Rasul adalah pedang yang berkilau
Yang ditempa di India
Salah satu Pedang Allah yang terhunus
ان الرسول لسيف يستضاء به # مهند من سيوف الله مسلول
Satu dari lima puluh empat bait syair “Banat Suad” yang diucapkan Kaab bin Zuhair di hadapan Nabi Muhammad SAW. Di bait inilah Nabi SAW melepas burdahnya (selimut) dan melemparkannya utk Kaab.
Kaab bin Zuhair adalah seorang penyair besar Arab angkatan kedua (mukhadram). Kepenyairannya menitis dari ayahnya yang juga seorang penyair besar pra Islam: Zuhair bin Abi Sulma. Kaab memiliki adik yang juga penyair kenamaan, Bujair bin Zuhair.
Bujair lebih dulu memeluk Islam. Ketika di Madinah, Ia menulis surat memberitahu Kaab bahwa Rasulullah memburu dan membunuh para penyair Makkah yang pernah menghina dan menyakitinya.
“Jika kamu masih menyayangi dirimu sendiri, temuilah Rasulullah SAW. Beliau pasti akan memberi maaf dan mengampunimu,” tulis Bujair.
Kaab marah dan membalas surat adiknya itu dengan puisi yang memojokkan dan menghina Nabi SAW sebagai “al-Ma’mun” yang telah mencekoki Bujair dengan minuman sehingga ia mabuk meninggalkan agama leluhurnya.
Nabi Muhammad SAW mendengar dan tersinggung oleh puisi Kaab. Meskipun Kaab tak menyebut Nabi SAW secara eksplisit, tapi “al-Ma’mun” dalam puisi itu jelas ditunjukkan kepadanya.
Bujair langsung mengabari Kaab bahwa Nabi SAW marah besar dan mengancam akan membunuhnya,
Sejak menerima ancaman itu, Kaab merasakan dunia begitu sempit. Setiap bertemu orang asing serasa akan membunuhnya. Ia mencoba mencari perlindungan kepada beberapa pemuka Kabilah, tapi tak satu pun mau menjamin keselamatannya.
Ia akhirnya memutuskan utk menghubungi sahabatnya dari Bani Juhainah yang sudah memeluk Islam utk memfasilitasi pertemuannya dengan Nabi SAW.
Selepas subuh Kaab diantar sahabatnya itu menemui Nabi SAW di Masjid Nabawi. Di teras masjid Nabi SAW sedang duduk melingkar bersama sahabat-sahabatnya. Kaab langsung mendekati Nabi SAW dan memegang kedua tangannya. Nabi SAW tak mengenalinya sama sekali.
“Wahai Rasulullah, jika saya membawa Kaab utk meminta maaf kepadamu, apakah Engkau bersedia memaafkannya?” Tanya Kaab
“Tentu saja,” jawab Rasul SAW
“Sayalah Kaab, Ya Rasulallah!”
Suasana tiba-tiba riuh. Seluruh mata tertuju menghakimi Kaab. Salah seorang sahabat Ansor langsung berteriak:
“Berikan ia padaku. Musuh Allah lebih pantas dipenggal kepalanya!”
“Dia sudah bertaubat dan mau mengakui kesalahannya,” ujar Nabi SAW
Untuk mendinginkan suasana, Kaab langsung mendeklamasikan kasidahnya di hadapan Nabi SAW dan sahabat-sahabatnya. Dengan jarinya Nabi SAW memberi isyarat agar semua yang hadir ikut menyimak dan mendengar.
Kasidah (puisi yang terdiri dari 6 baris lebih) “Banat Suad” memuat banyak tema. Pertama, kerinduan dan ratapan cinta penyair (ghazal). Ia meratapi kepergian kekasihnya, Suad, yang membuat hatinya remuk dan terbelenggu cintanya.
Kepergiannya begitu cepat dan singkat. Ia melukiskan seperti lenguhan (suara) seekor rusa dan kerdipan indah kelopak matanya yang bercelak hitam. Ia sangat mengagumi tubuh langsing dan bokong indah kekasihnya. Juga gigi-giginya yang putih dan selalu basah.
بانت سعاد فقلبى اليوم متبول # متيم إثرها لم يفد مكبول
وما سعاد غداة البين اذ رحلوا # الا أغن غضيض الطرف مكحول
تجلو عوارض ذى ظلن اذا ابتسمت# كأنه منهل بالراح معلول
Suad pergi
di pagi hari
Tak meninggalkan apapun
Hanya lenguhan rusa
Dan kerdiapan matanya yang bercelak hitam
Sebaris giginya yang basah
Telihat bila ia tersenyum
Seolah bersulang aggur berkali-kali
Namun, Suad bukanlah kekasih yang baik. Darahnya sering bercampur dusta dan kebohongan.