- Bersungguh dalam kurun waktu 40 tahun;
- Memperbaiki watak, nafsu, ruh;
- Melakukan sayr (perjalanan) dalam tangga syariat, tarekat, makrifat, hakikat dengan jalan meninggalkan kesenangan;
- Menghilangkan kebodohan;
- Menghilangkan condong terhadap segala sesuatu selain Allah Swt, serta menerima tiada yang disembah, tiada yang dituju, tiada yang dikenal, tiada yang wujud selain Allah Swt.
لَا مَعْبُوْدَ وَ لَا مَقْصُوْدَ وَ لَا مَعْرُوْفَ وَ لَا مَوْجُوْدَ إِلَّا اللهُ
Setelah melakukan suluk, salik akan ditunjukkan penundukan jeleknya nafsu dan sifat-sifatnya yang rendah.
Kesungguhan (mujahadah) tidak akan tampak kecuali setelah keluar dari pintu kematian (yang dimaksud pintu kematian adalah hasil dari pendidikan watak dengan cara mengekang nafsu dari kesenangannya seperti makan, minum, tidur, melihat wanita yang menjadi jejaring setan), (Tamâm al-Faidh fi Bâbi al-Rijâl, halaman: 30-31).
Ketahuilah bahwa syariat adalah tarekat yang harus ditempuh, awalnya melakukan amal sesuai dengan hukum dan berakhir sampai pada daerah al-Salam (surga tempat keselamatan). Sementera itu tarekat merupakan tata krama (adab), bermacam mujahadah, suluk, sayr (perjalanan hati untuk bertawajjuh dengan Allah Swt melalui zikir) dan thair (طير).
Perjalanan salik menurut ahli al-haqîqah adalah sebuah ungkapan tentang perjalanan hati ketika mengerjakan tawajjuh kepada Allah (al-Haqq) dengan berzikir, perjalanan salik ini ada 4 macam:
- Menghilangkan banyak hijab dari dzat yang satu yaitu perjalan salik menuju Allah (ma’rifat Allah) dari derajat dirinya dengan menghilangkan kesenangan sesuatu yang nampak dan selain Allah sehingga hamba tersebut sampai pada kenaikan derajat yaitu Maqâm al-Qalbi
- Menghilangkan hijab yang maha satu (Allah) dari berbagai sisi keilmuan bathiniyah yaitu perjalanan salik kepada Allah dengan cara mengenal sifat-sifatNya dan nama-namaNya yang disebut perjalanan salik kepada Allah yang haq sampai memperolah derajat yang tinggi yaitu puncak bersimpuh dihadapan Allah yang maha satu.
- Menghilangkan ikatan dari dua jalur yang saling berbeda yaitu dzâhir dan bâthin yang sampai pada derajat mengumpulkan pandangan yang satu dan bersimpuh pada hadapan Allah yang satu yang disebut dengan Maqâm Qâba al-Qausani.
- Ketika kembali dari Allah kepada makhluk yaitu penyatuan dan pemisahan dengan menyaksikan perjalanan Allah pada makhluknya dan lenyapnya makhluk dari Allah sehingga pandangan dapat melihat beberapa bentuk didalam pandangan yang satu yaitu perjalanan salik dengan Allah dari Allah untuk menyempurnakan disebut dengan Maqâm al-Baqâ’ setelah maqam al-Fanâ’ dan pisah setelah kumpul.
- Barangsiapa tidak bersyari’at maka dia tidak ber
- Barangsiapa tidak berTarekat maka ia tidak mempunyai tata krama.
- Bermujahadahnya suluk menempati kedudukan istinjaknya wudu. Barangsiapa yang tidak beristinjak maka dia tidak mempunyai wudu. Begitu juga barangsiapa yang tidak bermujahadah dalam suluknya maka dia tidak termasuk melakukan suluk. Lalu suluknya sayr (perjalanan hati) itu seperti kedudukan wudu dalam sa Sehingga barangsiapa yang tidak mempunyai wudhu` maka tidak sah shalatnya. Begitu juga barangsiapa yang tidak suluk maka dia tidak melakukan sayr. Dan akhir dari سير adalah طير yaitu sampainya salik pada maqâm qaf al-qurobah (قاف القربة).
Permulaan tarekat adalah adab dan yang terkait dengannya serta menjaga hukum-hukum syari’at. Dan akhir tarekat adalah مرتبة العندية (suatu derajat yang berada di atas surga dalam bentuknya). Oleh karena itu Allah Swt berfirman:
وَأَمَّا الَّذِينَ سُعِدُوْا فَفِي الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا مَا دَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَالأَرْضُ إِلاَّ مَا شَاءَ رَبُّكَ عَطَاءً غَيْرَ مَجْذُوذٍ ﴿١٠٨﴾ [هود: 108]
Surga tidak bisa menampung insan kamil, tapi yang menampung insan kamil adalah surga hatinya. Hal ini yang dimaksud firman Allah Swt dalam Hadis qudsi:
لَا يَسَعَنِيْ اَرْضِيْ وَ لَا سَمَائِيْ وَ لَكِنْ يَسَعَنِيْ قَلْبُ عَبْدِي التَّقِى (فيض القدير ،ج 2 حديث 4969)
Bumi dan langitku tidak bisa memuat aku, tetapi yang bisa memuat adalah hati hambaku yang bertaqwa
Karena bumi dan langit berada pada alam malak dan musyahadah, sementara hati berada di dalam alam malakut dan ghaib, (Tamâm al-Faidh fi Bâbi al-Rijâl, halaman: 33).
Tata Cara Baiat Dan Talqin Zikir
- Salik duduk seperti tasyahud dalam sholat dengan tenang, kedua tangan salik diletakkan di atas lututnya;
- Duduk di hadapan mursyid yang mentalqin zikir;
- Mursyid menuntun salik membaca istighfar;
أَسْتَغْفِرُ اللهَ (3×) مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ قَوْلًا وَ فِعْلًا وَ عَمَلًا وَ اعْتِقَادًا. أَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ الَّذِيْ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ وَ أَتُوْبُ إِلَىْهِ. أَمَنْتُ بِاللهِ وَ مَلَئِكَتِهِ وَ كُتُبِهِ وَ رُسُلِهِ وَ الْيَوْمِ الْأَخِرِ وَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَ شَرِّهِ مِنَ اللهِ لَا حَوْلَ وَ لَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ.
- Mursyid memberi wasiat untuk:
- Membaca istighfar 100 x tiap hari;
- Membaca tahlil لا إله إلا الله 700 x tiap hari. Setiap membaca tahlil 20/30 diteruskan dengan membaca محمد رسول الله;
- Membaca Asma’ 12 dengan melalui bimbimgan petunjuk mursyid:
- لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ
- اَللهُ
- هُوَ
- اَلْحَقُّ
- اَلْحَيُّ
- اَلْقَيُّوْمُ
- اَلْقَهَّارُ
- اَلْوَهَّابُ
- اَلْفَتَّاحُ
- اَلْوَاحِدُ
- اَلْاَحَدُ
- اَلصَّمَدُ
Untuk mengetahui urutan bacaan Asma’ membutuhkan maratib suluk, sair, thair dan dilakukan dalam pengawasan dan bimbingan mursyid.
Tata cara membaca tahlil لا إله إلا الله ada dalam kitab, (Tamâm al-Faidh fi Bâbi al-Rijâl, halaman: 58).
Wazhifah Harian bagi Salik Tarekat Jalwatiyah
Salik diperintahkan mursyid untuk melaksanakan hal-hal sebagai berikut:
- Melakukan shalat isyraq (shalat yang dilakukan saat matahari naik setinggi busur anak panah atau dua kalinya atau ½ sampai 1 meter) dua sampai empat rokaat (jika empat rakaat maka dengan dua salaman).
Rakaat pertama membaca Surat الشمس, rakaat kedua membaca Surat اليل, rakaat ketiga membaca Surat الضحى, rakaat keempat membaca Surat الم نشرح;
- Shalat dhuha 4/6/8/12 rakaat;
- Melakukan salat awabin (salat yang dilaksanakan setelah shalat maghrib);
مَنْ صَلَّى بَعْدَ الْمَغْرِبِ سِتَّ رَكَعَاتٍ وَ لَمْ يَتَكَلَّمْ فِيْمَا بَيْنَهُنَّ بِسُوْءٍ عَدَّلَنَّ بِعِبَادَةِ اثْنَى عَشَرَةَ سَنَةٍ، وَ يَقْرَءُ فِيْ كُلِّ رَكَعَةٍ بَعْدَ الْفَاتِحَةِ قُلْ يَا اَيُّهَا الْكَافِرُوْنَ مَرَّةً. وَ قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدْ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ. رواه الترمذ (535) و ابن ماجه (1157).
- Melakukan shalat tahajjut 12 Rakaat;
- Salik melaksanakan puasa-puasa sunnah sebagai berikut:
- Puasa sunnah hari senin dan kamis tiap minggu;
- Puasa sunnah pada bulan Dzulhijjah, yaitu tiap tanggal 8 dan 9 Dzulhijjah;
- Puasa sunnah pada tanggal 10 Muharram;
- Puasa sunnah bulan Rojab;
- Puasa sunnah bulan Sya’ban;
- Puasa sunnah 6 hari pada bulan Syawal, (Tamâm al-Faidh fi Bâbi al-Rijâl, halaman: 63-70).
Syarat-syarat Syaikh (Mursyid) Tarekat Jalwatiyah
- Orang yang berilmu dan mampu membuka syubhat semua perkara dunia dan akhiratnya salik;
- Orang yang mampu memutus cinta dunia dan yang mencegah hawa nafsunya (zuhud);
- Orang yang tidak memiliki kepentingan terhadap harta murid-muridnya dan manusia;
- Seluruh perkataan, perbuatan, keadaan bathin (احوال) nya sesuai denga ketentuan-ketentuan syari’at. Karena seorang mursyid atau syaikh merupakan pengikut nabi Muhammad Saw (Tamâm al-Faidh fi Bâbi al-Rijâl, halaman: 91).
Pakaian mahluk dan al-Haq tidak bisa dikumpulkan bersama dalam satu tempat wujud. Ahli tarekat tidak mementingkan pakaian dhahir karena mereka lebih berkonsentrasi pada pakaian bathin, sehingga para guru sufi atau tarekat menyatakan bahwa makna takhalli (membersihkan jiwa atau hati dari sifat-sifat jelek, bisa merusak diganti dengan sifat-sifat yang baik) itu lebih diutamakan dari pada Tahalli (menghias hati dengan zikir), maka pemakai pakaian dosa (pelaku dosa) tidak berhak memakai pakaian shiddiqin. Sementara pakaian tahalli untuk orang-orang ahli yaqin.
Allah SWT. telah memberimu beberapa hal yaitu: watak, nafsu, hati, ruh, sirri dan khafi, semua hal itu membutuhkan pakaian yang pantas yang bisa menutupinya.
Sesungguhnya watak itu kebalikan syari’at. Watak mempunya beberapa perbuatan yang jelek lalu watak ini membutuhkan pakaian yang disebut syari’at dengan melaksanakan ketentuan hukum.
Nafsu kebalikan tarekat. Nafsu mempunyai sifat-sifat dan perangai yang liar dan buruk seperti sombong, marah, permusuhan, iri dan lain-lain. Semua kejelekan nafsu diberi pakaian Tarekat dengan cara melaksanakan pendidikan adab mujahadah terhadap nafsu.
- Pakaian lahir.
Bentuk pakaian dhahir berhubungan dengan kemaksiatan yang dilakukan oleh anggota badan yang terjadi di alam malak dan musyahadah (alam lahir).
- Pakaian batin.
Nafsu merupakan sumber lahirnya semua perbuatan yang merusak dan buruk. Sedangkan hati selalu berbolak-balik antara pengaruh Tuhan, keinginan mendapatkan dunia dan seisinya. Ketika hati condong ke keinginan duniawi, maka hati melupakan pengaruh Tuhan. Ahli tarekat menganggap hal ini hina. Maka pakaian hati (bagi salik) adalah bersungguh-sungguh dalam mencari (yang dicari) (الصدق في الطلب).
Ruh yang tidak berhubungan dengan Allah membutuhkan pakaian cinta kepada Allah Swt. Sirri yang tidak melirik kepada Allah membutuhkan pakaian (yaitu) melirik kepada Allah Swt bukan melirik dan melihat dunia, (Tamâm al-Faidh fi Bâbi al-Rijâl, halaman: 107).