Avatar
Penulis Kolom

Mahasiswa Semester 1 UNU Yogyakarta.

Seni Reog dan Jaranan di Tanah Rantau Bengkulu

Seni Reog Dan Jaranan

Paguyuban Seni dan Jaranan Turonggo Seto, Marga Bhakti, Pinang Raya, Bengkulu Utara sedang mengadakan pertunjukan di lapangan kecamatan setempat.

Puluhan penonton dari golongan muda hingga tua ikut terhipnotis menggerakkan tubuhnya ketika mendengar suara gamelan yang mengiringi reog dan jaranan. Mereka menirukan gerak para penari yang begitu gemulai. Tokoh perwayangan menari dan beratraksi, bahkan ada yang kesurupan memakan bunga, singkong mentah dan kemenyan layaknya pertunjukan tradisional lainnya yang penuh dengan adegan supranatural.

Pementasan kesenian budaya Jawa yang diselenggarakan oleh grup seni Turonggo Seto ramai dikunjungi masyarakat. Pertunjukan diselenggarakan hingga sore dengan mewajibkan penonton menggunakan masker. Turonggo Seto merupakan grup seni masyarakat Bengkulu Utara yang melestarikan kesenian reog dan jaranan.

Meski reog dan jaranan berasal dari Jawa Timur, tetapi kesenian ini menjadi favorit di Bengkulu Utara. Mayoritas masyarakat yang merupakan transmigran dari Jawa menjadi faktor penyebabnya. Melihat reog dan jaranan merupakan sarana bagi mereka mengingat kampung halaman. Menjadi hiburan yang cukup meriah di kalangan masyarakat Kecamatan Pinang Raya, pagelaran seni menjadi salah satu daya tarik bagi masyarakat luar untuk datang ke Bengkulu.

“Di Kecamatan Pinang Raya, Bengkulu Utara setidaknya ada 13 grup seni paguyuban reog dan jaranan. Sedangkan, di Bengkulu Utara sedikitnya ada 70 grup seni jaranan,” ucap Wahyudi, tokoh masyarakat dan budayawan Pinang Raya sekaligus Pembina Turonggo Seto.

Baca juga:  Belajar dari Film Iran (6): Menikmati Karya Narges Abyar Tentang Terorisme

Reog dan Jaranan di Tengah Pandemi

Pandemi berdampak pada pementasan grup Turonggo Seto. Pementasan reog dan jaranan  yang biasanya diselenggarakan malam hari, kini ditiadakan dan digeser menjadi siang atau sore. Tentu hal ini mengubah kebiasan masyarakat yang menjadi penonton setia Turonggo Seto.

Perubahan waktu pementasan juga memiliki dampak pada surutnya jumlah penonton yang tidak membludak seperti sebelum Covid19. Penonton yang melihat pun diwanti-wanti agar menggunakan masker supaya terhindar dari penularan Covid19 Covid. Masih sebagai upaya pencegahan penularan Covid, kini satu jenis alat tarian hanya boleh digunakan untuk satu orang penari, tidak boleh bergantian. Khawatirnya jika alat yang digunakan bergantian dapat menjadi peranta menularnya virus ke antar pemain Turonggo Seto.

Wahyudi menceritakan keinginannya untuk menyelenggarakan event yang menghadirkan para pelaku seni jaranan di wilayah Bengkulu Utara. Event ini bisa menjadi wadah silaturahim untuk mempererat hubungan antar warga sehingga kerukunan, ketentraman dan ketertiban masyarakat terus berjalan baik. Tentu tujuan lainnya adalah melestarikan kebudayaan. Sayangnya, keinginan tersebut terpaksa dipendam untuk sementara waktu hingga pandemi dapat terkendali.

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top