Ibadah yang dilaksanakan dengan tanpa pretensi untuk dipamer-pamerkan, yang dilaksanakan sebagai wujud kehambaan yang tulus kepada Gusti Ingkang Murbeng Dumadi; ibadah yang jauh dari debur politisasi yang kerap “ngedap-ngedapi” dan kadang memekakkan “telinga ruhani” kita – – ibadah yang seperti itu sangat sangat mengharukan.
Di sanalah tercermin keindahan Islam, curahan rahmat ilahiah. Di situlah kita benar-benar melihat perwujudan dari “momen rohani”. Seperti tergambar dalam foto di bawah ini.
Foto dalam catatan pendek ini dijepret secara “candid” oleh wartawan AP, Muhammad Muheisin, dari Pakistan. Yang tampak di gambar ini adalah seorang penggembala kambing dari Pakistan yang sedang salat Asar di tengah-tengah ladang.
Di tengah kesedihan membaca hamburan berita penembakan jamaah dua masjid di New Zealand kemaren, gambar ini memberikan sedikit “takziyah” atau hiburan bagi saya.
Dalam gambar ini, saya menemukan kalimat indah yang konon pernah diucapkan oleh Imam Ghazali: Allahumma imanan ka iman al-dhu’afa’; Ya Tuhan, berilah aku iman yang sederhana seperti imannya orang-orang lemah itu.
Pada momen-momen semacam inilah kita justru melihat bahwa Islam itu indah. Indah bukan karena gebyar syiar yang sarat politisasi, melainkan keindahan yang terbit justru dari kesederhanaan.
اللهم إيمنا كإيمان الضعفاء .
Saya pernah membaca tulisan dari Bapak Ulil yang intinya Bapak Ulil mengkritik ibu-ibu yang Salat di sebuah Bandara. Yang saya pahami dari tulisan tersebut, begini tidak layak sholat di sembarang tempat (di bandara).
Sedangkan pada tulisan ini Bapak Ulil (yang saya pahami) mengapresiasi orang Salat di tempat penggembalaan.