“Tak ada lebaran tanpa perjuangan,” demikianlah kurang lebih pesan Soekarno dalam tulisan seruannya mengenai Lebaran tahun 1362 H yang dimuat di Majalah M.I.A.I. (Majlis Islam A’la Indonesia), edisi 1 Oktober 1943.
Soekarno tidak menyebut dengan jelas konteks tulisannya yang berjudul “Lebaran-Peperangan” itu. Dia hanya menyebut, “Inilah Lebaran-diwaktoe-perang jang kedua” (inilah Lebaran di waktu perang yang kedua). Kemungkinan besar maksudnya adalah Perang Dunia II (1939-1945) di Asia Pasifik.
Berbagai sumber historis menyebut perang itu dengan Perang Asia Timur Raya. Dalam perang tersebut Jepang berhasil menyerang Blok Sekutu. Jepang juga berhasil menyerang Pearl Harbour, pangkalan Angkatan Laut Amerika di Hawai tahun 1941. Imbasnya, pada 1943 Jepang mulai menjajah Indonesia dengan sangat kejam.
“Peperangan makin memoentjak! Kita menghadapi elimaznja (memoentjaknja) peperangan sekarang ini! Insjafkah kita akan arti Lebaran kita itoe?”, tulis Soekarno dengan menggebu-gebu sebagaimana retorika lisannya yang selalu berapi-api.
Merujuk ulang pada sebuah pidatonya di radio pada 15 September 1943, mengutip Alqur’an surat asy-Syarh (94) ayat 5 beliau berusaha memaknai perang dan penderitaan serta harapan akan kemenangan. “Saja katakan, bahwa tiada satoe bangsa yang tidak menderita dimasa perang, dan bahwa tiada bangsa mentjapai kemenangan, kalau tiada tahan-menderita. INNAMA’AL OESRI JOESRA, –kebahagiaan sesoedah kesoesahan!” (ejaan, tanda baca, huruf kapital dan huruf miring seperti naskah aslinya).
Apa kaitan seruan Soekarno tersebut dengan Lebaran?
Lanjutnya, “Kita haroes merajakan Lebaran sekarang ini didalam semangat tahan-menderita itoelah! Satu boalan kita berpuasa! MELATIH DIRI TAHAN-MENDERITA! Marilah kita hadapi ,,tahoen jang baroe” ini sebagai satoe bangsa, jang benar-benar berlatih tahan-menderita didalam boelan Ramadhan.”
Di sini menarik mencermati bagaimana Soekarno mengkonstruksi pada satu sisi puasa sebagai penderitaan dan pada satu sisi lain Lebaran atau kemerdekaan sebagai buah hasil dari penderitaan atau perjuangan.
Di akhir tulisannya Sokarno menulis, “Maka kemenangan-achir pasti dipihak kita!”
Refleksinya, Lebaran bagi kita mungkin bukan hanya kemenangan dari satu bulan berpuasa, tapi kemenangan atas perjuangan dari apa yang kita hidupi selama satu tahun belakangan ini.
Selamat berlebaran, selamat memetik hasil perjuangan, apapun capaian kita! Semoga kita diberi kekuatan untuk melanjutkan perjuangan kehidupan kita di masa depan.