Sedang Membaca
Ulama Banjar (10): KH. Kasyful Anwar
Redaksi
Penulis Kolom

Redaksi Alif.ID - Berkeislaman dalam Kebudayaan

Ulama Banjar (10): KH. Kasyful Anwar

Kh. Kasyful Anwar

Muhammad Kasyful Anwar dilahirkan di Kampung Melayu Martapura Kabupaten Banjar pada tanggal 4 Rajab 1304 H dari pasangan H. Ismail dan Hj. Siti Maryam dan wafat pada tanggal 18 Syawal 1359 H di Martapura.

Kasyful Anwar hidup di tengah keluarga muslim yang taat beragama, sejak kecil sudah mendapatkan pendidikan agama di lingkungan keluarganya. Yang pertama kali dia pelajari adalah Alquran. Pada waktu muda KH. Kasyful Anwar tidak belajar di bangku sekolah, karena pada saat itu Martapura belum ada, dia belajar atau mengaji di kampong-kampung pada rumah tuan guru dengan mempelajari kitab-kitab tertentu seperti tajwid, nahwu, sharf, fiqh, dan lain-lain.

Diantara guru KH. Kasyful Anwar adalah KH. Ismail bin Ibrahim dan Syekh Abdullah Khatib bin Muhammad Shaleh. Kemudian ia meneruskan pendidikannya ke Mekkah. Di sana dia belajar bahasa Arab dengan orang sedaerahnya (Martapura) yang bermukim di Mekkah, H. Amin.

Selain itu ia juga aktif mengikuti pengajian-pengajian yang dilaksanakan dimasjid al-Haram. Guru-gurunya antara lain; Syekh Umar Hamdan, Syekh Muhammad Yahya al-Yamani, Syekh Sayyid bin Muhammad al-Yamani, Syekh Sayyid Ahmad bin Sayyid Abu Bakar dan lain-lain. KH. Kasyful Anwar belajar dan menetap di Mekkah selama 17 tahun sejak tahun 1313H- 1330H.

Baca juga:  Ikatan Batin Masyarakat Kalibeber dengan Mbah Muntaha

Sekembalinya dari tanah suci Mekkah pada bulan Rabi’ul Awal tahun 1330H, atas permintaan masyarakat ia membuka pengajian di rumahnya sendiri. Sebagai seorang ulama yang banyak pengalaman dia mengajar dengan menggunakan metode yang sesuai dengan tingkat pemahaman masyarakat, sehingga masyarakat dengan mudah memahami setiap pengajian (pelajaran) yang dia berikan, karena itu banyak orang yang datang ke rumahnya, baik tua maupun muda.

Pada tahun 1922 M, KH. Kasyful Anwar dipercayai untuk memimpin Madrasah Darussalam menggantikan KH. Hasan Ahmad. Dalam memimpin Darussalam beliau telah membina bangunan fisik dengan memperbaiki gedung sekolah menjadi dua tingkat, demikian juga dengan pembangunan asrama pemondokan santri.

Dalam sistem pendidikan dia membagi jenjang pendidikan menjadi tiga tingkat yakni, Tahdiriyah, Ibtidaiyah, dan Tsanawiyah. Masing-masing jenjang berlangsung selama tiga tahun. Sedangkan kurikulum dan materi pelajaran diatur dan disesuaikan dengan jenjang pendidikan dan waktu belajar pagi hari.

Untuk pengadaan tenaga pengajar, KH. Kasyful Anwar membuka program Takhassus. Disamping sebagai pemimpin madrasah, dia juga aktif memberikan pelajaran dengan menggunakan berbagai metode seperti ceramah, Tanya jawab, pemberian tugas, demonstrasi dan metode alSyahid. Metode dalam kaidah Bahasa Arab (Nahwu) yaitu dengan menguraikan kata perkata sesuai fungsinya.

Dengan adanya pembaharuan metode yang diterapkan di Madrasah Darussalam tentu saja membutuhkan kitab-kitab yang sesuai dengan kurikulum dan jenjang pendidikan. Untuk itulah KH. Kasyful Anwar menyusun beberapa buah kitab sebagai pegangan. Kitab-kitab itu adalah:

  1. Jauhar al-Tauhīd, untuk pelajaran tauhid
  2. Risālah Fiqhiyah, untuk pelajaran fiqh.
  3. Risālah Tajwīd al-Qur’ān, untuk pelajaran membaca al-Qur’an.
  4. Durūs al-Tashrīf, untuk mata pelajaran sharaf sebanyak tiga jilid.
  5. Sīrah Nabi, untuk pelajaran sejarah Nabi.
  6. Hadīts ‘Arbaīn dan syarahnya, untuk pelajaran hadist.
  7. Hasbuna, berisi tentang shalawat pada nabi.
Baca juga:  Ulama Banjar (149): Prof. Dr. H. Artani Hasbi

Murid-murid KH. Kasyful Anwar yang terkenal menjadi ulama di Martapura dan berbagai daerah di Kalimantan Selatan antara lain KH. Muhdar, KH. Abdul Kadir Hasan, KH. Anang Sya’rani, KH. Abd. Syukur, KH. Syarwani Abdan, KH. Abdullah, KH. Khalid Hasyim dan lain-lain. Murid-murid tersebut merupakan hasil didikan KH. Kasyful Anwar, baik yang belajar di Madrasah Darussalam maupun yang belajar (mengaji) di rumahnya.

Tuan guru KH. Kasyful Anwar di samping sebagai ulama, guru dan pemimpin Pesantren Darussalam, dia juga sebagai pedagang emas dan berlian (intan) serta memiliki sawah dan kebun. Karena kemampuan ekonomi itulah dia tidak mau menerima zakat, bahkan dia sebagai seorang Muzakki, sampai-sampai sebagian honor guru Darussalam pun banyak yang menerima uang pribadinya.

 

Sumber Naskah: Tim Penulis LP2M UIN Antasari Banjarmasin dan MUI Provinsi Kalimantan Selatan.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
1
Terinspirasi
0
Terkejut
1
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top