Jumlah muraqabah ada dua puluh.
- مُرَاقَبَةٌ اَحَدِيَّةٌ yaitu memperhatikan dengan seksama terhadap dzat, sifat dan af’al Allah SWT Dan tidak ada yang menyerupai Allah Swt, tidak ada yang hakiki kecuali wujudnya, semua makhluk adalah pancaran wujud Allah SWT serta mengetahui sifat kesempurnaan Allah SWT tidak mungkin terdapat kekur Wajib mengetahui sifat wajib Allah SWT yang ada dua puluh dan muhal-Nya.
(وَالْفَيْضُ مِنَ الْجِهَّاتِ السِّتِّ يَرْجُوْهُ), artinya berharaplah terhadap limpahan anugeRah Allah Swt dari enam arah (atas, bawah, depan, belakang, kiri, kanan). Dalil yang menunjukkan sifat jaiznya Allah Swt adalah “قُلْ هُوَ اللهُ اَحَدٌ”, artinya Allah Swt adalah dzat yang satu.
- مُرَاقَبَةٌ مَعِيَّةٌ yaitu menancapkan kesadaran dengan seksama bahwa selalu melihat Allah SWT yang senantiasa menyertai hamba-Nya. Namun secara maknawi tidak bisa diketahui bagaimana Allah SWT bersama kita. (وَالْفَيْضُ مِنَ الْجِهَّاتِ السِّتِّ) dalilnya adalah “وَهُوَ مَعَكُمْ اَيْنَمَا كُنْتُمْ”. Artinya Allah SWT bersama kita di manapun kita berada (secara maknawi)
مَعِيَّةٌ فِى عِلْمِهِ وَقَدَرِهِ وَقُدْرَتِهِ فِى عِلْمِهِ الْقَدِيْمِ عَلَى الْعِبَادِ الْجَارِى فِى الدُّنْيَا وَالْأَخِرَةِ
Muraqabah ma’iyah adalah kesertaan Allah SWT terhadap hamba-hamba-Nya, melalui ilmu-Nya, ketentuan-Nya, dan kekuasan-Nya, yang kesertaan itu berada pada ilmu-Nya yang azali, yang selalu lestari baik di dunia maupun di akhirat.
- مُرَاقَبَةٌ أَقْرَبِيَّةٌ artinya memperhatikan secara seksama bahwasanya Allah SWT itu lebih dekat kepada kita dari pada otot yang berada di leher kita, dan lebih dekat daripada pendengaran telinga kita, dan lebih dekat daripada penglihatan mata kita, lebih dekat daripada penciuman hidung kita, dan lebih dekat daripada perasa lidah kita, dan lebih dekat dari fikiran hati kita.
Artinya Allah SWT itu lebih dekat pada kita daripada semua anggota badan kita. Dengan kedekatan secara bathin. Dan hati kita selalu mengingat atas pengaruh yang sudah dijadikan Allah SWT Seperti manusia dan semua hewan yang melata di atas bumi, dan yang terbang di udaRa, dan yang berenang di dalam lautan dan lain-lainnya.
Bertafakkur terhadap alam yang ada di atas rembulan, matahari, bintang, mega dan lain-lain. Dan bertafakkur lagi terhadap alam yang bawah lautan, pegunungan, pohon-pohon, daun-daun, dan tumbuhan yang bermacam-macam dan lain-lain.
Dalilnya:
وَنَحْنُ أَقْرَبُ اِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيْدِ
Aku (Allah) SWT lebih dekat kepada hambaku daripada otot lehernya.
وَالْفَيْضُ عَلَى لَطِيْفَةِ النَّفْسِ مَعَ شِرْكَةِ اللَّطَائِفِ الْخَمْسِ الْمُسَمَّاتِ بِعَالِمِ الْلأَمْرِ
Artinya berharaplah engkau terhadap anugerah Allah SWT yang diturunkan kepada otak dan bersamaan dengan Lathaif lima yang berada di dalam dada yang disebut dengan alamul amri, yaitu tempat ijazahnya seorang guru kepada muridnya
Adapun lafadz ijazah sebagai berikut:
اَلْبَسْتُكَ خِرْقَةَ الْفَقِيْرِيَّةِ الصُّوْفِيَّةِ وَاَجَزْتُكَ اِجَازَةً مُطْلَقَةً لِلْاِرْشَادِ وَالْإِجَازَةِ وَجَعَلْتُكَ خَلِيْفَةً.
Maka murid menjawab: قَبِلْتُ وَرَضِيْتُ عَلَى ذَلِكَ. Maka murid itu akan menjadi kholifah yang kecil. Ini adalah akhir wilayah sughro dan menjadi awal dari wilayah kubra.
Catatan: Wilayah shughra: ungkapan perjalanan tajalli af’alul ilahiyah, dan perjalanan dzilal asma’ dan sifat. Ketahuilah bahwa ungkapan dzilal asma’ dan sifat merupakan awal mengenal seluruh al-mumkinat (sesuatu yang wujud yang berawal dari tidak ada) keculai Nabi dan Malaikat. Bahwasannya satu bagian dari beberapa bagian alam itu bersambung kepada Allah SWT melalui sifat dan ini yang menjadi garis tengah antara makhluk dan dzat Allah SWT, meskipun demikian asma’ dan sifat tidak bisa mewujudkan alam yang awalnya tidak ada karena dzat Allah SWT yang disifati itu tidak membutuhkan alam.
إِنَّ اللهَ لَغَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ (العنكبوت: ٦)
Sesungguhnya Allah SWT benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.
Ahli shufi mengungkapkan bahwa jalan menuju kepada Allah SWT banyak sekali dengan hitungan nafasnya makhluk-makhluk ini menjadi gambaran lafadz dzilal (naungan).
- Ketika Tajalli al-fi’li masuk pada lathifatul qalbi disebut wilayah Nabi Adam. Artinya seorang Salik masuk pada fana’ dan menjadi mudah baginya untuk mengetahui asal-usul hakikatnya.
- Ketika Tajalli as-sifat masuk pada lathifatur ruh maka dalam keyakinan salik terhadap ketetapan bahwa sifat-sifatnya Allah SWT berbeda dengan sifat-sifat makhluk dan Salik berkeyakinan bahwa semua makhluk merupakan pancaran dari Allah SWT, pada saat ini Salik merasa wujudnya dan wujud semua makhluk sirna di hadapan wujud Allah SWT, dan hal ini disebut wilayah nabi Nuh dan nabi Ibr
- Fana’ yang terrjadi pada lathifatus sirri disebut wilayah nabi Musa, pada maqâm ini Salik menemukan dirinya sirna dalam dzat Allah SWT (secara maknawi).
- Fana’ yang terjadi pada lathifatul khafy disebut wilayah nabi Isa, pada maqâm ini seorang salik berhadapan langsung dengan sifat keagungan Allah SWT yang tidak terkandung unsur materi.
- Fana’ yang terjadi pada lathifatul akhfa membuat Salik berakhlak seperti akhlak Ilahi, (Jâmi’ al-Ushûl fil Auliyâ’, halaman: 26-27).
- مُرَاقَبَةُ الْمَحَبَّةِ فِي الدَّائِرَةِ الْأُوْلَى artinya mengawasi cintanya Allah SWT kepada orang mukmin dengan memberi ridha dan pahala dan cintanya seorang mukmin kepada Allah SWT dengan bersungguh-sungguh dalam beribadah.
Dekat terhadap Allah SWT dalam maqom yang pertama dengan mengingat terhadap asmaul khusna yang jumlahnya 99 dan mengingat terhadap indahnya ciptaan Allah SWT yang tidak ada akhirnya. Dalam muRaqabah ini hendaknya merenungkan rahmat Allah SWT yang agung dan senantiasa turun di lathifatun nafsi (وَالْفَيْضُ عَلَى لَطِيْفَةِ النَّفْسِ).
Catatan: Wilayah kubra adalah ungkapan perjalanan sang Salik pada maqâm Asma’ al-Husna, sifat dan dzat Allah SWT
Ketahuilah ketika rahasia-rahasia tauhid wujudi dan rahasia bersama Allah Swt terjadi pada sang salik, maka dia bisa melihat ke dalam hatinya terdapat satu cahaya yang berasal dari ‘Arsy yang agung, yang mengelilingi sang salik serta dikelilingi partikel-partikel al-Mumkinat (sesuatu yang ada didahului yang tiada).
Warna cahaya itu kelihatan, sekalipun demikian cahaya itu tidak berwarna. salik mempercayai bahwa Allah SWT berada di atas gumpalan awan yang tinggi. Sang salik melihat matahari terbit dari tempatnya dan menghapus warna hitam yang dianggap dzat Allah SWT Kejadian ini tidak membekas pada diri sang salik.
Lalu sang salik kembali melihat Wujud al-Mumkinat yang telah hilang di dalam sorot cahaya hitam, seperti hilangnya wujud bintang ditelan oleh sorot sinar matahari, tapi perjalanan hati tidak bisa didefinisikan oleh mata dengan memperkirakan perbedaan antara wujud barang Mumkin (baRang yang wujud didahului dengan yang tiada) dan sesuatu yang wajib wujudnya.
Ditanyakan tentang penyatuan “persatuan” ketika pada mursyid memberikan keterangan dengan pendekatan logika tentang perjalanan hati Wilayah al-Kubra, ini merupakan wilayah para Nabi, wilayah yang orang selalu terjaga dari lupa kepada Allah SWT, dan wilayah orang yang menerima peringatan lalu memperbaikinya.
Mereka meyakini bahwa wujud barang mumkin tetap ada tapi sang Salik menemukan wujudnya, segala sesuatu itu merupakan bayangan, terpengaruh oleh wujudnya Tuhan (Allah SWT menjadikan barang mumkin berasal dari tidak ada menjadi ada).
Begitu juga rahasia tauhid syuhudi yaitu sang salik melihat bahwa sifat-sifat mumkinat adalah sifat-sifat Allah SWT yang tidak bermateri. Sang salik mengalami hal ini di lathifatun nafsi.
Disinilah sang salik menemukan makna muraqabah aqrabiyyah dengan Allah SWT Perbedaan antara ma’iyyah dan aqrabiyyah yaitu tingkat akhir dari ma’iyyah ada persatuan dan menyembunyikan dua hal. wujudnya barang mumkinat terlihat tapi tercermin dari wujud Allah SWT, bukan dari dzat benda mumkin.
Begitu juga dengan sifat-Nya. Jika sifat Allah SWT didzahirkan secara hakiki maka tidak mungkin ada ungkapan untuk membahasnya. Maka dapat diketahui dari kenyataan ini bahwa wujud asal bisa dibandingkan terhadap wujud bayangan yang lebih dekat terhadap bayangnya itu sendiri.
Karena bayangan yang tampak dari asal bukan dari lainnya, ketika melihat wujud bayangannya maka dapat ditemukan pengaruh dari asal. Ketika melihat sifat bayangan maka ditemukan pengaruh sifat asal.
Akal tidak kuasa menemukan makna kedekatan terhadap dzat Allah SWT Karena hubungan ini berada dibalik akal, tidak mungkin akal bisa menyingkap tabir rahasia ini.
Tanda-tanda Kesempurnaan Maqâm Wilayah Kubra
- Hubungan anugerah batin tersambung dengan otak adalah sambungan hati. Dalam keadaan ini dada menjadi lapang dan tempatnya ada pada lathifaatul akhfa secara khusus.
- Hilangnya penolakan terhadap keputusan-keputusan yang tetap. Sehingga hati menjadi tentram dan bisa menerima dengan suka cita (ridaa) semua ketentuan-ketentuan dalam semua keadaan dan perbuatan.
- مُرَاقَبَةُ الْمَحَبَّةِ فِي الدَّائِرَةِ الثَّانِيَةِ artinya mengawasi terhadap cintanya Allah Swt terhadap orang mukmin dan cintanya orang mukmin terhadap Allah Swt dalam maqom yang kedua dan bertafakur terhadap sifat maknawi dan maknawiyah Allah SWT(وَالْفَيْضُ عَلَى لَطِيْفَةِ النَّفْسِ).
- مُرَاقَبَةُ الْمَحَبَّةِ فِي الدَّائِرَةِ الْقَوْسِ artinya mengawasi terhadap cintanya Allah Swt terhadap orang mukmin dan cintanya orang mukmin terhadap Allah SWT dalam maqom yang lebih dekat yang diperkirakan satu busur. Ini adalah isyarat menunjukkan eratnya kedekatan. (وَالْفَيْضُ عَلَى لَطِيْفَةِ النَّفْسِ).
Dalilnya muraqabah mahabbah tiga tadi adalah يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّوْنَهُ Artinya Allah SWT cinta terhadap kaum yang beriman. dan kaum yang beriman juga cinta kepada Allah SWT