Nahdliyin, menamatkan pendidikan fikih-usul fikih di Ma'had Aly Situbondo. Sekarang mengajar di Ma'had Aly Nurul Jadid, Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton, Probolinggo. Menulis Sekadarnya, semampunya.

Al-Thufail bin Amr al-Daush: Sahabat yang Didoakan Oleh Nabi

Husein fahasbu

Ya Allah! Jadikanlah padanya ‘tanda-tanda’ yang bisa menolongnya untuk apa yang telah niatkan untuk kebaikan,” itulah doa dari Nabi Muhammad Saw. untuk al-Thufail bin Amr al-Daush, seorang pimpinan suka Daus di era Jahiliyah. Dia juga dikenal sebagai orang memiliki kemuliaan dan keutamaan di hadapan kaumnya. Suka membantu, ramah kepada sesama dan yang penting ia kerap memberi pertolongan kesalamatan pada kaum Daush.

Di samping itu semua, al-Thufail seorang penyuka sastra. Ia penyair yang kata-katanya bisa menghipnotis siapapun. Ketika menjelaskan sesuatu ia begitu fasih, begitu aksiomatis dan sulit dibantah.

Suatu waktu ia mendatangi Mekkah. Sesampainya di Mekkah, sebagai seorang kepala suku, ia disambut dengan gegap gempita. Disediakan rumah terbaik dan makanan terbaik. Para pembesar Quraish mula-mula mengabari ia seputar kontroversi yang terjadi di Mekkah akhir-akhir ini. mereka menyebut Nabi Muhammad sebagai sosok yang merusak kebersamaan, menimbulkan perpecahan dan lain sebagainya.

Tak lupa juga, kaum Qurasih itu mewanti-wanti atau lebih tepat menakut-nakuti al-Thufail. Menurut mereka jika info nabi sampai ke kaum Daush, maka posisi al-Thufail sebagai kepala suku terancam. Al-Thufail sebagai tamu hanya diam dan manggut. Ia tidak begitu percaya terhadap apa yang disampaikan mereka.

Keesokan harinya, al-Thufail pergi ke Kakbah. Ia ke sana untuk beribadah dan mengambil berkah dari patung-patung yang ada di sekitar Kakbah. Di tengah aktivitasnya, ia melihat nabi sedang melaksanakan ibadah, yaitu salat. Herannya, sebut al-Thufail, salat yang dilakukan nabi berbeda dengan salat yang ia kenal selama ini. hal itulah yang membuat dia takjub penasaran.

Baca juga:  Abu Bakar Ash-Shuli, Ulama Sekaligus Grandmaster Catur

Dari jarak dekat, ia mendengarkan nabi berbicara. Dalam hatinya, ia bergumam bahwa laki-laki ini bukan orang biasa. Perkataannya indah dan menggetarkan jiwa. Ia begitu terpana dengan bahasa lisan dan tubuh nabi. Selepas itu, ia membuntuti nabi hingga ke kediaman beliau. Di rumah nabi, ia akhirnya dipersilahkan masuk ke dalam.

Kepada nabi, ia menceritakan apa yang disampaikan oleh pembesar kaum Quraish kepadanya. Ia meminta klarifikasi dan konfirmasi. Setelah nabi menyimak curhatnya, nabi kemudian berkata dengan perkataan terbaik dan membacakannya surat al-Ikhlas dan al-Falaq. Mendengar dua surat itu, al-Thufail tak bisa menutupi kekagumannya pada nabi dan pada agama yang dibawa nabi. Selama hidup bahkan dalam dunia sastra yang menjadi keahliannya, ia tak pernah mendengar perkataan terbaik seperti yang dikatakan nabi tadi.

Tanpa menunggu lama, ia akhirnya membentangkan tangannya untuk memeluk Islam. Setelah masuk Islam, ia tak segera pulang. Ia tetap tinggal di Mekkah untuk mempelajari Islam dan al-Quran. Setelah dirasa cukup, ia akhirnya izin pamit kepada nabi dan meminta restu untuk mendakwahkan Islam kepada kaumnya.

Namun, sebelum ia benar-benar pulang, ia meminta doa dari nabi agar ia diberi sesuatu yang bisa dijadikan hujjah bagi kaumnya. Kemudian nabi mendoakannya. Ketika ia pulang, ia baru sadar bahwa “sesuatu” yang diberikan nabi adalah cahaya yang ada di keningnya. Melihat itu ia takut dan berdoa kepada Allah agar cahaya itu dipindah ke sebuah cemeti miliknya. Dan berpindahlah cahaya yang terang benderang itu. Cemeti yang bersinar menjadi milik al-Thufail.

Baca juga:  Mengungkap Usia Aisyah Saat Menikah dengan Nabi (1): Menelusuri Sumber Klasik

Mula-mula ia mengajak ayahnya sendiri untuk masuk Islam. Tak menunggu waktu lama, sang ayah kemudian mengikuti ajakannya. Selang berapa hari, ia kemudian mengajak suku Daush. Namun jauh panggang dari api tak ada yang merespons ajakannya kecuali Abu Hurairah, sahabat yang fenomal itu.

Melihat fenomena itu, ia mengajak Abu Hurairah ke Mekkah untuk curhat pada nabi. Al-Thufail menyebut suku Daush sudah dikuasai nafsu keduniaan. Mereka tak satupun tersentuh dengan keimanan. Mendengar curhatan al-Thufail, nabi berwudu dan kemudian mengangkat tangannya ke langit. Awalnya Abu Hurairah takut, khawatir nabi mendoakan kehancuran buat kaum Daush. Ternyata nabi mendoakan mereka agar diberi kelembutan hati untuk menerima Islam.[]

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
1
Terhibur
1
Terinspirasi
2
Terkejut
1
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top