Semarang – Gelaran ritual “Bakti Basuh Kaki” yang dilaksanakan di Gedung Rasa Dharma (Boen Hian Tong), Gang Pinggir 31, Pecinan, Semarang, Kamis, (11/2/2021) dari pukul 10.00 – 11.00 WIB berlangsung dengan khikmat. Ritual “Bakti Basuh Kaki” ini untuk mengingatkan dan membangun relasi yang harmonis dan hangat antara orang tua dan anak.
Acara yang digelar terbatas dengan tetap mematuhi protokol kesehatan ini juga disiarkan live streaming melalui Zoom. Acara yang dipandu rohaniawan Wenshi Indriati Hadisumarto ini diawali dengan doa oleh masing-masing peserta ritual bakti basuh kaki.
Kemudian dilanjutkan sambutan Harjanto Halim selaku Ketua Boen Hian Tong. Dalam sambutannya Harjanto mengatakan, kegiatan ini bakti basuh kaki ini digelar dalam rangkaian hari raya Imlek.
Menurut Harjanto baanyak tradisi Imlek yang penuh makna dan kearifan lokal yang terkikis kemudian hilang. “Kebanyakan kalau merayakan Imlek orang hanya mengingat tradisi bagi-bagi angpao dan makan makan enak. Banyak tradisi yang inspiratif dan edukatif justru hilang, salah satunya tradisi basuh kaki,” terang Harjanto.
Untuk menghidupkan kembali tradisi “Bakti Basuh Kaki” inilah Perkumpulan Sosial dan Budaya Boen Hian Tong sudah beberapa tahun belakangan menggelar ritual ini. “Tradisi sederhana namun penuh makna yakni tradisi basuh kaki orangtua ini untuk menngingatkan kembali anak-anak tentang muasalnya dan perjuangan orang tua untuk menghidupi dan mengantar anaknya dalam gelanggang kehidupan. Juga mengingatkan orang tua akan tanggungjawab terhadap anaknya,” ujar Harjanto membeberkan makna di balik kegiatan ini.
“Dengan berlutut di hadapan orangtua, meminta maaf, berdoa dan membasuh sepasang kaki mereka. Semoga kita semua bisa menemukan kembali makna Imlek yang sesungguhnya,” ujar Harjanto mengingatkan.
Tradisi Bakti Basuh Kaki ini, lanjut Harjanto, dilakukan sebagai bentuk bakti kepada kedua orang tua. Apalagi mengingat sekarang ini terjadi jarak yang renggang antara anak dan orang tua karena antara lain; karena kehadiran gadget dan permainan game online yang di gandrungi oleh kalangan anak anak muda.
Harjanto berharap tradisi basuh kaki yang mulai ditinggalkan ini,agar kembali dilestarikan,dan diterapkan disetiap keluarga,sehingga antara orang tua dan anak punya hubungan yang harmonis. Selain itu tradisi ini, lanjutnya, bisa membentuk karkater anak menjadi santun juga akan lebih menghormati orang tua .
Menurut Harjanto kegiatan Bakti Basuk Kaki ini bernilai sangat positif,baik bagi anak maupun orang tua tentu harus dilestarikan. “Momennya tak hanya menjelang Imlek, tetapi bisa Idul Fitri, Natal, Hari Ibu. Ini bisa dijadikan sarana untuk membangun keharmonisan. Berbahagialah kalian yang masih sempat membasuh kaki orang tuamu,” ujar Harjanto menahan rasa haru.
Selanjutnya, ritual basuh kaki dimulai dengan diiringi pembacaan puisi bertajuk : “Basuh Kaki” karya Harjanto Halim.
Papa Mama
Sepasang kakimu,
telah lama berjalan
Telah lama mengarungi dan menopang kehidupan
Entah berapa sering engkau terbangun di malam buta,
tersaruk menyeret langkah,
menahan kantuk yang mendera,
mendengar aku menjerit tiba-tiba
Entah berapa sering engkau memangku aku, mendendangkan lagu,
memberiku susu,
menatapku haru,
dan berbisik merdu:
“Aku sungguh menyayangimu, anakku.”
Entah berapa sering engkau telah memenatkan diri
Bekerja keras mencari nafkah
Siang malam tak kenal lelah,
Demi pendidikanku
Demi masa depanku
Demi kebahagiaanku
Tak sekalipun engkau mengeluh
Tak sekalipun engkau merasa jenuh
Sepasang kakimu telah mengantarku ke sekolah
Sepasang kakimu telah mengantarku ke pelaminan
Sepasang kakimu telah mengentaskan aku dewasa
Sepasang kakimu telah lama lelah
Ijinkan aku ya Papa Mama,
membasuh sejenak kakimu yang mulai kering dan keriput
Ijinkan aku ya Papa Mama,
membasuh sejenak,
hatimu yang mungkin lelah,
yang mungkin pernah kukecewakan atau kusakiti
Mama Papa,
Terima lasih atas segala kebaikanmu
Terima kasih atas segala bimbinganmu
Terima kasih atas segala cintamu
Ijinkan aku ya Papa Mama,
Tuk membasuh kakimu
Ijinkan aku ya Papa Mama,
Tuk membasuh lelahmu
Ijinkan aku ya Papa Mama,
Tuk meneteskan airmata ini
Sebagai wujud bakti,
yang tulus terukir di hati
Ijinkan aku ya Papa Mama
Suasana khikmat dan haru. Tangispun pecah, orang tua dan anak tahan menahan air mata yang menderas. Jinten sosok wanita paruh baya yang sekira 20 tahunan bekerja di Boen Hian Tong menangis tersedu, ketika anak ketiga Eka Istikomah nguda rasa betapa dia belum bisa berbuat untuk membahagiakan ibunya. Kedua bergetar berpelukan ketika sang ibu melafazkan doa untuk anaknya. Demikian juga salah satu pengurus Boen Hian Tong Asrida Ulinuha yang akrab disapa Ulin tak kuasa menahan haru ketika anaknya Jihan membasuh kakinya dengan rasa kasih sayang. Kemudian melengkapi baktinya memberikan ibu teh hangat yang menyimbolkan rasa kasihnya. Nampak juga Aci putra Hermawan Honggo yang biasanya sering asik sendiri dengan gadgetnya, ikut membasuh kaki papanya dengan khikmat. Derai air mata haru pun membasahi papanya. Begitu juga peserta lainnya.
Pada kesempatan itu, Ulin, mengatakan, merasa bahagia, karena anak-anak boleh belajar tentang kearifan warisan leluhur. “Dari ritual bakti basuh kaki ini kita bisa belajar banyak untuk kembali untuk menghargai orang tua dengan tulus. Momen ini juga bisa mengingatkan agar hubungan harmonis anak dan orang tua tetap terjaga,” ujar Ulin yang juga penggiat budaya di Semarang.