Pesatnya perkembangan zaman, tentu akan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan. Seperti ekonomi, pendidikan, sosial dan lain sebagainya. Pergeseran media pemasaran yang awalnya tradisional dengan cara membangun komunikasi persuasif antara produsen kepada konsumen, perlahan berkembang menggunakan media iklan di layar tv (media massa). Media iklan dianggap sangat efektif sebagai media promosi produk yang dimiliki oleh perusahaan.
Dengan menggunakan media iklan ini, maka akan sangat mempermudah khalayak umum mengenal produk yang dipasarkan. Akan tetapi, tak jarang imej yang dibangun oleh iklan terkadang menjadi sebuah legitimasi hegemoni budaya patriarki ( bias gender). Sehingga hal ini, iklan menjadi peneguh megenai subordinasi kemaskulinan laki-laki terhadap perempuan.
Perempuan adalah sosok yang dipenuhi dengan keindahan, keunikan dan keistimewaan, akan tetapi di balik ini semua perempuan kerap kali mengalami ketidak adilan atau kita sebut dengan bias gender.
Walaupun telah merdeka berabad-abad tahun yang lalu posisi perempuan sampai hari ini masih mengalami bias gender. Bias gender adalah suatu bentuk ketidakadilan antara laki-laki dan perempuan. Hal ini dapat dibuktikan bagaimana media iklan membangun imej kepada masyarakat. Yakni dengan membangun stereotip bias gender, seperti contoh media iklan “Daia clean and fresh”. Pada iklan tersebut mengambarkan sosok perempuan yang bergerak pada ruang domestik. Sehingga iklan tersebut secara tidak langsung membangun imej kepada masyarakat bahwa sosok perempuan hanya berkutat pada ruang domestik bukan di ranah publik layaknya laki- laki.
Maka sudah seharusnya media iklan memperhatikan dengan baik bagaimana membangun imaej kepada masyarakat luas terhadap produk yang akan di pasarkan. Jangan sampai membangun image bias gender, mengapa ? agar sejarah kelam sebelum pra Islam tidak terulang kembali.
Pada masa pra Islam posisi perempuan sangatlah tidak manusiawi, sosok perempuan kerap kali mengalami ketidak adilan, diperlakukan semena-mena dan kerap kali perempuan terus terdogma oleh adagium yang mengikatnya yakni, masak, manak dan macak. Seakan-akan sosok perempuan adalah suatu bencana besar pada zaman jahilayah kala itu.
Untuk menjadi perempuan ataupun laki-laki bukanlah suatu pilihan melainkan kodrat dari Allah SWT. Sejak Islam lahir posisi perempuan tidak mengalami bias gender. Perempuan diberlakukan dengan mulia oleh sosok banginda Nabi Muhammad SAW, sebagai salah satu manusia terkemuka sepanjang zaman. Perempuan pada masa itu sangat di hormati, dihargai dan bahkan dapat memperoleh haknya. Karena di dalam ajaran Islam tidak pernah mengajarkan marginalisasi antara laki – laki dan perempuan sebagaimana dalam firman Allah dalam Al Qur’an surat Al hujurat ayat 13 yang berbunyi :
” Hai manusia sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa diantara kamu”
Ayat di atas mengindikasikan bahwa prinsip ajaran Islam adalah egalitarian, yang artinya; di dalam Islam tidak diajarkan mengenai marginalisasi, subordinasi, dan penindasan baik terhadap kaum perempuan dan atau bidang lainnya seperti ras, agama budaya dan lain sebagainya. Baik laki- laki maupun perempuan memiliki hak yang sama dan kewajiban yang sama, baik dalam domestik maupun publik. Yang membedakan diantara keduanya adalah ketaqwaannya kepada Allah SWT.
Representasi iklan yang memperkuat bias gender, menjadi salah satu hal yang sangat penting untuk diperhatikan dan perlunya sosialisasi gender terhadap masyarakat luas. Hal ini dilakukan untuk menimalisir kesalahpahaman dalam kesetaraan gender.