Saidun Fiddaraini
Penulis Kolom

Lahir di Sumenep 22 Februari 1996, sempat nyantri di PP Nurul Jadid, Paiton, dan sekarang Tinggal di Kepulauan Kangean, Sumenep. Minat Kajian adalah keislaman dan filsafat.

Kisah Pilu Wafatnya Khalifah Utsman bin Affan

Utsman

Utsman bin Affan adalah khalifah (ketiga) umat Islam setelah Umar bin Khattab. Dia juga termasuk salah satu sahabat sekaligus menantu Rasulullah yang memiliki karakteristik unik di antara sahabat Nabi liannya. Kedermawanannya sangat memukau dan komitmennya terhadap perjuangan dalam menegakkan panji-panji Islam tak bisa diragukan lagi. Dia adalah ikon penting dalam perkembangan dan kemajuan Islam yang pernah dimiliki oleh umat Islam di masanya.

Dalam salah satu riwayat disebutkan, bahwa ia pernah menyumbangkan hartanya 10.000 dinar yang diserahkan langsung kepada Rasulullah saw. untuk kepentingan perang. Rasulullah pun berkata “Apa yang diperbuat oleh Utsman pada hari ini, ia tidak akan merugi (di akhirat).”

Bahkan, tatkala orang-orang membutuhkan air untuk kepentingan diri dan hewan ternaknya, ia membeli sumber mata air di rumah orang Yahudi dan diwakafkan untuk umum seharga 20.000 dirham. Wajar, di kalangan bangsa Arab Utsman tergolong konglomerat (orang kaya). Akan tetapi yang menarik dari dia, adalah perilakunya yang sederhana tak seperti orang kaya lain.

Pada masa pemerintahannya, Utsman sebagai seorang pemimpin dapat menunjukkan wajah Islam pada era paling cemerlang dari periode Islam sebagai negara setelah Khalifah Umar. Syariat Islam (diterapkan) secara penuh pada masa itu. Artinya, di ‘tangan’ Utsman Islam mencapai puncak kejayaan dan menjadi contoh ideal tentang Islam sebagai negara. Kendati demikian, tak bisa dipungkiri bahwa setiap pemerintahan tentu terdapat gejolak. Begitupun pada masa pemerintahan Utsman bin Affan.

Baca juga:  Kota Islam yang Terlupakan (9): Bukhara, Kota Perawi Hadis hingga Saintis

Selama pemerintahannya, pelbagai peristiwa politik mulai bermunculan bahkan mengundang polemik di antara para sahabat Nabi. Kebijakan Utsman dinilai tidak populis dan menuai kontroversi. Tak ayal, pemerintahan Utsman menjadi tidak efektif dan banyak mendapat kritik dari kalangan sahabatnya sendiri perihal kebijakan yang oleh mereka dianggap ‘berbau’ nepotisme.

Polemik yang terjadi terus bergulir hingga mencapai puncak, yakni terbunuhnya Khalifah Utsman bin Affan di tangan umat Islam sendiri. Pada saat itu beberapa umat Islam bersepakat untuk memberontak dan mengepung rumahnya. Ironis, terbunuhnya Utsman dianggap telah melegakan hati sebagian umat Islam. Bahkan, permusuhan sebagian umat Islam atas peristiwa tersebut terus berlanjut setelah kematian Utsman.

Al-Thabari misalnya, dalam kitab Tarikh al-Umam wa al-Muluk, menyatakan: “Mayat Utsman harus bertahan dua malam karena tidak dapat dikuburkan. Ia ditandu empat orang, yaitu Hakim bin Hizam, Jubair bin Math’am, Niyar bin Makram, dan Abu Jahm bin Huzaifah. Ketika ia disemayamkan untuk disalatkan, datanglah sekelompok orang Anshar yang melarang mereka untuk menyalatkan. Di situ ada Aslam bin Aus bin Bajrah as-Saidi dan Abu Hayyah al-Mazini. Mereka juga melarang untuk dimakamkan di pekuburan Baqi’.

Abu Jahm lalu berkata: “Makamkanlah ia karena Rasulullah dan para malaikat telah bersalawat atasnya.” Akan tetapi, mereka menolak; “Tidak, ia selamanya tidak akan dimakamkan di kuburan orang Islam. Lalu mereka memakamkan di Hisy Kaukab (sebuah areal pekuburan Yahudi). Baru tatkala Bani Umayyah berkuasa, mereka memasukkan areal pekuburan Yahudi itu ke dalam kompleks Baqi. ”

Baca juga:  Tangisan Umar Ketika Rasulullah Meninggal

Dalam riwayat lain dijelaskan, ketika mayat Utsman berada di sebuah pintu, Umair bin Dzabi’i datang meludahi, lalu ia mematahkan salah satu persendiannya. Dalam riwayat lain pula dikatakan, tatkala prosesi penguburan di Hisy Kaukab berlangsung, orang-orang Islam melempari dengan batu sampai-sampai para penandu mesti berlindung di sebuah tembok. Di samping tembok itulah ia kemudian dimakamkan.

Demikian, Khalifah Utsman bin Affan dibunuh oleh orang Islam sendiri. Sanak-famili sahabat Utsman tak dapat memakamkan sampai dua malam. Baru pada hari ketiga mereka dapat memakamkan di pemakaman orang-orang Yahudi, karena jenazahnya tidak diperkenankan dikuburkan di pemakaman umat Islam. Perlakuan semacam ini, sangat tidak lazim bagi umat Islam.

Kemudian yang menjadi pertanyaan: kemarahan seperti apakah yang membuat mereka harus tetap menyerang dan memusuhi seorang pemimpin walau dia tinggal jasad tanpa nyawa nan tak berdaya? Mereka seakan tak mengindahkan kenyataan bahwa Utsman termasuk jajaran orang yang pertama masuk Islam, dia juga termasuk salah seorang sahabat Nabi yang menurut riwayat, telah dijamin masuk surga. Mereka telah melupakan bahwa dia merupakan suami dari salah seorang putri Nabi. Seakan sahabat Utsman diposisikan sebagai orang paling hina dan paling sial di antara umat Islam.

Sumber

Farag Fouda, Al-Haqiqah al-Ghaibah, Terjemah. Kebenaran Yang Hilang Sisi Kelam Praktik Politik dan Kekuasaan dalam Sejarah Kaum Muslim, (oleh Democracy Project Yayasan Abad Demokrasi: Jakarta 2008)

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
2
Ingin Tahu
2
Senang
2
Terhibur
4
Terinspirasi
2
Terkejut
3
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top