Sedang Membaca
Lebih Baik dari Seribu Keramat
Dani Ismantoko
Penulis Kolom

Guru dan tinggal di Panjangrejo, Pundong, Bantul.

Lebih Baik dari Seribu Keramat

Ngaji Posonan

Saya ingat betul salah satu kata-kata mutiara dari pelajaran mahfudhat yang berbunyi, al-istiqamah khairun min alfi karamah, yang dulu saya dapatkan di kelas 2 MTs. Barangkali salah satu yang membuat saya ingat adalah rasa sebal yang muncul ketika dulu disuruh mengulang-ulang kalimat itu secara lisan. Coba bayangkan, selama 40 menit kami mengulang-ulang kalimat tersebut berkali-kali.

Sesekali diselingi dengan penjelasan-penjelasan dari guru. Kalau guru sudah bosan menjelaskan diulang lagi. Pengucapannya lantang dan bersama-sama. Yang tentu saja akan membuat kelas lain, mungkin agak sedikit terganggu. Biasanya akan diakhiri dengan menulis, kemudian semacam setor hafalan kepada guru dan guru menandai buku tulis dengan tanda tangan sebagai tanda bahwa seorang murid sudah nulis dan setor hafalan.

Kata-kata mutiara berbahasa arab tersebut kalau diterjemahkan secara bebas kira-kira begini artinya, istiqamah atau konsisten itu lebih baik dari seribu keramat. Sudah sangat jelas bahwa kata-kata mutiara tersebut bermaksud menjelaskan tentang keutamaan istiqamah, konsisten atau kalau dalam bahasa Jawa disebut ajeg. Sebanyak apapun anugerah kelebihan atau keramat, tidak lebih baik dari sikap konsisten kita terhadap sesuatu.

Kalau dulu, ketika MTs saya hanya bisa membayangkan di kepala, seiring bertambahnya umur saya melihat semacam pertunjukan-pertunjukan ajaib dari konsistensi atau lebih tepatnya betapa kerennya orang yang bisa konsisten terhadap suatu hal.

Baca juga:  Bagaimana Orang NU Makan Enak?

Sungha Jung gitaris fingerstyle asal Korea Selatan yang dulu pertama kali saya melihatnya masih begitu kecil, gitar dan tubuh terasa lebih besar gitarnya, sekarang masih konsisten menekuni gitar dengan genre fingerstyle. Albumnya sudah banyak. Sebelum pandemi sering mengadakan tour dunia.

Lionel Messi yang semenjak kecil menekuni sepak bola karena semenjak kecil ia sadar bahwa ia punya potensi luar biasa dalam bidang itu, sekarang menjadi pemain top dunia yang membuat siapa pun saja terkagum-kagum saat mendribel bola atau mengambil tendangan-tendangan bebas yang selalu saja terlihat ajaib itu.

Muse, band asal Devon, Inggris yang terkenal dengan tour dunia yang lengkap dengan panggung-panggung megah futuristik dan membuat fansnya menjerit-jerit itu semenjal 1994 tidak pernah putus asa dengan bandnya. Sampai sekarang masih dengan tiga personil, sama seperti dulu terbentuk.

Bahkan, tidak usah sekelas publik figur dunia semacam itu, orang yang konsisten kelas dusun saja akan banyak dicari-cari orang. Saya punya tetangga yang semenjak dulu membuka jasa pijat. Tidak perlu ada plang-plang pemberitahuan di jalan-jalan, tidak perlu ada marketing yang langitan, banyak orang dari luar dusun yang datang kepada tetangga saja jika tubuhnya terasa tidak enak dan merasa perlu untuk dipijat.

Baca juga:  Wakaf sebagai Jalan Reforma Agraria (2/3)

Saya juga punya tetangga lain yang benar-benar menekuni dunia las semenjak lulus SMK. Sekarang ia sudah tidak lagi menjadi buruh di usaha orang, tetapi sudah membuka usaha lasnya sendiri di rumah. Pesanan berdatangan. Dan yang pasti kalau dusun membutuhkan jasa las, membuat portal jalan misalnya, orang tersebut yang dicari.

Bagi saya itu keajaiban. Mereka yakin jika konsisten Allah akan membukakan jalan-jalan. Terutama jalan kemanfaatan bagi banyak orang. Dan tentu saja, tidak ada satu pun orang yang dianggap sukses yang tidak konsisten. Yang otomatis siap menerima segala resikonya. Seperti, kurangnya apresiasi orang ketika kita mulai mengerjakan sesuatu.

Ketika dulu saya menerima pelajaran mahfudhat saya tidak menyangka bahwa di dalam kehidupan akan terjabar sendiri apa maksud sebenarnya dari kalimat-kalimat yang harus saya tulis dan saya hafalkan itu. Dan seiring berjalannya waktu, entah bagaimana salah satu kalimat yang saya hafalkan (sebenarnya masih banyak lagi) terasa begitu terang, karena Allah akan memperlihatkan sendiri contoh-contohnya dalam kehidupan.

Ini sama sekali bukan glorifikasi, romantisasi atau apapun itu sebutannya. Apa yang saya tuliskan wajar-wajar saja, sewajar orang makan ketika lapar, orang minum ketika haus, orang kencing ketika merasa kebelet. Saya merasa bahwa pelajaran yang pernah saya pelajari ternyata bukan omong kosong belaka, kendari dulu saya masih merasa samar-samar. Hanya terlihat dalam bentuk tulisan dan hafalan. Tidak merasa benar-benar nyata karena belum melihat bukti-buktinya dalam kehidupan.

Baca juga:  Orientasi Politik NU Menyehatkan Demokrasi

Dan bukan omong kosongnya pelajaran itu membuat saya ingin membagikannya kepada orang lain. Ya, sesederhana itu.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
1
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top