Rizki Amalia
Penulis Kolom

Mahasiswi Pascasarjana Pendidikan Bahasa Inggris, UPI Bandung, pernah nyantri dan aktif di berbagai organisasi Islam. Selain menjadi guru dan pengelola media, dia juga telah menerbitkan dua buku terkait toleransi. Email: rizkiamalia308@gmail.com.

Empat Perjalanan Hidup Manusia Versi Sadra

Dalam meniti kehidupan yang sementara ini, setiap orang melewatinya dengan cara yang berbeda-beda. Ada yang menghabiskan sebagian besar waktunya di gedung megah, berpusing ria dengan berbagai dokumen, lalu pulang larut malam karena terjebak macet.

Ada pula yang menghabiskan seluruh waktunya di masjid, memutar tasbih, membaca kitab suci, lalu menggantungkan pemenuhan hidupnya dari pemberian orang lain. Setiap orang memilih sendiri apa yang dia ingin rain dalam hidupnya, apa yang ingin dia perjuangkan dan apa yang ingin dia raih. Setiap yang dia pilih akan memberinya risiko yang akan dia tanggung sendiri pula.

Menurut Mulla Sadra, seorang filsuf Persia yang hidup pada 1572-1640 M, dalam magnum opus-nya Al-Hikmatul Muta‘aliyah fil Asfaril ‘Aqliyatil Arba‘ah, manusia mengalami empat sesi perjalanan dalam hidup. Perjalanan pertama manusia adalah perjalanan dari dunia menuju Tuhannya. Perjalanan ini dalam bahasa sederhananya kita sebut dengan zuhud, yakni saat kita mulai mencari Tuhan, meninggalkan kehidupan dunia serta tidak gila terhadap perkara-perkara duniawi.

Zuhud bukan berarti kita memilih berpakaian jelek atau makan makanan yang tidak enak, namun zuhud ialah saat hati kita tidak terpaut dengan dunia.

Perjalanan kedua dalam hidup manusia adalah perjalanan dalam Allah bersama Allah. Dalam sesi ini manusia melakukan pembuktian-pembuktian atas keberadaan Allah.

Baca juga:  Menelisik Ideologi Kaum Hedonis: Sang Koruptor

Perjalanan ketiga manusia ialah perjalanan dari Tuhan menuju dunia. Bahasa sederhananya, mengabdi kepada Allah adalah mengabdi kepada kehidupan itu sendiri”. Saat seseorang ingin mendapatkan cinta Allah, maka yang harus dia lakukan adalah mengabdikan diri kepada ciptaan Allah, yakni mengabdikan diri kepada manusia dan alam semesta.

Suatu hari, Rasulullah Saw mendapat laporan dari sahabat bahwa si Fulan selalu menghabiskan waktunya di masjid untuk beribadah. Setiap hari pula, kakaknya mengiriminya makanan. Lalu Rasul menjawab, kakaknya pasti masuk Surga. Yang Rasul sebut ialah kakak si Fulan yang mengantar makanan, bukan si Fulan yang berdiam di masjid.

Cerita tersebut tidak lantas memberikan anggapan bahwa berdiam di masjid itu tidak baik. Namun, kita perlu mengingat kembali bagaimana tugas kita di bumi sebagai Khalifah fil Ardh. Bahwa kita tidak hidup untuk diri kita sendiri. Namun kita hidup untuk berbuat baik kepada orang lain.

Perjalanan manusia yang terakhir yakni perjalanan di dunia bersama Tuhan. Dalam sesi ini, manusia senantiasa mengingat Tuhannya dalam setiap aktivitasnya dalam hidup di dunia.

Apa pun yang dikerjakan, sesibuk apa pun aktivitasnya, dia senantiasa ingat bahwa dia akan kembali kepada Allah. Dia senantiasa berhati-hati untuk menjaga setiap langkahnya dan tindak tuturnya agar selalu berada dalam keridaan Allah.

Dari gagasannya tersebut, Sadra terkenal dengan sebutan The Four Journeys. Empat sesi perjalanan manusia yang diungkapkan Sadra menjadi pengingat kita kembali untuk melibatkan Allah dalam setiap langkah. Di tengah kehidupan di mana orang rela mendorong saudara sendiri, teman sendiri, demi jabatan, kekuasaan atau pun uang, kita diingatkan kembali oleh Sadra akan kehidupan dunia yang fana ini.

Baca juga:  Duo Fatimah di Rumah Rasul yang Menginspirasi

Semoga Allah senantiasa memeluk kita dalam cinta-Nya.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
1

Adzan Terakhir di Madinah

Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top