Sedang Membaca
Kiai Ahsin Sakho: Isi Kemerdekaan RI dengan Bersyukur kepada Allah
Redaksi
Penulis Kolom

Redaksi Alif.ID - Berkeislaman dalam Kebudayaan

Kiai Ahsin Sakho: Isi Kemerdekaan RI dengan Bersyukur kepada Allah

Pengasuh Pondok Pesantren Dar Al-Qur’an KH Ahsin Sakho Muhammad menuturkan bahwa salah satu cara untuk bisa mengisi kemerdekaan Republik Indonesia adalah dengan bersyukur kepada Allah. Sebab nikmat kemerdekaan yang saat ini dirasakan bangsa Indonesia merupakan anugerah-Nya.

“Ya Allah, Engkau telah memberikan kami bangsa Indonesia kemerdekaan dan semua itu atas anugerah-Mu. Kemerdekaan itu bukan saja karena kekuatan bangsa Indonesia, tetapi kemerdekaan itu bisa tercipta karena atas dasar rahmat Allah,” tutur Kiai Ahsin dalam Pesantren Digital Majelis Telkomsel Taqwa (MTT) bertema Hijrah dan Nikmat Kemerdekaan RI, Senin (16/8/2021).

Dijelaskan, cara untuk mengaplikasikan rasa syukur adalah dengan selalu beribadah kepada Allah, menyapa-Nya setiap waktu, dan selalu ingat serta menjalankan perintah-perintah Allah. Menurut Kiai Ahsin, Indonesia tidak akan maju jika bangsa Indonesia kufur nikmat.

“Kalau kenikmatan yang berupa tanah subur makmur itu tidak kita syukuri, kalau kita menyelewengkan kenikmatan itu maka bisa jadi Indonesia jadi negara yang tidak maju-maju. Tapi walaupun demikian, kita perlu terus bersyukur. Kalau kita datang di hari kemerdekaan ini, kita harus bersyukur kepada Allah,” katanya.

Nasionalisme Nabi Muhammad

Kiai Ahsin menjelaskan bahwa Nabi Muhammad memiliki rasa cinta kepada tanah air atau nasionalisme sangat tinggi terhadap tanah kelahirannya yakni Mekkah. Hal itu dikisahkan pada saat Nabi Muhammad hendak hijrah ke Madinah.

Baca juga:  Kiai Abdul Muis Sahal Dorong Pejabat Berorientasi Dunia dan Akhirat

Sebelum berangkat hijrah, Nabi Muhammad sempat memandang Kota Mekkah. Kemudian dikatakan, Ya Makkah wallahi innaki la-ahabbul ardli ilayya wa lawla anni ukhrijtu minki maa khorijtu (wahai Makkah, sumpah demi Allah, engkau bumi yang paling aku cintai. Kalau saja aku tidak dizolimi. Aku tidak mungkin meninggalkan engkau).

“Ini dalil nasionalisme atau cinta kepada tanah air. Jadi jangan disangka cinta tanah air itu bukan dari iman. Hubbul wathan minal iman. Kata Nabi, Wahai Mekkah engkau adalah negeri yang paling aku cintai. Padahal di Mekkah nggak ada apa-apa. Tapi itulah Allah selalu menghujamkan kecintaan orang kepada desa tempat lahirnya,” terang Kiai Ahsin.

Kemudian Nabi Muhammad berangkat ke Madinah dan disambut dengan sangat luar biasa oleh ratusan orang yang disebut sebagai kaum Anshar. Di Madinah, Nabi mempersaudarakan orang-orang Anshar dengan kaum Muhajirin melalui pemberian harta benda, uang, bahkan istri.

“Kemudian, Nabi menyusun strategi berikutnya. Ternyata meskipun sudah tiba di Madinah, Nabi juga masih diburu oleh orang Quraisy. Pecahlah perang berdarah pertama pada tahun kedua hijrah. Lalu tahun ketiga hijriah ada perang uhud. Tahun kelima hijrah perang khandak,” jelas Kiai Ahsin.

“Tahun keenam terjadi perjanjian hudaibiyah yang kelihatannya secara lahiriah, tidak menguntungkan kaum Muslimin. Kemudian tahun kedelapan hijrah, kaum Muslimin bisa merebut kembali Mekkah. Itu namanya Fathu Makkah,” tambahnya.

Baca juga:  Perkuat Posisi Perempuan dalam Peradaban, KUPI Kembali Diselenggarakan

Persamaan kemerdekaan dan peristiwa hijrah Nabi

Kiai Ahsin menjelaskan tentang persamaan antara kemerdekaan RI dengan peristiwa hijrah Nabi Muhammad. Pertama, soal perjuangan kemerdekaan melawan penjajahan. Bangsa Indonesia harus berjibaku melawan penjajah dari Belanda dan Jepang, sedangkan peristiwa hijrah Nabi Muhammad itu bertujuan membebaskan diri dari belenggu penjajahan kaum musyrik.

“Karena Mekkah itu sebenarnya adalah tempat tersuci untuk mengesakan Allah. Tetapi di sana banyak sekali berhala jumlahnya 360 arca itu. Ini merupakan penjajahan. Pada saat Nabi berusaha membebaskan Mekkah dari penjajahan kemusyrikan, Nabi harus berjuang mati-matian. Mereka tidak punya senjata apa-apa kecuali keyakinan kepada Allah,” terang Kiai Ahsin.

Kedua, kemenangan atau kemerdekaan dengan perlengkapan senjata yang sangat tidak memadai. Umat Islam ketika itu berhasil memenangkan berbagai peperangan seperti Uhud dan Badar tetapi dengan senjata yang tidak lengkap. Hal ini sama seperti para pahlawan Indonesia yang hanya bersenjatakan bambu runcing.

“Di perang badar, jumlah kaum Muslimin hanya 313 dan kaum musyrikin ada 1000. Persenjataan kaum Muslimin tidak lengkap tapi bisa menang, kenapa? Karena di dalam hatinya ada Allah. Begitu pun para pejuang kemerdekaan negara kita,” pungkas Kiai Ahsin.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Scroll To Top