Farglory Ocean Park di Hualien Taiwan barangkali mirip dengan Taman Impian Jaya Ancol di Jakarta. Satu wahana rekreasi keluarga yang menyuguhkan beragam atraksi seperti lumba-lumba menghitung angka, singa laut menari, biduan menyanyi, dan badut melempar bola. Ketika saya diajak ke objek wisata itu, sejenak jadi bengong. Menonton singa laut? Itu memori sepuluh tahun lalu, berlibur akhir pekan bersama anak balita saya ke Ancol.
Memori lagi. Perjalanan sepekan ke Taiwan dari tanggal 22-28 Juli 2019 ini memang serba membangkitkan kenangan. Namun, tontonan singa laut pada tanggal 24 Juli ini tentu berbeda, karena semua pawang dan pembawa acara berbicara sangat cepat, dengan bahasa China pula.
Ketika penonton tertawa, saya ikut tertawa, biar dikira paham. Beruntung di sebelah saya ada Kelly dari Biro Wisata Taiwan di Kuala Lumpur Malaysia, yang menjelaskan sedikit dengan bahasa Melayu. Ya, sedikit lebih pahamlah. Lagipula, atraksi singa laut adalah atraksi visual, misalnya singa main basket, singa bertepuk tangan, singa ngambek, singa meluncur ke kolam. Jadi seandainya telinga ditutup pun, kita paham.
Wahana keceh (bermain-main dengan air, bahasa Jawa) memang mengulik naluri kanak-kanak kita. “Diobok-obok airnya diobok-obok….,” kata penyanyi cilik era 90-an, Joshua. Maka itu di banyak daerah di banyak negara, tempat wisata taman bermain yang ada airnya, selalu ramai pengunjung. Di Universal Studios, Fox Studios, atau Disneyland, misalnya, wisata wahana air itu ada.
Kebetulan yang asyik di Farglory Ocean Park siang itu. Kami, beberapa wartawan dan blogger dari Indonesia, pas mendapatkan momen menikmati tarian samba. Program Festival Samba pada musim panas 2019 ini disambut hangat warga, yang telah membeli tiket seharga 890 NT (untuk umum), 590 NY (usia 7-12 tahun), dan 390 NT (penyandang disabilitas, anak-anak di bawah tujuh tahun, lansia). Satu NT saat ini sekitar Rp 450.
Manajer Marketing Farglory Ocean Park, Jason Huang, menyebutkan beberapa tips agar pengunjung mau terus datang membawa keluarga ke wahana ini. Salah satunya adalah membuat program terencana saban musim, yang harus variatif, ya seperti Festival Samba ini. Untuk musim dingin, programnya disesuaikan.
Jumlah pengunjung di taman laut yang baru dibangun pada tahun 2003 ini rata-rata 1.600 orang per hari, dan hanya 3 persen wisatawan asing. Huang merasa senang dikunjungi media asing. Pekan lalu juga datang media dari Korea.
“Kami membutuhkan masukan, dibandingkan dengan wisata yang seperti ini di negara lain. Wisatawan dari Asia Tenggara kebanyakan dari Filipina, Singapura, Malaysia, dan Thailand. Dari Indonesia masih kurang. Oleh karena ini kami sedang mengusahakan sertifikasi halal agar turis dari Indonesia, juga Timur Tengah, mau datang,” jelas Huang.
Ngopi di Starbucks Kontainer
Usai disembur-sembur air oleh para penari samba di Farglory Ocean Park, yang mengakibatkan baju basah, rasanya sangat ingin minum kopi di kedai. Namun, karena azan magrib sebentar lagi terdengar melalui telepon seluler Jajeli Rois, wartawan Jatim Now, minum kopinya cukup di kamar Hotel Farglory saja.
Esok hari, kami sudah merencanakan untuk ngopi di Starbucks Kontainer yang ngehits itu, di kota kecil Ji-an, masih di wilayah Hualien. Kedai kopi Starbucks ini memang berbeda karena berada di dalam tumpukan kontainer, yang menjadi heboh karena berada di satu kota kecil yang tidak terlalu riuh di Hualien.
Kedai Starbucks di Taiwan yang dibuka pada tahun 2018 ini juga dilengkapi dengan fasilitas drive-thru. Meski kemunculan Starbucks Kontainer ini terbilang baru namun sangat menghebohkan karena membutuhkan 29 kontainer yang kemudian ditata sedemikian rupa. Luasnya mencapai lebih dari 3.400 meter persegi, persis di luar Mal Hualien Bay. Arsiteknya dari Jepang, Kengo Kuma.
Starbucks dari tumpukan kontainer ini bukan yang pertama dibangun. Starbucks telah membangun 45 kedai dengan kontainer di Amerika Serikat, dan yang pertama dibangun adalah Starbucks drive-thru di Tukwala Washington pada tahun 2011. Starbucks di Northglenn Colorado juga menggunakan kontainer. Starbucks kontainer di Seattle juga keren.
Dengan menggunakan kontainer sebagai toko, Starbucks telah menorehkan jejak sebagai perusahaan yang ramah lingkungan, citra yang (kadang-kadang) berkebalikan dengan pembangunan gedung-gedung baru.
Padahal, “rumah kontainer” sebetulnya bukan sesuatu yang baru. Lihat saja kantor-kantor di dekat pelabuhan peti kemas atau di hanggar-hanggar Bea Cukai, seperti di Tanjung Priok Jakarta. Beberapa kantor kontainer dibikin memanjang dan bertingkat, biasanya empat sampai lima kontainer. Tapi desain untuk Starbucks tentu beda, tidak asal tumpuk.