuk senantiasa berucap dan beramal seperti yang telah dicontohkan Rasûlullâh Saw., serta selalu waspada agar senantiasa menjalankan budi pekerti luhur (akhlakul karimah).
3. Mengosongkan hati dari segala sesuatu selain Allâh Swt., yaitu dengan cara tidak mempedulikan makhluk dalam kesukaan atau kebencian mereka diiringi dengan kesabaran dan berpasrah diri kepada Allâh Swt. (tawakkal).
4. Ridha kepada Allâh baik dalam kekurangan maupun kelebihan, yaitu dengan cara senantiasa ridha, ikhlas, qana’ah (tidak rakus, nrimo ing pandum: Jawa), dan tawakkal dalam menerima pemberian Allâh Swt., baik ketika pemberian itu sedikit atau banyak, ringan atau berat, maupun sempit atau lapang.
5. Kembali kepada Allâh dalam suka maupun duka, yaitu dengan cara secepatnya berlari kembali kepada Allâh Swt. dalam segala keadaan, baik dalam suasana suka maupun duka.
Kelima pokok tersebut bertumpu pada lima pokok berikut ini:
- Memiliki semangan tinggi, karena dengan semangat yang tinggi, maka akan naik pula tingkat derajat seseorang.
- Berhati-hati/waspada terhadap segala yang haram, karena barang siapa yang meninggalkan segala yang diharamkan, maka Allâh Swt. akan menjaga pula kehormatannya.
- Baik dalam khidmat/bakti sebagai hamba, karena barang siapa yang menjaga kebaikan dan kebenaran dalam taatnya kepada Allâh Swt., niscaya akan tercapailah tujuannya dalam menuju kepada kebesaran dan kemuliaan-Nya.
- Menunaikan segala yang difardhukan, karena barang siapa yang melaksanakan tugas kewajibannya dengan baik, niscaya akan bahagia hidupnya.
- Menghargai dan menjunjung tinggi nikmat-nikmat dari Allâh Swt., karena barang siapa yang menjunjung tinggi nikmat Allâh, kemudian mensyukurinya, maka dia akan menerima tambahan-tambahan nikmat yang lebih besar.
Kaifiyah Zikir Syadziliyah
- Membaca surat al-Fatihah dan ditujukan kepada Nabi Muhammad Saw.
- Membaca surat al-Fatihah dan ditujukan kepada Syaikh Abu al-Hasan al-Syadzili
- Membaca surat al-Fatihah dan ditujukan para silsilah guru mursyid tarekat Syadziliyah
- Beristighfar sebanyak 100 kali
- Membaca shalawat Syadziliyah sebanyak 100 kali. Berikut ini bacaan shalawat tersebut:
اللهم صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ وَعَلَى أَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا بِقَدْرِ عَظَمَةِ ذَاتِكَ فِيْ كُلِّ وَقْتٍ وَحِيْنٍ
- Membaca Lâ Ilâha Illalâh sebanyak 100 kali.
- Membaca kalimat berikut ini sekali.
سَيِّدُنَا مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
- Selanjutnya membaca do’a berikut ini:
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ. الْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى أَشْرَفِ الْمُرْسَلِيْنَ. سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ. حَمْدًا يُوَافِيْ نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَهُ . يَا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِيْ لِجَلَالِ وَجْهِكَ وَعَظِيْمِ سُلْطَانِكَ. اللهم صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَاةً تُنْجِيْنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ الْأَهْوَالِ وَالْأَفَاتِ، وَتَقْضِيْ لَنَا جَمِيْعَ الْحَاجَاتِ، وَتُطَهِّرُنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ السَّيِّئَاتِ، وَتَرْفَعُنَا بِهَا عِنْدَكَ أَعْلَى الدَّرَجَاتِ، وَتُبَلِّغُنَا بِهَا أَقْصَى الْغَايَاتِ مِنْ جَمِيْعِ الْخَيْرَاتِ فِى الْحَيَاةِ وَبَعْدَ الْمَمَاتِ. اللهم أَنْتَ مَقْصُوْدِيْ وَرِضَاكَ مَطْلُوْبِيْ أَعْطِنِيْ مَحَبَّتَكَ وَمَعْرِفَتَكَ. اللهم افْتَحْ لِيْ بِفُتُوْحِ الْعَارِفِيْنَ. اللهم اخْتِمْ لَنَا بِخَاتِمَةِ السَّعَادَةِ. وَاجْعَلْنَا مِنَ الَّذِيْنَ سَبَقَتْ لَهُمُ الْحُسْنَى وَزِيَادَاتِ . بِجَاهِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذِي الشَّفَاعَةِ. وَعَلَى أَلِهِ وَصَحْبِهِ ذَوِى السِّيَادَةِ. وَسَيِّدِنَا أَبِى الْعَبَّاسِ الْخَضِرِ بَلْيَا بْنِ مَلْكَانِ ذِي الْاِسْتِقَامَةِ. سَيِّدِنَا الْغَوْثِ الْأَعْظَمِ الشَّيْخِ عَبْدِ الْقَادِرِ الْجَيْلَانِيْ ذِي الْكَرَامَةِ. رَبَّنَا اَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. الفاتحة
(Durrah al-Sâlikîn, tanpa tahun, halaman: 8-12)
Di samping amalan zikir di atas, dalam tarekat Syadziliyah juga diajarkan beberapa bacaan hizb (wirid) seperti hizb Nashr, hizb Bahr, dan hizb Nawawi.