Sedang Membaca
Kritik dan Hiburan dalam “Keluarga Pak Carik”
Redaksi
Penulis Kolom

Redaksi Alif.ID - Berkeislaman dalam Kebudayaan

Kritik dan Hiburan dalam “Keluarga Pak Carik”

Gerimis mereda jelang gelaran Bioskop Rakyat (Biora). Sinar rembulan mulai tampak membelah awan dan penonton pun berdatangan menempati terpal yang digelar di depan layar putih.

Malam itu, Sabtu, 16 Februari 2019, program pemutaran bulanan Cinema Lovers Community (CLC) Purbalingga hadir di pelataran SMA Santo Agustinus Purbalingga. Ratusan penonton dari kalangan muda dan umum hadir.

Diputar perdana drama seri “Keluarga Pak Carik” untuk dua episode sekaligus. Episode 1 berjudul “Kandang Sapi” dan Episode 2 “Penganten Cilik”. Usai pemutaran dilanjut diskusi bersama kru dan pemain.

Salah satu penonton, Handono mengatakan, tayangan idealis seperti ini yang seharusnya ditonton masyarakat Indonesia terutama di perdesaan. “Tidak hanya menghibur karena memakai dialek Banyumasan sehingga dekat dengan penonton tapi juga mengangkat kritik yang nyata terjadi di sekitar kita,” ungkap alumni SMA Santo Agustinus ini.

Drama seri yang diproduksi CLC Purbalingga pada akhir tahun 2017 ini mendapat dukungan dari Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta dan Pemerintah Kabupaten Purbalingga.

“Keluarga Pak Carik” mengisahkan keluarga Tukiran, yang bekerja sebagai sekretaris desa (carik) dengan istri bernama Sutimah dan kedua anak lelaki dan perempuannya, Wanto dan Ndari. Setiap episode mengangkat tema tertentu dengan persoalan yang selalu muncul dari ibu-ibu penggosip di warung Bu Carik. Selain persoalan khas keluarga Pak Carik.

“Produksi drama seri ini sebagian besar kru dari anak-anak Banyumas Raya yang saat SMA belajar film. Beberapa dibantu teman-teman saya dari ISI Surakarta. Kami siap melanjutkan episode-episode berikutnya bila ada dukungan pendanaan,” tutur sutradara Nur Muhammad Iskandar yang baru saja menyandang gelar sarjana S1 Jurusan Televisi dan Film ISI Surakarta.

Selain film, CLC juga menggandeng Komunitas Teater dan Sastra Perwira (Katasapa) yang menampilkan monolog berjudul Pilkades oleh Trisnanto Budidoyo, penampilan akustik dengan lagu-lagu balada dari Yoghie Artcoustic.

Baca juga:  Islam di Banjar (6): Media Sosial, Tadarusan hingga Bagarakan Sahur

Disamping itu aksi melukis dari Presiden Pelukis Purbalingga Chune tentang suasana pemutaran yang hasilnya langsung diserahkan kepada CLC. Ada pula sajian kopi gratis dari Kopi Kula asal Desa Langkap, Kecamatan Kertanegara, Purbalingga persembahan Bela-Beli Purbalingga semakin menambah kehangatan.

Dalam sambutannya, Kepala SMA Santo Agustinus Ignatius Sukardiyo, BA merasa berterima kasih karena menjadi salah satu tempat peristiwa budaya di Purbalingga. “Gedung utama sekolah ini merupakan bangunan bersejarah yaitu bekas kantor staf pabrik gula Kalimanah, Purblingga. Karena itu masuk salah satu Bangunan Cagar Budaya di Purbalingga,” jelasnya.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top