Sedang Membaca
Ngalap Berkah: Guru Ngaji di Madura dan Peran Warga Ketika Musim Panen Padi telah Tiba
Zubairi
Penulis Kolom

Pemuda asli Sumenep Madura | Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam di Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (INSTIKA) | Sekarang menetap di Rajun Pasongsongan.

Ngalap Berkah: Guru Ngaji di Madura dan Peran Warga Ketika Musim Panen Padi telah Tiba

Salah satu profesi yang paling lekat dengan kehidupan orang Madura, bertani. Dan salah satu cara bertaninya orang orang, ya dengan bercocok tanam menanam bibit padi. Mulai dari masyarakat yang statusnya menengah ke bawah hingga menengah ke atas, sudah barang tentu (mayoritas) bertani seperti menanam bibit padi. Tak terkecuali bagi guru ngaji. 

Dan apabila memasuki musim panen padi, semua masyarakat (pedesaan di Madura khususnya) bergotong royong untuk ngarit padi. Dan guru ngaji, biasanya menyuruh atau meminta bantuan kepada warga di sekitarnya untuk mengarit padinya ketika memasuki musim panen padi telah tiba. Perlu diketahui, bahwa bantuan yang diminta oleh guru ngaji itu bukan dengan pendekatan secara paksa. Yang tidak sibuk, ya mari. Jika ada keperluan yang sifatnya lebih fundamental dan urgensi, lalu tidak bisa membantunya karena waktunya bersamaan dengan keperluan pribadinya misalkan, ya, tidak mengapa.

Akan tetapi, orang Madura sangat menjunjung tinggi tengka, tata krama, adab, ngabdi, dan ngalap berkah. Dan orang Madura, memiliki etos yang cukup tinggi tentang bagaimana caranya membalas sebuah keberkahan itu sendiri.

Guru ngaji yang tidak meminta bantuan kepada warga setempat untuk ngarit padinya sekalipun, bahkan dalam tanda kutip guru ngaji tersebut sengaja tidak memberitahukan kepada warga karena beranggapan takut mengganggu aktivitas mereka lantaran ngarit padi di sawahnya, maka masyarakat atau warga sudah (lazim) bertanya-tanya: kapan padi beliau (guru ngaji) akan diarit. Hari apa dan jam berapa.

Baca juga:  Dolanan Jawa: La’bun dan Lahwun

Namun, umat perlu tahu. Bahwa sebesar apa pun kepentingan warga itu, bagi orang Madura, jika mendengar guru ngaji besok akan ngarit padi, maka orang Madura seringkali menggagalkan keperluan atau pekerjaan pribadinya. Atau, ketika orang itu secara totalitas pekerjaannya memang sangat tidak boleh ditinggalkan, orang itu akan menyuruh pasangannya (istri atau suami), kerabatnya dan keluarga yang lainnya untuk membantu guru ngaji yang mau ngarit padi itu. Dengan kata lain, menjadi wakilnya.

Jika mereka (dalam satu rumah tangga) tidak membantu guru ngaji ketika beliau punya pekerjaan yang sifatnya sangat perlu untuk dibantu, termasuk ngarit padi, maka mereka akan kepikiran.

Hal itu bukan tanpa alasan. Sebab, orang Madura sadar betul kalau guru ngaji adalah guru tulang, darah dan daging. Tulang, darah dan daging adalah bahan pokok yang amat berarti dan tidak bisa dipisahkan dalam diri manusia. Tak terkecuali bagi manusia di Madura.

Artinya apa? Orang Madura menyadari betul kalau jasa guru ngaji itu jelas tidak ada duanya. Sebab waktu kecil, di mana ketika mereka dan anaknya yang kala itu masih buta huruf alias tidak tahu mengeja alquran, dan belum bisa membedakan mana huruf “alif” dengan huruf hijaiyah yang lainnya, sehingga akhirnya mereka bisa tahu hingga mahir membaca alquran serta hafal dan paham doa-doa salat dan doa-doa lainnya yang tercantum dalam syariat Islam, itu semua karena berkat kekonsistenan guru ngaji dalam mengajar dan terus membimbingnya.

Baca juga:  145 Tahun Boen Hian Tong; Belajar Berindonesia dan Keberagaman di Rasa Dharma

Maka atas dasar itulah, mereka merasa punya hutang budi yang sangat besar kepada guru ngajinya. Dan bagi orang-orang yang tinggal di Pulau Garam ini, maka salah satu bentuk membalas kebaikan guru ngaji tersebut, ya dengan cara yang cukup sederhana namun sangat ikhlas dalam melakukannya. Seperti halnya membantu me-ngarit-kan padi guru ngaji ketika musim panen telah tiba pada waktunya.

Rasa lelah atau capek dan peluh keringat yang bercucuran deras lantaran mengangkut atau memikul padi di pundaknya, jelas tidak sebanding dengan kesabaran, konsistensi dan susah payah guru ngaji dalam membimbing dan memberi sebuah artikulasi bacaan alquran dan doa-doa kepada mereka dan anaknya untuk bisa mahir membaca alquran dengan baik dan benar. Itu secara spesifik.

Sementara secara komprehensif, peran guru ngaji jelas bukan sekadar mengajarkan bagaimana agar bisa membaca alquran dengan baik dan benar sesuai ilmu tajwid.

Melainkan juga mengajarkan tentang doa wudhu’ dan salat beserta cara-caranya, tentang cara mensucikan najis, tentang mensucikan diri dari hadas kecil maupun besar dan masih banyak lagi. Dan hal itu, tentu saja sesuai ajaran Islam. Dan mengajarkan hal-hal yang sifatnya demikian, jelas bukan perkara yang mudah untuk disampaikan agar timbul sebuah pemahaman. Akan tetapi, guru ngaji mampu menyampaikannya dengan cukup elok hingga mereka paham, tentunya.

Baca juga:  Modin; Kiai Kampung di Tengah Tradisi dan Birokrasi

Dan yang mesti kita renungkan adalah, itu semua harus dilakukan dengan cara sabar dan penuh keikhlasan, agar apa yang telah disampaikannya benar-benar menusuk ke lubuk hati murid-muridnya dan berbekas menjadi sebuah ilmu pengetahuan yang bermanfaat. Dan guru ngaji, berhasil melakukan hal yang cukup sulit itu. Dan orang Madura, sangat menyadari betul hal tersebut.

Dan adanya kesadaran itulah, orang Madura tidak bisa abai dari guru ngajinya. Termasuk perihal membantunya. Membantu guru ngajinya me-ngarit-kan padinya ketika musim panen padi telah tiba, salah satunya.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
2
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top