Rizal Mubit
Penulis Kolom

Guru Ngaji di Kampung. Pengajar di Universitas Kiai Abdullah Faqih Manyar Gresik, Jawa Timur. Alumni Pusat Studi Qur'an Ciputat dan Pascasarjana IAIN Tulungagung prodi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir. Menulis sejumlah buku bertema keislaman. Peneliti Farabi Institute.

Hijrahnya Para Kekasih Allah (1): Bisyr Al-Hafi, Insaf Setelah Foya-Foya

Whatsapp Image 2021 06 01 At 23.02.26

Bisyr Al-Hafi adalah seorang ulama ahli di bidang hadis. Nama lengkapnya Bisyr bin al-Harits bin ‘Abdurrahman. Al-Hafi adalah julukan untuknya karena tak pernah memakai alas kaki ke mana pun dia pergi. Sebelumnya Bisyr Al-Hafi adalah seorang manusia biasa. Bukan keturunan ulama atau raja. Di masyarakat Bisyr muda dikenal sebagai orang kaya yang ahli maksiat. Bisa dibilang beliau adalah orang bergelimang harta yang sedang tersesat dalam jurang kemaksiatan.

Pada suatu malam, Bisyr dan koleganya sedang berpesta minuman keras disertai dengan penari dan penyanyi perempuan. Pesta semacam ini biasanya hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang berduit banyak. Sebab kalau tidak mana mungkin rumahnya mampu menampung banyak orang untuk berfoya-foya dengan mengundang penari dan penyanyi.

Pesta kemaksiatan ini sudah dilakukan berulang kali oleh Bisyr. Hingga pada pada malam itu, di sela-sela pesta, ada orang saleh yang kebetulan melewati depan rumahnya. Orang itu mengetuk pintu berulang kali. Hingga akhirnya seorang pembantu perempuan Bisyr keluar menyambutnya.

“Mbak saya mau tanya. Pemilik rumah ini orang yang merdeka atau seorang budak?” tanya orang itu.

“Dia seorang yang merdeka, Pak. Tak mungkin dia seorang budak.”

“Benar sekali, Mbak. Seandainya dia seorang budak, sudah tentu ia akan menjalankan ibadah sebgai seorang hamba dan meninggalkan foya-foya dan mabuk-mabukan.”

Baca juga:  Kisah Nabi Musa yang Merasa Paling Pandai

Bisyr yang sedang berada tak jauh pintu, mendengar percakapan pembantu dan tamu barunya. Dia langsung mendatangi pintu. Namun orang yang ingin dicarinya telah pergi.

“Siapa orang yang sedang bicara denganmu tadi, Mbak? Kemana dia pergi?”

Pembantu perempuannya menceritakan mengenai tamu dan obrolannya. “Dia sekarang pergi ke arah sana, Tuan.” Kata pembantu sambal menunjukkan arah.

Karena ingin mengejar orang tadi, Bisry berlari sampai lupa tak memakai alas kaki. Dia tak ingin kehilangan jejak tamu yang menarik perhatiannya.

Lelaki saleh tadi belum jauh sehingga terkejar oleh Bisyr. “Tuan, Benarkah engkau tadi yang berada di depan rumahku dan berbicara dengan pembantuku?”

Injih. Benar.”

“Bisakah engkau mengulang perkataanmu untukku tadi?” Lelaki saleh tadi mengulang perkatannya.

Bisyr lalu menggulingkan tubuhnya dan mengusap-usap pipinya ke tanah. “Jika demikian, benar katamu, Tuan. Aku bukan orang yang merdeka. Aku ini hanyalah seorang hamba. Ya. Aku seorang hamba.”

Sejak peristiwa itu, Bisyr memutuskan untuk menjadi seorang pengelana. Dia berkelana dengan bertelanjang kaki. Orang-orang pun menjulukinya sebagai si telanjang kaki.

Apabila ada yang bertanya mengapa dia selalu bertelanjang kaki, dia selalu menjawab, “Karena guruku membimbingku mencapai kesadaran saat aku sedang bertelanjang kaki. Aku akan terus bertelanjang kaki sampai ajalku tiba nanti.”

Baca juga:  Hikmah: Persaudaraan dalam Tarekat

Kisah ini ada dalam karya Ibnu Quddamah al-Maqdisi yang berisi tentang kisah orang-orang yang tobat atau yang masyhur dengan kitab at-Tawwabin. Kisah Bisyr Al-Hafi dalam kitab ini adalah versi yang berbeda dengan kisah pertobatannya yang ditulis oleh Fariduddin al-Attar di dalam buku Tadzkiratul Auliya.

Menurut versi Fariduddin al-Attar, Bisyr berjalan sempoyongan pada suatu malam. Di tengah jalan dia menemukan  kertas dengan tulisan lafal basmallah. Entah karena apa, dia menyimpan kertas itu di dalam rumahnya. Sebelum disimpan kertas itu diberikan wewangian yang sangat harum.

Dalam kesempatan yang berbeda, ada seorang wali yang bermimpi janggal. Dia bermimpi diminta oleh Allah untuk menyampaikan pesan kepada Bisyr. Pesannya adalah: “Karena kau telah mengharumkan nama-Ku, maka Aku  mengharumkan dirimu. Karena kau telah memuliakan nama-Ku, maka Aku juga memuliakan dirimu. Karena kau telah mensucikan nama-Ku, maka Aku juga telah mensucikan dirimu. Demi keagungan-Ku, Ku-harumkan namamu, sejak di dunia ini sampai di akhirat nanti.”

Mimpi tersebut dianggap janggal oleh wali karena Bisyr dikenal sebagai pemabuk. Mana mungkin seorang ahli maksiat mendapatkan pesan seperti itu.

“Barangkali mimpi ini keliru. Ini bukan mimpi yang benar.” batin wali tersebut. Akan tetapi mimpi itu berulang sampai tiga kali. Hingga akhirnya wali tersebut menemui Bisyr yang yang sedang berada di dalam pesta minuman keras.

Baca juga:  Wahsyi ibn Harb: Kisah Penuh Emosional Sebuah Pertaubatan

Tanpa perlu berpanjang lebar, wali itu menyampaikan pesan Allah yang didapatinya melalui mimpi. Bisyr pun  terguncang jiwanya sampai akhirnya dia insaf dengan sebenar-benarnya. Bisyr pun memutuskan untuk meninggalkan dunia gelapnya menuju dunia yang terang dengan mendalami ajaran Islam sampai akhirnya menjadi ulama yang diakui keilmuannya pada zamannya hingga saat ini. Dia juga menjadi orang yang sangat khusyuk dalam menyembah Allah. Bahkan saking asyiknya, Bisyr sampai menikmati segala jenis ibadahnya meskipun tanpa alas kaki.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
2
Ingin Tahu
0
Senang
2
Terhibur
0
Terinspirasi
3
Terkejut
0
Lihat Komentar (1)

Komentari

Scroll To Top