Sedang Membaca
Ngaji Filsafat di Masjid (4): Dari Ngaji Ke Literasi
Nur Wahid
Penulis Kolom

Orang Dalam Masjid Jendral Sudirman. Mengurusi Bagian Media dan Penerbitan.

Ngaji Filsafat di Masjid (4): Dari Ngaji Ke Literasi

Img 20201013 Wa0099

Sejak menaja serangkaian kegiatan dalam bingkai spiritual, mengasah keintelektualan, sembari menguri-uri kebudayaan pada 2013, tiga tahun setelahnya baru muncul kekarepan kami membentuk komunitas literasi berbasis masjid. Kami menamainya “MJS Project”.

MJS Project semacam komunitas yang beranggotakan para santri ngaji dalam proyek penulisan bersama dari gelaran ngaji dan kajian yang sudah MJS selenggarakan. Ditandai sejak kelas “Menulis di Masjid” pertama pada 29-30 April 2016, santri ngaji—biasa kami panggil sebut begitu—yang tertarik dalam proyek literer, kami kumpulkan ke dalam wadah MJS Project.

“Sayang sekali… kalau sudah begitu banyak santri ngaji, nggak digarap buat kegiatan yang lain”.

Begitulah mula awal kegiatan dalam ranah literasi masjid dengan memanfaatkan potensi santri ngaji. Santri ngaji yang dimaksud adalah para santri Ngaji Filsafat yang diampu oleh Dr. Fahruddin Faiz. Akhirnya pada 29-30 Mei 2016, kami mengadakan kelas “Menulis di Masjid”; kelas yang menjadi penanda bahwa Masjid Jendral Sudirman kini mulai bergerak dalam ranah literasi. Singkat kata, dari ngaji ke literasi. Sebagai pengisi adalah Muhidin M. Dahlan (Gus Muh), punggawa Iboekoe, pendiri Radio Buku dan kuncen @warungarsip. Penamaan “Menulis di Masjid” juga berasal dari Gus Muh.

Rencana mengadakan kelas “Menulis di Masjid” sekadar sebagai ajang uji coba, semacam eksperimen menarik minat para santri ngaji untuk terlibat dalam proyek kepenulisan bersama. Rupa-rupanya disambut antusias oleh banyak santri yang mengirimkan tulisan sebagai syarat mengikuti kelas.

Bersamaan dengan mulai bergulirnya aktivitas literasi masjid, takmir MJS mendirikan penerbitan milik masjid, MJS Press, yang sudah menjadi inisiasi sejak lama, terhitung dari mulai terbitnya buku Apa Kabar Islam Kita? (2014) buku pertama yang MJS Press terbitkan, namun ketika itu MJS Press belum berbadan hukum, jadi belum memiliki kode pengidentifikasian buku (ISBN).

Sebagai komunitas, MJS Project berjalan mengikuti mood, kadang bergerak, kadang diam. Bergerak maksudnya secara intens mengadakan pertemuan membahas tulisan, seminggu sekali pada Sabtu atau Minggu sore. Pertemuan diadakan di asrama masjid, kadang juga di warung kopi. Lain itu, gerak MJS Project menghadiri undangan, mengikuti perhelatan acara diskusi yang berhubungan dengan literasi. Acara masak-masak di asrama termasuk dalam gerak di sini. Secara emosional, MJS Project sebagai komunitas terbangun berkat dinamisnya obrolan di dunia nyata maupun maya, ditambah seringnya ngopi bareng.

Baca juga:  Magrib di Surau Kecil Ajibarang

Soal diamnya MJS Project dapat diartikan sebagai titik (ke)jenuh(an). Jenuh tulisan tidak juga selesai, jenuh ketemu dengan hal itu-itu saja, melulu soal perkembanganya tulisan. Bertolak dari pandangan bahwa manusia mempunyai kebebasan dan di sisi lain tunduk pada takdir, gerak dan diamnya MJS Project pada ketegangan kedua pandangan hal ini. Dalam praktinya, kalau semisal yang kami agendakan menuai hasil sesuai dengan yang telah direncanakan atau malah berjalan sebaliknya, tidak menjadi soal. Kalau tidak terrealisasi tidak masalah, terrealisasi alhamdulillah.

Secara konsep kami belum bisa membuat gambaran ikhwal ke-MJS-an dalam ranah literasi. Literasi sebagai kemampuan menulis dan membaca berjalan berkat latar belakang anggota komunitas. Misalnya guna mengalihkan materi Ngaji Filsafat sebagai bahan yang renyah ke dalam tulisan, sedikit banyak mengalami kesulitan. Akhirnya kami menyerahkan model atau gaya tulisan kepada masing-masing penulis. Bagaimana komunitas ini berjalan “masih dalam rangka menjadi bentuk”.

Satu pokok yang menjadi perhatian kami, ketika salah satu dari anggota MJS Project melontarkan pertanyaan, “Bagaimana masa depan dari MJS Project?” Pertanyaan ini perlu dipikirkan. Sebagai sebuah komunitas semangatnya sudah pasti pasang surut, bahkan bisa jadi bubar setelah project selesai. Menjaga agar komunitas terus bergerak, dan tidak terpatok pada proyek semata, adanya website menjadi satu wadah baru bagi komunitas.

Keberadaan website mjscolombo.com bisa menjadi saluran para anggota memproduksi tulisan, dan tak menutup kemungkinan bagi siapa pun yang mengirimkan tulisannya ke redaksimjs.gmail.com.

Arah dari pertanyaan itu menyangkut pula regenerasi. Terus kami rencanakan mengadakan kelas menulis kembali. Akhirnya terealisasi Kelas “Menulis di Masjid #2” pada 10 dan 17 Desember 2017. Sebagai pengisi sesi pertama ada Kalis Mardiasih, sesi kedua Fairus Mumtaz. Kelas “Menulis di Masjid #3” pada 28 Oktober 2018 diisi oleh Bandung Mawardi. Kelas “Menulis di Masjid #4” pada 10 Mei 2019 langsung oleh Biro MJS Press. Biro MJS Press merupakan unit keredaksian MJS Press, pendamping anggota komunitas, dan menangani perbuletinan.

Baca juga:  Wilmersdorfer Moschee, Saksi Hubungan Baik Muslim-Yahudi di Era Nazi

Tonggak literasi masjid pertama adalah keberadaan buletin Jumat. Sejak 2007, Buletin Jumat Masjid Jendral Sudirman ajek menurunkan tulisan setiap hari Jumat—kecuali libur. Tulisan bergenre normatif berayat-ayat, berdalil-dalil, kami sebar ke masjid-masjid yang ada di Yogyakarta. Genre tulisan kemudian berubah pada 2011 dengan lebih menurunkan tulisan-bercerita: tulisan yang menceritakan kenyataan, sebungkus esai, tulisan yang tidak ndakik-ndakik penuh anjuran, menggurui, dan penuh kosakata bombastis.

Buletin beredar di sekitar 40-an masjid yang ada di Yogyakarta, bersanding dengan buletin Jumat milik Muhammadiyah, dan kadang kala bersanding juga dengan buletin milik Hizbut Tahrir Indonesia—sebelum dilarang.

Studi terhadap buletin Jumat di Yogyakarta yang dilakukan Yusdani dkk pada 2011, menunjukkan tipologi wacana keislaman yang diusung. Dari 12 buletin yang diteliti, hanya 6 buletin yang secara berkala terbit selama masa satu tahun. Sayangnya Buletin Jumat Masjid Jendral Sudirman tidak termasuk objek studi. Padahal sudah 13 tahun terbit dengan rata-rata 42 edisi dalam setahun. Buletin kami bagi gratis. Dicetak tiga rim ukuran kertas F4 (1.500 lembar). Untuk gambaran wacana dari Buletin Jumat Masjid Jendral Sudirman lihat studi (skripsi, UIN Sunan Kalijaga) Suhairi pada 2019 berjudul Wacana Islam Kosmopolitan dalam Buletin Jumat Masjid Jendral Sudirman Tahun 2017-2018.

Tagline dari Buletin Jumat Masjid Jendral Sudirman “Menuju Masjid Membudayakan Sujud”. Tafsiran dari “Menuju Masjid” dipahami sebagai sebuah ungkapan agar segenap gerak-diam manusia ditaja selalu dalam suasana “masjid”. Dari tagline buletin menjadi bidal masjid.

Kendala yang dihadapi soal tulisan. Dari sulitnya mendapatkan tulisan sasaran muat buletin, pada Kelas “Menulis di Masjid #3” anggota komunitas literasi masjid mulai kami arahkan untuk memenuhi kebutuhan buletin. Pada Kelas “Menulis di Masjid #4” kami rumuskan tahap dan target menulis, yakni menulis catatan santri (min. 250 kata); menulis untuk website (min. 700 kata); menulis buletin (min. 1000 kata); dan menulis artikel panjang (min. 3000 kata) dari tema-tema Ngaji Filsafat, lalu menerbitkannya dalam bentuk buku.

Proses penjejakan dari ngaji menuju literer merupakan usaha kerja kreatif anggota komunitas MJS Project, sekaligus untuk menghidup-hidupkan buletin Jumat, situs web, dan penerbitan milik Masjid Jendral Sudirman: MJS Press.

Baca juga:  Alif.Id Gelar Pameran Foto Masjid di Nijmegen Belanda

Alhasil dari anggota komunitas berhasil menerbitkan buku Suluh Kebahagiaan (November, 2016); Manusia Langit (April, 2018). Masih tersimpan lima tulisan untuk naskah buku dari tema Politik dan Ideologi, dan dalam proses menuju terbit tahun ini enam tulisan naskah buku dari tema Filosofi Hidup dan Filsafat Kehidupan. Buku terbitan MJS lainnya yakni lima karya Pak Fahruddin Faiz: Filosof Juga Manusia (Mei, 2016); Sebelum Filsafat (Juli, 2018); Dunia Cinta Filosofis Kahlil Gibran (Oktober, 2019); Lintasan Perspektif: Ihwal Pemikiran dan Filsafat (Maret, 2020); dan terbaru Ihwal Sesat Pikir dan Sesat Logika (September, 2020).

Telah terbit juga buku Senandika Yaya (Desember, 2018) karya alm. Ria Fitriani (salah seorang anggota komunitas yang telah mendahului); Antologi Luka: Kumpulan Puisi (Desember, 2019) karya Halimah Garnasih; Keris Kang Trontong: Kumpulan Mutiara Hikmah Keseharian (April, 2018) karya KH. Achmad Chaedar Idris; Apa Kabar Islam Kita? Esai-Esai Kaweruh Jumatan Masjid Jendral Sudirman Yogyakarta (buku kedua, April, 2019) oleh Biro MJS Press (peny.); Islam Jenaka Mbah Nyut: Kisah-Kisah Sesat Sang Wali Kuthuk (September, 2019) karya MY Arafat; Pandangan Para Filosof: Catatan Santri Ngaji Filsafat (Juli, 2020) karya Ahada Ramadhana.

Mode produksi terbitan MJS Press, satu buku terbit, hasilnya untuk cetak buku kedua, buku kedua terbit, hasilnya untuk cetak buku ketiga, dan seterusnya. Hasilnya juga untuk menyokong kegiatan komunitas literasi masjid.

Rangkaian acara keliterasian juga kami helat pada Ramadhan: NgabubuRead di Masjid. Tiga kali telah terselenggara, ada bazar buku, lesehan Ramadhan, kelas menulis, udar buku, dan sarasehan Ramadhan.

Rencananya pada Ramadhan 1441 H kemarin acara NgabubuRead di Masjid akan kami langsungkan, tetapi pandemi lebih dulu menghampiri. Praktis program dan kegiatan yang mengundang kerumunan kami tiadakan, termasuk semua ngaji dan kajian, peribadahan, dan buletin Jumat tidak terbit sampai sekarang. Meski pandemi masjid terus berupaya melayani jamaah dengan memanfaatkan media yang dipunya dan membuat aplikasi.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top