Saat masjid Agung Sang Cipta Rasa selesai dibangun, tidak lama kemudian menjadi pusat kegiatan orang Cirebon, bahkan menjadi perhatian para musafir yang singgah di pantai Cirebon, masyarakat sekitar masjid terjangkit wabah penyakit.
Ada juga cerita turun temurun bahwa wabah tersebut dibuat orang yang membenci pesatnya perkembangan Islam. Wabah tersebut mengakibatkan orang meninggal dalam jumlah banyak.
Sunan kalijaga yang berposisi di Jawa bagian tengah pun mengirimkan surat agar azan yang dikumandangkan tiap salat harus dilaksanakan oleh tujuh orang. Tujuh orang mengumandangkan azan secara bersamaan. (Baca: Dua Humor Azan)
Pelan-pelan, wabah penyakit pun hilang .Azan tujuh atau dalam bahasa Jawa disebut adan pitu menjadi dakwah tersendiri dikemudian hari. Masyarakat Jawa Barat berbondong-bondong masuk Islam karena mempercayai bahwa Islam itu agama yang sakti, agama yang menyembuhkan. Dan azan, yang merupakan bagian dari seni senandung atau suara, disukai masyakarat.(Baca: Masjid Keramat Sang Cipta Rasa)
Namun di balik cerita agak mistik tersebut tidak banyak terungkap bahwa azan yang bertujuan untuk menghindar dari wabah memang ada dalam tradisi fikih. Adapun jumlah tujuh orang memang kreasi saja dari Sunan Kalijaga. Jumlah muazin yang banyak tersebut sekedar menguatkan dan tidak menyalahi aturan. (Baca: Cinta Rasulullah dan Penista Azan)
Azan dalam konteks tersebut juga mengisyaratkan kepada kita bahwa ajaran Islam berupa fikih sudah kuat pada periode-periode awal Islam di Nusantara.
Sampai hari ini, praktik adzan tujuh masih berlangsung, namun hanya dilakukan untuk salat Jumat. (Tulisan ini pernah dimuat dalam buku 25 Masjid, Beribu Kisah, Bank Muamalat: 2017)