Redaksi
Penulis Kolom

Redaksi Alif.ID - Berkeislaman dalam Kebudayaan

Sabilus Salikin (87): Ajaran Tarekat Suhrawardiyah

Ajaran Tarekat Suhrawardiyah adalah sebagai berikut:

  1. Berpedoman pada ajaran tauhid dan menjalankannya dengan kesungguhan
  2. Menjalankan syariat dengan lurus
  3. Selalu butuh (faqr) kepada Allah SWT dan Zuhud
  4. Menjaga adab (tata krama)
  5. Mensucikan waktu dari berbagai macam kekejian atau kotoran dengan jalan mensucikan hati dari berbagai macam kotoran jiwa (‘Awârif al-Ma’ârif, halaman: 133-134).

Mursyid (Syaikh)

Kedudukan syaikh di dalam ajaran tarekat sangat penting karena beliau yang menunjukkan salik untuk bisa memahami ajaran Allah sekaligus bisa mengenal dan mencintai Allah.

Nabi Muhammad Saw bersabda: ”Jika kalian menginginkan aku bersumpah, maka bersumpah demi Dzat yang menguasai jiwa Muhammad, Sesungguhnya orang yang paling dicintai Allah Swt adalah orang yang mencintai Allah SWT, Orang yang menjadikan hamba-hamba Allah Swt mencintai Allah Swt., dan orang orang yang berjalan di muka bumi dengan membawa nasihat.

Ini adalah dasar bagi mursyid atau syaikh untuk melakukan fungsi sebagai wakil Nabi Muhammad Saw. Kedudukan ini lebih tinggi dari kedudukan selain wakil Nabi dalam menyeru manusia melalui jalan (tarekat) menuju kepada Allah Swt.

Tugas seorang syaikh atau mursyid adalah membersihkan hati para salik, dengan tujuan:

  1. Cahaya tauhid (keesaan), keagungan ilahi dan kesempurnaan keabadian tercermin dalam hati salik;
  2. KecintaaniIlahi bersemayam dalam hati salik (‘Awârif al-Ma’ârif, halaman: 153).

Adab Syaikh (Mursyid)

Segala sisi tasawuf (tarekat) dipenuhi dengan adab, tiap waktu, hal (keadaan hati). Maqâm memilik adab. Berikut adab mursyid berhubungan dengan salik:

  1. Tidak menawarkan diri untuk menjadi pemimpin dan mendidik salik.
  2. Tidak berbicara dengan salik kecuali hatinya hadir bersama dengan Allah SWT.
  3. Hendaknya syaikh (mursyid) mengambil i’tibar tentang keadaan salik untuk kebaikan salik itu sendiri.
  4. Hendaknya syaikh (mursyid) memiliki pengetahuan tentang ilmu batin sehingga mengetahui yang terbaik bagi salik.
  5. Hendaknya syaikh (mursyid) memiliki waktu khusus untuk melakukan kholwat dan berkumpul dengan manusia sehingga hasil berkholwat bisa dirasakan oleh yang lain.
  6. Memiliki budi pekerti yang luhur.
  7. Menyampaikan pelajaran kepada salik dengan hati lemah lembut.
  8. Mengasihi kepada sahabat, menunaikan hak-hak persahabatan, menjenguk orang sakit dan lain-lain.
  9. Memberikan nasihat dan arahan kepada salik yang lemah dengan sikap yang lemah-lembut dan penuh kasing-sayang.
  10. Seorang Mursyid tidak boleh mempunyai keinginan sedikit pun terhadap harta-benda murid. Ia hanya boleh menerima harta dari seorang murid jika terpaksa menggunakannya untuk kemaslahatan umum. Ketika seorang murid ingin mendermakan harta miliknya kepada syekh, maka mursyid tersebut mungkin mengambilnya, sebab ia bisa menggantinya dengan pengajaran yang dibutuhkan murid. Tetapi jika murid masih menginginkan harta tersebut, ia dibolehkan untuk membelanjakannya sebagian.
  11. Jika syaikh (mursyid) mengetahui keadaan salik yang kurang berkenan, tidak sesuai dengan aturan, maka syaikh (mursyid) menasehatinya dengan bahasa dan hati yang lemah lembut. syaikh (mursyid) tidak mengungkapkan kejadian tersebut kepada yang lain.
  12. Menyimpan rahasia salik dari orang lain (‘Awârif al-Ma’ârif, halaman: 414-419).
Baca juga:  Sufi Perempuan: Umm Abdullah Putri Khalid ibnu Ma’dan

Adab Sâlik terhadap Syaikh (Mursyid)

  1. Diam dan tidak banyak bicara di hadapan syaikh (mursyid).
  2. Sâlik seharusnya tidak membicarakan dirinya di hadapan syaikh (mursyid) demi memperoleh kedudukan di hati syaikh (mursyid).
  3. Sâlik selalu berharap mendapatkan nasihat-nasihat syaikh (mursyid).
  4. Sâlik harus merendahkan suaranya di hadapan syaikh (mursyid).
  5. Jika bertemu syaikh (mursyid), salik harus tenang zhahir batin.
  6. Sâlik harus memberikan kepercayaan penuh kepada syaikh (mursyid) dalam memberikan pengarahan dan petunjuknya, karena syaikh (mursyid) adalah wakil nabi.
  7. Jika salik kesulitan mengerti tentang keadaan syaikh (mursyid), maka hendaknya salik ingat tentang kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir, ketika itu Nabi Khidir melakukan sesuatu yang diingkari oleh Nabi Musa, lalu Nabi Khidir menjelaskan rahasia di balik peristiwa. Maka salik tidak boleh mengingkari keadaan hal-nya syaikh (mursyid) karena keterbatasan ilmu salik untuk menemukan kenyataan. Dan salik harus percaya bahwa syaikh (mursyid) mempunyai alasan yang sesuai dengan keilmuan dan hikmah.
  8. Sâlik harus patuh dan taat kepada syaikh (mursyid) dzahir dan batin.
  9. Sâlik tidak boleh membantah dan melawan kepada syaikh (mursyid).
  10. Sâlik harus menyesuaikan keinginannya dengan keinginan syaikh (mursyid).
  11. Sâlik harus memperhatikan pemikiran-pemikiran syaikh (mursyid).
  12. Sâlik harus menjaga perasaan syaikh (mursyid) dalam segala hal.
  13. Sâlik harus menceritakan kejadian-kejadian, mimpi-mimpi kepada syaikh (mursyid) dengan tujuan syaikh (mursyid) memberikan pengarahan terhadap keaadaan salik.
  14. Hendaknya salik bedoa meminta pertolongan kepada Allah , sebelum berbicara kepada syaikh (mursyid).
  15. Sâlik harus melihat kondisi syaikh (mursyid) sebelum berbicara tentang kehidupan dunia atau akhirat (‘Awârif al-Ma’ârif, halaman: 404-414).
Baca juga:  Mengenal Kitab Pesantren (26): Kalau Ingin Mendapatkan Istri Sholihah Harus Hafal Alfiyyah Ibnu Malik

Adab Persahabatan antar Sâlik

  1. Menjaga kehormatan syaikh (mursyid);
  2. Menjaga hubungan baik dengan sahabat;
  3. Memberi nasihat terhadap yang kecil;
  4. Selalu melaksanakan al-itsar (mementingkan kepentingan orang lain dari pada kepentingan diri sendiri) dalam bermuamalah sosial;
  5. Menjauhi saling menghina antarsâlik;
  6. Saling menolong;
  7. Melupakan kesalahan yang pernah dilakukan sahabatnya;
  8. Saling menasihati;
  9. Menyembunyikan aib atau cela sahabatnya;
  10. Saling menunjukkan kekurangan sahabatnya sehingga dia mampu untuk memperbaikinya;
  11. Melaksanakan khidmat terhadap sahabat dan berani menanggung perbuatan yang menyakitkan dari mereka, hal ini adalah mutiara orang-orang faqir (orang yang butuh terhadap Allah );
  12. Sâlik tidak melihat dirinya mendapatkan suatu derajat tertentu di khususkan untuk dirinya;
  13. Sâlik harus tulus dalam persahabatan, tidak ada dalam hatinya rasa keberatan terhadap sahabatnya, jika dalam hati salik ada unsur keberatan dalam hati, maka salik harus segera menghilangkannya;
  14. Sâlik hendaklah menjahui sahabat yang himmahnya hanya karena unsur duniawi;
  15. Sâlik mendahulukan menyerahkan haknya kepada sahabatnya dan tidak menuntut hak dari sahabatnya;
  16. Bersikap lemah lembut;
  17. Seyogyanya salik tidak berbicara menghayal dan berandai-andai kepada sahabatnya;
  18. Sâlik dalam persahabatan tidak boleh takut berpisah dan senang tetap bersahabat;
  19. Sâlik bersikap lapang dada dan meninggalkan sikap menjilat;
  20. Menjaga sikap tengah-tengah (adil) antara terlalu ngirit dan boros;
  21. Menutupi aib dan cela sahabatnya dan;
  22. Sâlik berdo’a kepada Allah agar sahabatnya diampuni oleh Allah Swt., (‘Awârif al-Ma’ârif, halaman: 430-434).
Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
2
Senang
0
Terhibur
2
Terinspirasi
2
Terkejut
0
Scroll To Top