‘Atsamah adalah seorang pakar ibadah dan praktisi kekesatriaan perempuan (min muta’abbidat an-niswan). Matanya didera kebutaan, tetapi ia menanggungnya dengan begitu sabar.
Zahid Abu al-Fath Yusuf bin Umar [al-Qawwas] dari Baghdad meriwayatkan dari Ja’far bin Muhammad bin Nusair [al-Khuldi] melalui Ahmad bin Muhammad bin Masruq melalui Muhammad bin al-Husain al-Burjulani melalui al-Husain bin‘Abdul-‘Aziz bin al-Wazir al-Judzami, bahwa ‘Abdullah ibn Yusuf dari Damaskus menuturkan:
’Atsamah, puteri [keponakan?] dari Bilah ibn Abi ad-Darda’ kehilangan penglihatannya. Suatu hari, ‘Atsamah sedang sembahyang, dan anak laki-lakinya masuk ke dalam rumah setelah juga selesai melaksanakan sembahyangnya. ‘Atsamah bertanya: “Sudahkah engkau sembahyang, anakku?” “Sudah,” jawab anaknya. ‘Atsamah lantas berucap:
Wahai ‘Atsamah, mengapa engkau terpalingkan?
Rumahmu tentu telah dimasuki penipu!
Menangislah agar engkau dapat menyelesaikan sembahyangmu pada waktunya,
Kalau memang engkau hendak menangis hari ini!
Dan menangislah sementara Alquran dibacakan,
Sebab kau pun biasa membacakannya.
Engkau dulu biasa membacakannya dengan merenung,
Sementara air mata mengalir dari kedua matamu.
Aku akan meratapimu dengan cinta yang membara,
Selama hidupku!
Sumber: Abu ‘Abdurrahman as-Sulami, Early Sufi Women (Fons Vitae, Louisville, Kentucky, USA, 1999), dialihbahasakan oleh Rkia F. Cornell, dari kitab Dzikr an-Naswah al-Muta’abbidat ash-Shufiyat.