Sedang Membaca
Organisasi Perempuan Cipayung Dorong Pengesahan RUU Kekerasan Seksual
Redaksi
Penulis Kolom

Redaksi Alif.ID - Berkeislaman dalam Kebudayaan

Organisasi Perempuan Cipayung Dorong Pengesahan RUU Kekerasan Seksual

Organisasi Perempuan Cipayung Dorong Pengesahan RUU Kekerasan Seksual

Organisasi Perempuan Cipayung mendorong pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kekerasan Seksual.  Langkah itu adalah satu upaya untuk menghapuskan kekerasan terhadap perempuan. 

———–

Dalam rangka memperingati Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Puteri (KOPRI) PB PMII menggelar Focus Group Discussion (FGD). Kegiatan tersebut dihadiri oleh OKP Perempuan GMKI, KOHATI, IMMAWATI dan LMND. Serta hadir juga, Komisioner Komnas Perempuan Riri Khariroh.

Ketua KOPRI PB PMII, Septi Rahmawati mengatakan, pada momen Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan ini, KOPRI mengajak perempuan dari OKP cipayung plus untuk membicarakan problem-problem perempuan. Diskusi ini juga untuk mempererat tali silatuhrahim antar organisasi yang pro terhadap hak-hak perempuan.

“ Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan tidak hanya berlangsung pada hari ini saja, tetapi dimulai dari tanggal 25 November hingga 10 Desember,” ucap Septi Rahmawati usai acara di Sekretariat PB PMII, Sabtu Malam (25/11/2017), dalam siaran pers yang diterima alif.id. ,

Septi menekankan,  semangat harus dijaga dalam melakukan gerakkan anti kekerasan terhadap perempuan selama 16 hari peringatan ini. Semangat aksi juga harus dilakukan terus-menerus hingga tidak ada lagi hak-hak perempuan tercederai,  terlebih soal kekerasan.

Ajakan ini pun disambut baik oleh IMMAWATI, Qomariah. Dia mengatakan perempuan memang merupakan simbol bangsa. ”Sebelum Islam datang, posisi perempuan sangatlah rendah. Dan ketika islam datang posisi dan derajat perempuan mulai terangkat dan mulai diperhatikan,” katanya.

Baca juga:  Penguatan Hak-hak Perempuan dalam Islam

Di tempat yang sama, perwakilan KOHATI, Mutya mengatakan, kekerasan terhadap perempuan diakibatkan oleh adanya kemiskinan dan rendahnya pendidikan. Untuk mengurangi kekerasan terhadap perempuan, dibutuhkan sebuah dorongan yang besar dari organisasi kemahasiswaan perempuan.  

Berbagai level

Komisioner Komnas Perempuan Riri Khariroh mengungkapkan, kekerasan terhadap perempuan dialami dari berbagai level. Apkah ia miskin, kaya, kelas menangah, atau kelas bawah,  seorang perempuan dapat menjadi korban kekerasan.

Menurut Riri, kekerasan terhadap perempuan secara serius muncul pada tahun 1998 menjelang tumbangnya rezim Presiden Soeharto. “Salah satu yang paling parah adalah kekerasan seksual terhadap perempuan etnis Tionghoa, disertai dengan pembunuhan yang diakui sekitar 87-90 perempuan yang mengalami kekerasan,” terangnya.

Namun, lanjutnya, pelaku dalam kasus ini menolak untuk dibawa ke pengadilan dan menganggap berita tersebut adalah hoax. “Maka dari itu, sebagai organisasi keperempuanan harus melakukan upaya-upaya anti kekerasan terhadap perempuan serta memajukan hak asasi perempuan,” ujarnya.

Komnas Perempuan mencatat,  selama lima tahun terakhir ini terdapat beberapa kasus yang mengakibatkan perempuan mengalami kekerasan yang sangat tinggi. Kekerasan tersebut diantaranya, KDRT, kekerasan seksual, kekerasan dalam pacaran, kekerasan yang dilakukan dosen, dan kekerasan terhadap yunior.

Namun, para korban kekerasan ini tidak melakukan tindakan. Sehingga, sering kali korban malah terdiam. Padahal, korban telah mendapat kekerasan fisik, psikis, seksual, dan penelantaran ekonomi.

Baca juga:  Ketum PBNU: Wajib Jihad Sejahterakan Masyarakat

”Pelaku kekerasan terhadap perempuan 75% adalah orang yang terdekat dan dikenal. Serta, perempuan disabilitas dan buruh migran adalah perempuan yang sangat rentan terhadap kekerasan perempuan,” ungkapnya.

Kekerasan negara

Negara pun juga melakukan kekerasan terhadap perempuan. Kekerasan misalnya dialami perempuan yang hidup di daerah konflik yang seharusnya mendapat perlindungan.  Contoh lain adalah tes keperawanan untuk tes ujian masuk polisi perempuan.

“Maka dari itu, sebagai organisasi kepermpuan kita memiliki tanggung jawab terhadap masyarakat mengenai kekerasan terhadap perempuan, ” kata Riri. r

Oganisasi perempuan di tingkat kemahasiswaan cukup strategis, sehingga dapat memudahkan pengurus dan anggota untuk memberikan advokasi kepada khalayak ramai. ”Hal itu sebagai cara untuk menumbuhkan kesadaran terhadap anti kekerasan terhadap perempuan,” pungkasnya. (***).

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Scroll To Top