Gus Dur juga pernah “berurusan” dengan Presiden Iran Hashemi Rafsanjani. Cerita ini dituturkan oleh Jalaluddin Rahmat, untuk menunjukkan bahwa Gus Dur itu lucu, “aneh”, dan pasti sangat pintar.
Suatu kali pada akhir tahun 1980an, pemerintah Iran mengundang sejumlah pemuka Indonesia, termasuk Gus Dur dan Jalaluddin Rahmat. Begitulah, sesampai di negeri itu, rombongan Indonesia mengunjungi sejumlah pejabat negara, untuk saling mengenal dan bertukar pikiran.
Menurut Jalaluddin, dalam hampir semua pertemuan resmi itu, Gus Dur selalu tertidur –dan sudah tentu pihak tuan rumah pun tahu bahwa salah seroang tamunya tertidur. Semua rekan serombongan Gus Dur merasa tak enak hati pada tuan rumah, khawatir disangka kurang menghormati.
Maka, menjelang pertemuan utama atau yang terakhir, dengan Presiden Iran, Kang Jalal meresa perlu mewanti-wanti agar kali ini jangan tidur lagi.
“Tolong ya, Gus, sekali ini jangan tidur,” katanya, “yang kemarin-kemarin itu bolehlah, tapi yang bakal kita tamui kali ini adalah Presiden Iran. Jadi, tolong ditahan, dong, kantuknya.”
“Ya, deh, ya, ya, ya…,” jawab Gus Dur sambil menyeringai.
Pada saat yang ditentukan, bertemulah rombongan Indonesia dengan Presiden Rafsanjani di istana kepresidenan.
Beberapa orang Indonesia mulai bicara, memperkenalkan diri, mengemukakan maksud kedatangan, dan basa-basi lainnya. Lalu giliran tuan rumah menyampaikan sambutannya, dan menguraikan perjalanan revolusi Iran, kemajuan-kemajuan yang dicapai, peluang dan prospek-prospek pembangunan setelah negeri itu menjadi Republik Islam selama sekian tahun.
Sebagian tamu dari Indonesia tentau saja menyimak dengan seksama –omongan seorang presiden memang wajib disimak, terlepas dari apa isinya.
Tapi, di mana Gus Dur?
Ternyata dia seperti dalam pertemuan-pertemuan sebelumnya: Terlelap di kursinya!
Namun ketika dia dibangunkan untuk mengemukakan tanggapannya, Gus Dur segera menganggapi pembicaraan Presiden Rafsanjani itu dengan lancar dan cerdas. Semuanya diungkapkannya dalam bahasa Arab yang bagus.
“Saya rasa Gus Dur itu memang jenius,” komentar Rafsanjani, eh, Kang Jalal. (Sumber: Ger-Geran Bersama Gus Dur, Penyunting Hamid Basyaib dan Fajar W. Hermawan, Pustaka Alvabet, 2010)