Tasawuf sangat penting dalam ajaran Islam, mengapa demikian? karena tasawuf ilmu yang menitik beratkan pada bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihkan akhlak, membangun lahir dan batin untuk mencapai kebahagiaan yang hakiki. Dalam Islam banyak tokoh-tokoh sufi yang dikenal dengan ajaran taswauf salah satunya adalah Muhammad Sahl bin Abdullah al-Tustari.
Biografi Singkat
Beberapa artikel menjelaskan bahwa, beliau bernama lengkap Abu Muhammad Sahl ‘Isha bin ‘Abdullah bin Yunus bin ‘Isha bin ‘Abdillah bin Rafi’ al-Tustari namun akrab dikenal al-Tustari berdasarkan tanah kelahiran. Lahir pada tahun 200 H/816 M di kota Tustar dekat kota Ahwaz yang termasuk dalam Provinsi Khuzistan Iran. Tustari merupakan tokoh dan ulama yang banyak mengajarkan ilmu riyadah, ilmu ikhlas dan ilmu akhlak pada masanya. Pada usia 3 tahun Tustari kecil sudah ditempa dengan ilmu tasawuf oleh pamannya (Muhammad bin Sawwar) kemudian ketika menginjak umur 6 tahun beliau sudah mampu menghafal al-Qur’an. Diceritakan dalam beberapa literatur bahwa perjalanan hidup al-Tustari ketika pindah ke Bashrah dan wafat disan pada tahun 283 H pada usia 83 tahun.
Tustari menceritakan dirinya; Ketika aku berumur 3 tahun aku sudah terbiasa bangun malam dan melihat pamannya Muhammad bin Sawwar melaksanakan sholat malam. Ketika pamannya mngetahui akan hal tersebut, pamannya berkata; “al-Tustari, kembalilah tidur! kamu membuat paman hati paman gelisah”. Ketika pamannya merasa usia Tustari sudah cukup, maka ia mulai dikenalkan dengan ajaran tasawuf dengan melontarkan pertanyaan, “apakah kamu dapat mengingat Allah yang menciptakanmu?”, al-Tustari pun menjawab, bagaimana cara agar aku dapat mengingat-Nya?, pamannya menjawab, “ucapkanlah tiga kali dalam hatimu tanpa menggerakkan lidahmu sebelum tidur, Allah bersamaku, Allah melihatku, Allah mengawasiku. Menaati ajaran tersebut al-Tustari terus menerus mengamalkannya hingga al-Tustari sampai pada kelezatan dan manisnya berzikir dalam hatinya.
Sosok yang Berkaromah
Diceritakan pada suatu riwayat, Imam al-Qushairi berkata: “saya mendengar Abu Hatim as-Sijistani berkata: “saya mendengar Abu Nashr as-Siraj berkata: “ kami datang ke Tustar dan kami melihat di rumah al-Tustari ada sebuah bangunan bagi masyarakat dinamakan rumah hewan buas, kami pun menanyakan kepada mereka kenapa demikian?, kemudian mereka menjawab; “setiap hari hewan buas dari gunung datang dan hinggap di rumah itu dan al-Tustari menjamunya dengan memberikan daging setelah hewan buas tersebut kenyang mereka pergi. Abu Nashr berkata; saya melihat semua penduduk Tustar mengakui dan tidak ada seorang pun yang mengingkari peristiwa ini.
Dalam riwayat lain terkait karomah yang dimiliki al-Tustari, sebagaimana Imam al-Qushairi berkata; “saya mendengar Muhammad bin Ahmad at-Tamimi berkata; saya mendengar Abdullah bin ‘Ali berkata; saya mendengar Talhah al-Qasairi berkata: saya mendengar al-Miftah seorang teman al-Tustari berkata: al-Tustari dapat bertahan tidak makan selama 70 hari, jika makan maka badannya menjadi lemah dan jika lapar badannya menjadi kuat.
Ajaran Tasawuf
Konsep Mahabbah : dalam ajaran al-Tustari mahabbah adalah keselarasan hati dengan Allah, istiqomah dalam keadaannya, mengikuti nabi-Nya, selalu berzikir dan merasakan manisnya bermunajat pada-Nya. Ajaran yang sangat mendalam tentang mahabbah Tustari mengatakan bahwa mahabbah adalah: “engkau mencintai segala sesuatu yang dicintai kekasihmu dan membeci segala sesuatu yang dibenci kekasihmu”.
Abu Muhammad Sahl bin ‘Abdillah bin Yunus bin ‘Isha bin ‘Abdillah bin Rafi’ al-Tustari yang lebih terkenal dengan panggilan al-Tustari, merupakan sosok ulama sufi sekaligus mufassir al-Qur’an. Keilmuan dan karomahnya telah diakui oleh para ulama sesudahnya karena al-Tustari banyak mengajarkan konsep tasawuf dan isyari yang dapat kita pelajari dari beliau.