Sedang Membaca
Humor Gus Dur: Habibi dan Pesawat yang Mendarat di Matahari
Redaksi
Penulis Kolom

Redaksi Alif.ID - Berkeislaman dalam Kebudayaan

Humor Gus Dur: Habibi dan Pesawat yang Mendarat di Matahari

Ketika baru saja diangkat sebagai Meneg Ristek, saya suatu hari ngobrol di istana sambil menunggu makan malam. Saya merasa perlu untuk bertanya kepada beliau, kira-kira bagaimana kiat yang pas untuk mengelola kementerian negara yang sudah terlanjur “ngetop” gara-gara dipegang Pak Habibie selama 20-an tahun itu. Padahal setelah beliau tidak lagi menjabat di sana dan diganti oleh Pak Rahadi Ramelan dan Pak Zuhal, kementerian ini mulai harus melakukan reorientasi, apalagi setelah ada reformasi. Gus Dur menjawab dengan santai dan, tentu saja, dibumbui humor.

“Jadi begini, Kang. Jadi Menteri yang ngurusi Iptek itu ya harus berusaha memahami dinamika masyarakat di mana dia berada. Jangan cuma pengen maju cepat-cepat saja. Sampeyan jangan meniru pendahulu sampeyan yang pendekatannya elitis, tetapi tidak atau kurang memahami bagaimana sebetulnya rakyat banyak memandang teknologi. Termasuk di situ paham terhadap persepsi mereka terhadap gunanya teknologi dan, yang lebih penting, bagaimana iptek bisa dipakai melayani keperluan dasar mereka. Kalau sampeyan meneruskan model pendekatan lama, ya iptek kita mungkin maju, tapi makin terasing dari rakyat dan malah membuat elite tidak paham.

Sudah pernah dengar cerita MenegRistek dikalahin orang Madura?”

“Gimana, Gus?”

“Meneg Ristek sebelum sampeyan ada yang luar biasa hebatnya karena konon bisa bikin pesawat. Pada suatu hari dia mau pamer di muka rakyat Madura betapa hebatnya capaian dia dan bagaimana rakyat seharusnya bangga dan memujanya. Nah, tibalah dia di sebuah Pesantren di Bangkalan. Seperti lazimnya zaman itu, para santri dan masyarakat dikerahkan oleh Bupati dan Camat dan Lurah untuk hadir mendengarkan pidato Pak Menteri.

Baca juga:  Salat Tarawih: Pilih yang Secepat Kilat atau yang Mendayu-dayu?

Pak Menteri yang satu ini punya kebiasaan kalau pidato menggebu-gebu, lama, bersemangat, hingga matanya pun melotot-melotot. Di pesantren itu juga begitu. Pak Menteri antara lain mengatakan:

‘Jadi sudara-sudara, Pak Kyai-kyai, kita harus bangga! Karena bangsa kita telah punya putra yang mampu membuat pesawat terbang sekarang. Sebentar lagi, bukan cuma pesawat terbang biasa, malah pesawat yang bisa mendarat ke bulan. Apakah sudara-sudara tidak bangga dengan prestasi anak bangsa sendiri?’

Anehnya, hadirin diam saja. Pak Menteri heran, dan bertanya lagi: ‘Apakah sudara-sudara bangga?’. Masih juga hadirin diam, bahkan setelah Pak Menteri mengulangi tiga kali pertanya seperti itu. Akhirnya ada seorang santri kurus di pojokan yang angkat tangan sambil bicara:

‘Kalau saya, tak bangga sama sekali Pak Menteri!’

Terkejutlah Pak Menteri, pikirnya ‘orang Madura ini aneh. Orang lain bangga sama saya kok ini tidak.’ Karena itu dia jadi penasaran dan tanya kepada si santri kurus tadi: ‘Kenapa dik kok tidak bangga, dik?’

Kata si santri: ‘Soalnya sudah ada yang bisa begitu, Pak. Saya akan bangga kalau Bapak bisa bikin pesawat yang bisa ke matahari, tak iye.

‘Ooo begitu, ya. Apakah adik tahu, bahwa mendarat ke matahari itu tidak mungkin.’ Kata Pak Menteri, senyum-senyum.

Baca juga:  Cak Monib Bertemu Cak Nur

‘Lho kenapa tak mungkin, Pak?’ Si santri ngeyel.

‘Begini, matahari itu panasnya ada berjuta-juta derajat celsius, sehingga tidak ada logam yang bisa dipakai untuk membuat pesawat yang bisa mendekat, apalagi mendarat. Baru mendekat sekian juta kilometer dari matahari saja pesawat itu pasti sudah meleleh.’

(lalu Pak Menteri yang brillian itu pun menjelaskan kepada para hadirin di pesantren soal kesulitan menciptakan pesawat seperti itu disertai paparan ilmiah ilmu fisika dan segala macam untuk memperkuat argumennya. Tentu dengan menggebu dan bersemangat juga).

‘Kalau cuma begitu saja mudah Pak.’ Belum selesai Pak menteri bicara, si santri Madura menyela.

‘Loh, mudah gimana?’ Pak Menteri lagi-lagi kaget

‘Kalau takut pesawatnya meleleh karena panas, berangkatnya habis Magrib saja. Kan sudah dingin, tak iye….’

Gus Dur tertawa ngakak dan saya pun cengengesan lalu sebentar kemudian ikut terbahak-bahak juga.

“Pak Menteri itu maksudnya baik, ingin membuat rakyat bangga dengan kemampuan sendiri, cuma dia gak paham sosiologi dan antropologi orang-orang di bawah, apalagi orang Madura seperti di pesantren Bangkalan tadi. Gitu lho Kang. Sehebat apapun Iptek kita, kalau ndak dipahami gunanya buat rakyat, dan si elite cuma mau karepnya sendiri. Manfaatnya ya kurang.”

Baca juga:  Serat Mi'raj, Jejak Tradisi Madura di Banyuwangi

 

(Sumber: Buku Gus Durku Gus Dur Anda Gus Dur Kita, Penulis Muhammad AS Hikam, Penerbit Yrama Widya, 2013)

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
1
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top