“Seandainya menyembah sesama manusia diperbolehkan oleh tuhan, aku tak pernah ragu untuk menyembah ibu. Karena sosok ibu memang sedemikian agung. Manifestasi tuhan dalam kehidupan kita semua”
-Rae Wellmina-
Wujud kerinduan dalam diri seseorang sangat banyak variasinya, seperti seorang Rae Wellmina yang merindukan dirinya sendiri dengan menyendiri Bersama buku-bukunya. “Saat aku melarutkan diri dalam kekosongan dan kesunyian. Aku dapat mesra bercengkrama dengan diriku sendiri. Tanpa terganggu oleh kehadiran orang lain dalam benak dan otak, hingga yang tersisa hanya aku dan keheningan, itulah me time bagiku” (hal. 68).
Memahami Diri
Rae Wellmina dalam buku embun kerinduan menghadirkan refleksi pemahaman diri yang belum umum dilakukan khalayak. Seperti menyendiri, membaca buku dan menulis buku agar bisa merefleksikan kesunyiannya bersama buku-buku tersebut. Di buku ini Rae mencari dirinya dengan berbagai cara seperti mencari diri di masa lalu, sehingga menimbulkan pemaafan dan impian serta kerinduan pada diri.
Melihat diri di masa lalu adalah salah satu upaya mengenal diri, bagi sebagaian orang masalalu adalah spion masa depan, dimana dengan masa lalu tersebut manusia-manusia banyak belajar tentang kesalahan dan cenderung tidak mengulanginya. Rae mengajak secara tidak langsung pembaca untuk memaafkan dan berterimakasih kepada dirinya di masa lalu, tidak hanya dijadikan untuk buku saku (pemanfaatan) masa depan.
Rae sangat menekankan untuk mengenali diri sendiri terlebih dahulu dalam buku ini, Rae menulis “hampir semua orang tiap saat merajut hasrat untuk memiliki barang ini dan itu dalam hidupnya (termasuk diriku tentunya). Namun tak banyak orang menyadari kebutuhan mengenali dirinya sendiri, memiliki kehidupannya sendiri. Tanpa mengenal diri sendiri, aku hanya terus-terusan mendustai diri, tentang menjadi siapa dan bagimana aku harus menjalani hidup yang sekali ini”. Jika masih belum menemukan diri, cobalah untuk melihat keagungan tuhan dalam diri seorang ibu.
Keagungan Seorang Ibu
Buku ini menghancurkan hatiku tanpa patah hati, bagaimana tidak narasi yang ditulis oleh Rae tentang seorang ibu sangat tajam. Kita sering mendengar ungkapan Nabi ketika ditanya tentang siapa yang harus di hormati?
Lalu nabi menjawab “ibumu”
“Lalu siapa lagi nabi?”
“Ibumu”
“Setelah itu siapa lagi nabi?”
“Ibumu”
“Setelah itu nabi?”
“Ayahmu”.
Dialog diatas menjelaskan betapa sangat mulianya seorang ibu, bahkan kecintaannya kepada anak-anaknya. Bahkan di dunia ini tidak ada cinta yang mendekati kesempuranaan cinta manusia dari pada kecintaan seorang ibu pada anaknya.
Rae menulis bab ibu dengan penuh perasaan dan cukup berhasil membuat saya sebagai pembaca merasakan dingin dalam hati lalu mengingat ibu. Kemarahan para Nabi adalah kemarahan para ibu, kemarahan yang dipenuhi kasih sayang bagi anaknya (hal 38).
Beberapa kejadian, saya juga melihat status teman yang mengatakan “ibuku jimatku”, mencoba memahami hal tersebut, ternyata itu menandakan betapa keramatnya dan berharganya seorang ibu bagi anak-anaknya.
Beberapa tradisi dalam adat madura, sebagian orang mempercayai untuk meminum air bilasan telapak kaki ibu untuk meminta restu dan ridho serta keselamatan bagi anak-anaknya. Kepercayaan seperti itu di yakini dapat membuat anak yang meminumnya memiliki welas asih dan keberuntungan dalam menjalani kehidupan (hajat) karena ibunya telah ridho dan tuhan pun ridho atas apa yang akan dilalui sang anak tersebut.
Surga berada di telapak kaki ibu, begitulah kemuliaan seorang ibu yang dimana setiap orang memiliki cara unik dan khas untuk mengagungi seorang ibu. Jika ada bab tentang cinta mungkin akan ada dua yang pasti ditulis Rae, yaitu Ibunya dan Ibu dari anak-anaknya.
Judul : Embun Kerinduan; Refleksi Psikologis Menyelami Diri
Penulis : Rae Wellmina
Penerbit : Pataba Press
Cetak : Januari 2021
Tebal : 150 Halaman
ISBN : 978-602-560-408-9