Man lam yasykur an-nas, lam yasykurillah. Barang siapa yang tidak mau berterimakasih kepada sesama manusia, maka sama saja tidak mensyukuri nikmat Allah Swt. Kita yang hidup di era sekarang ini tentunya wajib bersyukur bisa mempelajari Islam dengan baik dan mudah dengan melalui karya dan perjuangan para ulama terdahulu. Kita tentunya tidak akan pernah mengenal sosok Rasulullah saw kalau tidak dari lisan dan karya para ulama. Termasuk di antaranya Syaikhona Kholil, ulama kharismatik dari Pulau Madura. Darinya, kita semua akhirnya dapat mengenal apa itu keteladanan yang diajarkan oleh Rasulullah saw.
Sajian khusus edisi ke-84 ini kita kedatangan tamu agung dari Madura, Kholili Kholil. Kholili saat ini menjadi salah satu anggota Lajnah Turots ‘Ilmi li Syaikhina Kholil.
Dalam tulisannya, Kholili menghadirkan tentang beberapa sudut pandang tentang Syaikhona Kholil yang belum—atau bahkan tidak pernah—diulas. Tak hanya beberapa aspek pemikirannya, namun juga jejaring yang telah beliau bangun bahkan sejak masih muda. Dalam tulisan pertama, misalnya. Di sana dihadirkan tentang masa kecil beliau dan pesantren-pesantren yang pernah beliau singgahi. Pesantren ini tentu saja sangat berperan dalam membentuk kepribadian beliau sedemikian rupa.
Dalam tulisan kedua disebutkan tentang jejaring murid-murid beliau yang pernah bersinggah di Bangkalan. Beberapa nama ulama beken beretnis Arab disebutkan pernah menimba ilmu ke beliau. Setidaknya hal ini menunjukkan bahwa disparitas “kiai-habib” merupakan hal baru. Tak hanya itu, ada beberapa nama ulama yang belum teridentifikasi. Sehingga ada tulisan ini juga menjadi semacam wadah bersama untuk menyelidiki nama-nama itu.
Tulisan ketiga mencoba menghadirkan sudut pandang tentang modernisme Islam dan Syaikhona Kholil. Kita tahu awal abad 20 merupakan awal mula bangkitnya gerakan-gerakan Islam kosmopolit. Dan Syaikhona Kholil merupakan lambang tradisionalisme Islam di Nusantara. Maka sangat menarik melihat bagaimana persinggungan antara kedua spektrum ini.
Dan tulisan terakhir mencoba menghadirkan pandangan beliau tentang nasionalisme dan kolonialisme. Ikhtiar kecil ini merupakan usaha penulis untuk meramaikan pengusahaan gelar pahlawan yang hendak diberikan kepada beliau (meskipun bagi insan pesantren beliau sudah menjadi pahlawan tanpa perlu diberi gelar).
Terima kasih banyak Ra Kholili atas kiriman tulisannya. Semoga bermanfaat dan berkah. Bagi pembaca Alif.id, kami juga menghaturkan banyak terima kasih atas kesediaannya membagikan tulisan-tulisan dari laman Alif. Semoga menjadi ladang jariyah buat semua.
Akhirul kalam, salam hangat, selamat membaca!
Redaksi.