Belum lama ini kita mendengar ada film islami yang berhasil merambah pasar Amerika Serikat. Film animasi yang berjudul Bilal, a New Breed of Hero adalah alternatif film bertema hero atau pahlawan bagi anak-anak dan remaja muslim. Film produksi Barajoun Enterteinment Dubai itu diinspirasi oleh kisah sahabat Nabi Muhammad SAW, Bilal Ibnu Rabah.
Trailer film Bilal: A New Breed of Hero dirilis di bioskop-bioskop AS pada 15 Januari 2018, bertepatan dengan Hari Martin Luther King Jr. Hari itu dipilih karena pesan yang ditampilkan dalam film ini dinilai sejalan dengan perjuangan Martin Luther King untuk membangkitkan kaumnya dari penindasan dan diskriminasi rasial. Film itu tentunya telah melewati serangkaian kurasi sehingga bisa masuk ke pasar AS, selain juga karena faktor kekuatan modal.
Bilal: a New Breed of Hero tidak menceritakan sosok pahlawan yang dapat terbang , mempunyai senjata mutakhir, atau memanjat selayaknya laba-laba. Bilal terasa lebih manusiawi karena kekuatan yang ia punya terletak di dalam keteguhan hatinya.
Bilal yang digambarkan sebagai manusia biasa juga mengalami perlakuan buruk di masa lalunya sebagai budak. Lalu dengan keteguhan hatinya ia bangkit dan menyerukan tentang kesetaraan. Kesadaran untuk bangkit dan merdeka itulah yang menginspirasinya untuk membantu banyak orang.
Penyelamat kaum tertindas
Film-film Barat yang bertema pahlawan rekaan memang disukai oleh berbagai kalangan, baik anak, remaja, maupun dewasa, sebut saja film-film bikinan Marvel dan DC yang memunculkan Superman, Batman, Spiderman, Captain America, Thor, Wonder Woman, dan terakhir ada Black Panther yang mencuri perhatian pemirsa. Masuk akal, karena para pahlawan itu selalu hadir untuk menyelamatkan sekelompok manusia yang tertindas atau terancam.
Umumnya, musuh yang dimunculkan dalam film pahlawan Barat adalah musuh level dunia, baik itu alien, wabah, atau makhluk dari bumi yang mengancam umat manusia. Dengan perasaan terancam yang dirasakan oleh seluruh umat manusia ini, anak-anak akan menangkap bahwa pahlawan itu adalah pahlawan bagi seluruh dunia karena mereka juga merasa ikut ‘diselamatkan.’
Jika kita tidak mengadaptasi konstruksi berfikir ala film pahlawan Barat, maka film pahlawan Islam di tanah air tentu hanya akan menjadi konsumsi bangsa Indonesia sendiri. Jika ingin mendunia, maka harus ada penyesuaian alur cerita, contohnya dalam film itu dimunculkan musuh bersama yang akan mengancam eksistensi perdamaian dunia, atau mengancam nilai-nilai kemanusiaan di dunia. Sehingga alur itu bisa diterima oleh masyarakat di Indonesia dan negara lain.
Seringkali tokoh-tokoh pahlawan Barat menginspirasi orang-orang, terutama anak-anak untuk menjadikannya sebagai tokoh idola. Hal ini bisa dilihat dari pernak-pernik sekolah mereka, seperti tas, tempat pensil, sampul buku tulis sampai dekorasi kamar pun menggunakan gambar superhero Barat. Pesta ulang tahun anak-anak pun tak jarang menghadirkan tema superhero Barat untuk semakin memeriahkan acara.
Pahlawan nyata nusantara
Kehadiran tokoh superhero (pahlawan) Barat ke dalam imajinasi dan benak anak-anak tentu boleh-boleh saja. Akan tetapi, bukankah anak-anak –dalam hal ini anak-anak muslim- juga sebaiknya mengenal pahlawan dari tanah airnya sendiri? Apalagi sosoknya memang nyata. Jika sulit memunculkan sosok rekaan macam Superman, kita bisa mengambil sosok pahlawan lokal yang memang ada, atau pahlawan yang tercatat di dalam sejarah Islam seperti Bilal itu.
Anak-anak muslim lebih mengenal pahlawan rekaan dari Barat, karena kita juga selama ini kerap menceritakan pahlawan Islam “hanya” melalui ceramah-ceramah saja. Kita jarang memvisualisasikan pahlawan-pahlawan itu dalam bentuk film yang menjadikan tokoh tersebut terasa lebih hidup. Barangkali memang telah banyak visualisasi pahlawan Islam dari tanah air yang melalui media buku dan komik, namun alangkah lebih efektif jika kita membaca dan menyaksikannya dalam bentuk buku cerita, komik, dan film.
Film bertema pahlawan sebenarnya telah banyak diproduksi di tanah air. Kita mengenal kisah tokoh-tokoh pahlawan Islam yang kemudian diangkat ke layar lebar seperti Sang Pencerah (KH. Ahmad Dahlan), Sang Kiai (KH. Hasyim Asyari), HOS Cokroaminoto, dan lain sebagainya.
Saya pribadi mengharapkan kelak ada film bertema pahlawan Islam di tanah air, namun alur ceritanya dirancang sedemikian rupa agar dapat dimengerti anak-anak. Cerita film Bilal kemungkinan besar akan mudah diingat oleh anak-anak, karena visualisasi gambar dan suara yang memadai, juga alur cerita yang tidak terlalu ‘berat.’
Sebagai contoh, kisah perjuangan Diponegoro dalam mengusir penjajah akan menjadi pembelajaran berharga jika anak-anak kita dapat melesapkan nilai-nilai kepahlawanan Diponegoro ke dalam hatinya. Dengan visualisasi surban khas Diponegoro, baju putih dan kudanya. Atau Sunan Kalijaga dengan blangkon dan pakaian adat jawa.
Saya membayangkan jika anak-anak berulang tahun, mereka memilih tema-tema acaranya dengan pernak-pernik pahlawan Diponegoro, Sunan Kalijaga dan pahlawan-pahlawan lainnya. Atau lebih jauh lagi, mereka dapat mengaplikasikan nilai-nilai kearifan pahlawan Islam di tanah air dalam kehidupannya kelak.