Wuquf Zamani berarti seorang salik setelah dua atau tiga jam melihat bagaimana keadaan dirinya. Jika keadaannya hudhur (hadir) bersama Allah Swt, maka hendaknya dia bersyukur kepada-Nya atas pertolongan yang telah diberikan oleh-Nya. Ketika merasa dirinya masih sembrono dalam ke-hudhur-annya ketika itu, ia memulai lagi untuk bisa hudhur dengan lebih sempurna.
Jika dalam dua atau tiga jam itu dia dalam keadaan lupa, maka hendaknya dia memohon ampunan atas kealpaan itu, dan bertaubat kepada-Nya serta kembali untuk bisa hudhur dengan sempurna.
Adapun Wuquf ‘Adadi adalah menjaga bilangan ganjil dalam zikir nafi itsbat, bilangan tiga atau lima, dan seterusnya sampai dua puluh lima kali.
Sedangkan Wuquf Qalbi sebagaimana yang diutarakan oleh al-Syaikh Ubaidillah Ahrar (semoga Allah SWT menyucikan jiwanya) adalah sebuah ungkapan tentang hadirnya hati bersama Allah Swt, yang dalam hatinya tidak ada tujuan lain kecuali Allah SWT dan tidak lengah dari makna zikir, karena hal tersebut termasuk syarat-syarat zikir.
Al-Syaikh Ubaidillah Ahrar juga menyatakan bahwa pengertian wuquf qalbi yaitu orang yang berzikir itu wuquf pada hatinya saat berzikir, memperhatikan hatinya dan menjadikannya sibuk dengan lafadz zikir dan maknanya, dan tidak meninggalkan hatinya dalam keadaan lupa dari zikir tersebut, serta lalai dari maknanya.
Pengarang kitab al-Rasyahât berkata: “Syaikh al-Khawajih Baha’uddin semoga Allah SWT membersihkan jiwanya tidak mewajibkan menahan nafas dan menjaga hitungan dalam zikir.
Adapun wuquf qolbi itu beliau jadikan sebagai hal yang penting dengan kedua maknanya yaitu menjaga hati sibuk zikir dan tidak lupa dari maknanya, serta beliau menjadikan zikir qalbi ini sebagai sebuah keharusan. Sesungguhnya inti dan tujuan zikir adalah wuquf qalbi itu sendiri (Tanwîr al-Qulûb, halaman: 507).
Wuquf Qalbi dengan Menjaga Nafas
Gemuruhnya hati yaitu menjaga keluar masuknya nafas dari lupa (untuk berzikir kepada Allah SWT) dengan tujuan agar hati salikselalu hadir bersama Allah SWT di setiap nafasnya. Karena ketika tiap nafas yang keluar dan masuk selalu hadir bersama Allah SWT, maka hati itu hidup serta bersambung dengan Allah SWT Dan ketika tiap nafas yang keluar dan masuk itu lupa (dari zikir kepada Allah SWT), maka hati itu mati serta putus dari Allah Swt (Tanwîr al-Qulûb, halaman: 506).
Atsar Zikir dan Nikmat Zikir
Hasil dari wuquf qalbi adalah lupa dari wujud manusiawi dan semua bisikan alam, tenggelam dalam tarikan dzat Ilahi. Jika sudah demikian, maka tampaklah bekas perubahan dari tarikan ilahi itu, yaitu menghadapnya hati pada dzat Yang Maha Benar lagi Maha Suci dengan rasa cinta kepada-Nya.
Bekas (hasil) zikir itu berbeda-beda bergantung pemberian Allah Swt, yaitu sebuah pemberian Allah SWT pada ruh-ruh hamba-Nya, sebelum ruh-ruh itu dihubungkan dengan jasadnya, kemudian Allah SWT memuliakannya dengan qurb (kedekatan) yang bersifat dzat yang azali.
Di antara mereka (para salik), pertama kali yang mereka capai adalah ketiadaan selain Allah Swt, yaitu lupa dari selain Allah Swt Sebagian yang lain, yang pertama mereka capai adalah mabuk, bingung, dan ketiadaan selain Allah Swt secara bersamaan, yang selanjutnya akan tercapai hilangnya wujud sifat kemanusiaan (fana’).
Mereka lalu mendapatkan kemuliaan fana’, yaitu leburnya diri dalam tarikan-tarikan ilahi. Jika seorang salik belum tampak baginya hasil-hasil tersebut, maka dia masih belum memenuhi syarat-syarat zikir (dengan benar) (Tanwîr al-Qulûb, halaman: 515).
Nikmat Zikir Awal Mula Dibukanya Hijab
Syaikh Abu Sa’iid al-Kharaz menyatakan bahwa ketika Allah SWT menginginkan seorang hamba untuk dijadikan kekasih-Nya, maka akan dibuka baginya pintu zikir. Ketika dia telah merasakan nikmat zikir, maka akan dibuka baginya kedekatan dengan Allah Swt.
Selanjutnya, dia akan diberi ketentraman, dan dijadikan baginya ketauhidan yang kuat, dihilangkan pula darinya tabir-tabir Allah Swt, dia dimasukkan dalam wilayah kesendirian (bersama Allah SWT), dibuka baginya hijab keagungan Allah Swt.
Dan, ketika mata batinnya telah sampai pada keagungan tersebut, maka dia menyatu dengan Allah SWT Ketika inilah, dia menjadi lumpuh dan hancur, dia berada dalam penjagaannya, dan terbebas dari segala bisikan nafsunya (Tanwîr al-Qulûb, halaman: 510).
Bilangan Zikir
Dalam tarekat, jumlah bilangan zikir minimal bagi seorang salik dalam sehari semalam adalah 25.000. tidak ada batas maksimal untuk jumlah bilangan zikir tersebut. Jumlah zikir tersebut sangat dianjurkan untuk diselesaikan dalam sekali duduk.
Namun, jika tidak mampu, maka boleh diselesaikan dalam tiga kali duduk, atau jika tidak dimungkinkan, maka dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang memungkinkan bagi diri salik (Jâmi’ al-Ushûl fi al-Auliyâ’, halaman: 25). (SI)