Syihabul Umam
Penulis Kolom

Alumnus Ponpes Amtsilati Jepara, RUA Sampang, Nurul Cholil Bangkalan, dan Lirboyo Kediri

Jika Perempuan Harus Menutup Wajah, Mengapa Lelaki Harus Menundukkan Pandangan

Perempuan kerap dipandang sebelah mata dan bahkan banyak yang menjadikannya objek pelampiasan nafsu belaka atau objek untuk dibicarakan dan dikuliti. Ironis ketika perlakuan itu dilatarbelakangi tafsir ayat-ayat yang dipilih dan dipilah sendiri. Agama menjadi pembenaran atas perlakuan itu.

Sulit untuk menolak pemikiran dan perlakuan tidak adil kepada perempuan jika tidak sama-sama memahami ayat-ayat Alquran dan Hadis. Kurangnya pendalaman tersebut kerap membuat kaku dalam pemahaman, karena cenderung enggan menerima adanya perbedaan pendapat serta takwil dalam mengupas makna Alquran dan Hadis.

Di antara misi hadirnya agama Islam di tengah umat manusia ialah menghilangkan adanya diskriminasi, kekerasan, dan pelecehan terhadap perempuan. Islam sangat lantang dalam menyuarakan kehormatan serta kemuliaan perempuan.

Itu semua terlihat ketika Islam mengumpamakan perempuan bagaikan pakaian yang menutupi kekurangan pria,  ratu yang harus dihormati, perhiasan yang paling indah, serta perumpamaan-perumpamaan lainnya yang menyatakan bahwa perempuan adalah sosok yang sangat berharga, bermartabat, serta mulia.

Berbicara tentang kemuliaan perempuan, apa sajakah kriterianya?  Sesuatu akan dihargai mahal karena unsur-unsur tertentu. Begitu pun perempuan mulia, tentunya memiliki kriteria-kriteria yang membedakan dengan yang lain, memiliki kelebihan bahkan dibandingkan dengan laki-laki. Dalam hal ini, kemuliaan menjadi universal dan tidak bias jender.

Baca juga:  Sayidah Khadijah, Teladan Kaum Perempuan Pekerja

Dalam agama Islam, perempuan akan dikatagorikan mulia, terhormat,  dan menjadi idaman, jika ia sesuai dengan apa yang ditetapkan syariat, tanpa mengeliminasi kedirian dan keunikannya sebagai perempuan. Ada sangat banyak ayat dan Hadis yang menjelaskan tentang kriteria perempuan idaman, di antaranya adalah:

“خَيْرُ النِّسَاءِ الَّتِي إِذَا نَظَرْتَ إِلَيْهَا سَرَّتْكَ، وَإِذَا أَمَرْتَهَا أَطَاعَتْكَ، وَإِذَا غِبْتَ عَنْهَا حَفِظَتْكَ فِي مَالِكَ وَنَفْسِهَا”،

Artinya : “Sebaik baik perempuan ialah ia yang tatkala engkau memandangnya maka engkau akan bahagia, tatkala engkau memberinya perintah ia menaatinya, tatkala engkau jauh darinya ia mampu menjaga hartamu serta dirinya.”

Dari Hadis di atas bisa dipahami bahwa di antara kriteria perempuan yang baik ialah ia yang bisa membahagiakan pria, meski hanya dengan dipandangi saja. Jika demikian, maka sangat tidak pas jikalau wanita diharuskan menutupi wajahnya, sebab bagaimana bisa lelaki mengetahui apakah ia mampu membahagiakan meski hanya dengan dipandang saja?

Terlepas dari adanya ulama yang mewajibkan wanita menutup wajahnya sebab alasan dapat membangkitkan syahwat, seharusnya harus diperhatikan pula adanya madlarat terkait penutup wajah dalam aktivitas keseharian wanita.

Di era globalisasi ini, aktivitas perempuan bukan lagi hanya sekedar dapur, kasur, sumur, namun lebih dari itu saja. Perempuan juga sangat berperan dalam segala kegiatan yang ada saat ini, ketika hampir semua aktivitas yang harus ia jalani membutuhkan adanya identitas jelas. Hal itu menuntut agar wajah perempuan selalu terbuka agar tidak ada kesalahpahaman yang pada akhirnya menimbulkan kamadlorotan.

Baca juga:  Wanita Penyebab Pengangguran?

Belum lagi terkait interaksi global yang makin rumit. Berbagai persoalan transnasional membutuhkan identitas. Ditambah isu-isu radikalisme dan terorisme membuat orang mudah curiga. Ketika kita harus pergi ke bandara, misalnya, tidak mungkin kita menolak jika petugas meminta perempuan bercadar untuk melepas cadarnya, bukan? Jika menolak, berarti melanggar aturan keimigrasian internasional. Bahkan di sejumlah bandara, perempuan berjilbab diminta masuk ke ruangan dan membuka jilbabnya untuk pemeriksaan.

Jika keharaman memperlihatkan wajah dibebankan kepada perempuan karena alasan membangkitkan syahwat, hal itu sangat tidak relevan, mengingat  di sisi lain Allah SWT telah memerintahkan lelaki agar menundukkan pandangannya supaya tidak terpancing oleh kecantikan wanita. Ada konsep mubadalah atau kesalingan dalam hal ini.

Jika perempuan diharuskan menutupi wajahnya, mengapa lelaki diharuskan menundukkan pandangan? Saya laki-laki,  maka saya bertanya. Maka, sepatutnyalah narasi-narasi dan kampanye-kampanye yang beredar di media sosial bisa dibalik. Wahai para lelaki (nunjuk diri sendiri juga), tundukkan pandanganmu. (SI)

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
1
Terinspirasi
2
Terkejut
2
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top