Lahir sekitar 1860-an. Tidak hanya masyarakat kota Banjarmasin yang mengetahui popularitas Habib Hamid bin Abbas Bahasyim, melainkan juga orang-orang dari luar kota Banjarmasin. Bahkan mereka yang berasal dari luar provinsi Kalimantan Selatan. Beliau populer disebut dengan Habib Basirih, yang kubahnya ada di Basirih dan sering, malah tiap hari diziarahi oleh masyarakat Kalimantan Selatan dan luar daerah. Mereka berdatangan ada yang menggunakan sepeda motor, mobil maupun kapal kelotok atau perahu motor.
Belum ditemukan data tentang kapan kelahiran Habib Hamid yang sebenarnya, namun beliau termasuk orang yang diberi umur panjang oleh Allah SWT. Sebab beliau meninggal dunia menghadap Ilahi pada tanggal 18 Jumadil Awwal 1949 dalam usia lebih dari tiga perempat abad, atau tepatnya kurang lebih 90 tahun.
Ayah atau orang tua Habib Bahasyim yang bernama Abbas Bahasyim adalah orang yang taat beragama dan suka sekali melaksanakan amaliah-amaliah sunah. Lingkungan keluarga memang dikenal agamis bahkan bisa dibilang fanatik. Lingkungan keluarga yang demikian ini ternyata cukup besar pengaruhnya bagi perkembangan jiwa dan pertumbuhan umur Habib Hamid. Setidaknya sedari kecil beliau sudah tidak asing lagi dengan suasana kehidupan yang Islami.
Di masa mudanya, Habib Hamid sudah pergi jauh untuk menuntut ilmu agama Islam. Beliau lama mengenyam pendidikan di Mekkah Al-Mukarramah, Saudi Arabia. Beliau berguru dengan ulama terkenal dan senior. Sewaktu mengaji dan menuntut ilmu di Mekkah, beliau seperguruan dengan ulama besar Surgi Mufti, yang makam/kubahnya ada di Sungai Jingah Banjarmasin.
Sepulang dari tanah suci Habib Hamid menerjunkan diri ke tengah-tengah masyarakat. Beliau membimbing umat dan mengarahkan serta membimbing mereka ke jalan yang benar, agar memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Sehari-harinya beliau tidak tampil sebagai ulama saja, akan tetapi juga aktif sebagai muballigh dan mengasuh berbagai pengajian di masyarakat. Materi dakwah dan pengajaran yang diberikan kepada umat meliputi ilmu-ilmu yang fardhu ‘ain, yaitu seperti ilmu tauhid, fikih, dan tasawuf. Intinya mengajari masyarakat yang belum tahu atau ingin memperdalam ilmu-ilmu agama Islam.
Memasuki usia beliau yang ke-50 tahun, Habib Hamid lebih banyak melakukan perenungan, beliau memilih berkhalwat untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT. Beliau lebih suka menelaah, memperdalam ilmu tasawuf dan melakukan berbagai riyadhah tarekat guna memperoleh ma’rifatullah.
Dari pernikahannya dengan isteri beliau yang bernama Gusti. Hj. Hamidah, Habib Hamid dikaruniai 3 orang anak, terdiri dari seorang laki-laki dan dua orang perempuan. Nama anak-anak beliau adalah Syarifah Ruhayah, Habib Hasan, dan Syarifah Maryam.
Meskipun kini Habib Hamid tidak bersama kita lagi di alam dunia, namun sudah pasti ilmu dan akhlakul karimah beliau dapat diwarisi. Beliau sangat teguh dalam pendiriannya melaksanakan ajaran agama. Semasa hidupnya beliau senantiasa berupaya untuk mengingat serta menyebut asma-Nya (zikrullah). Menegakkan kebenaran akidah dan menghaluskan budi pekerti umat, menjadi aktivitas utama beliau demi kelangsungan syiar Islam. Beliau berdakwah dan membimbing masyarakat secara konsekuen sekaligus memberikan contoh teladan. Beliau tidak menganjurkan atau menyuruh orang mengamalakan sesuatu, sebelum beliau sendiri lebih dahulu melaksanakannya.
Itulah sebabnya tidak heran jika berbagai sifat, sikap dan perilaku beliau yang sarat dengan pesan-pesan dakwah itu selalu dikenang. Hingga sekarang kubah beliau yang letaknya berdekatan dengan kediaman beliau, tak pernah sepi diziarahi kaum muslimin. Terlebih-lebih lagi pada hari-hari libur, khususnya di hari Minggu/Ahad. Ada yang datang pada waktu pagi, siang dan petang, bahkan di malam hari. Masyarakat tidak meragukan lagi akan kedudukan beliau sebagai salah seorang aulia Allah yang diberi keramat.
Sumber Naskah: Tim Penulis LP2M UIN Antasari Banjarmasin dan MUI Provinsi Kalimantan Selatan.