Sedang Membaca
Abdullah Saeed: Metode Penafsiran dan Nilai Hierarki Al-Qur’an

Mahasiswa Aqidah dan Filsafat Islam UIN Sunan Ampel Surabaya. Aktif di bidang Hafidz Al-Qur'an.

Abdullah Saeed: Metode Penafsiran dan Nilai Hierarki Al-Qur’an

Abdullah Saeed Scaled

Abdullah Saeed merupakan seorang ilmuwan asal Australia. Beliau juga seorang profesor Studi Arab dan Islam di Universitas Melbourne. Beliau lahir pada tanggal 25 September 1964 dan menjadi salah satu tokoh pemikir islam pada abad kontemporer.

Selain  berpendidikan di Australia, sebelumnya beliau hijrah menuju Arab Saudi dalam rangka menuntut ilmu. Pemikiran beliau yang terkenal ialah Metode tafsir dan studi Al-Qur’annya. Hal ini menjadi 2 sarana penting untuk manusia ketika belajar memahami Al-Qur’an. Metode penafsiran dan nilai hierarki yang digagas oleh Abdullah Saeed saling bersambung. Kajian kedua ilmu tersebut bisa kita implementasikan dalam cara kita memahami ayat Al-Qur’an.

Adanya literasi terkait masalah tafsir Al-Qur’an pada masa kontemporer. Hal ini dikaitkan untuk memecahkan sesuatu problematika yang ada pada masa ini. Para ulama terutama ahli tafsir mencoba mengaitkan suatu isu kontemporer dengan ajaran Al-Qur’an. Mereka mencoba berusaha menemukan relevansi antara Al-Qur’an dengan suatu isu kontemporer, tanpa mengurangi inti permasalahan masing masing di antara keduanya.

Menurut Abdullah Saeed, cara mengetahui sebuah pesan yang terkandung dalam Al-Qur’an penting untuk mengetahui situasi dan kondisi historis ayat yang melatarbelakanginya. Walau Abdullah Saeed menekankan dengan cara kontekstualis akan tetapi beliau tidak menafikan pendekatan tekstual begitu saja. Sehingga beliau memberikan 2 cara pendekatan. Metode pendekatan tersebut yaitu secara tekstual dan kontekstual. Menurutnya, metode penafsiran 2 pendekatan tersebut harus berjalan sistematis.

Baca juga:  Ulama Banjar (32): KH. Abdul Muthalib bin H. Mardiah

Metode penafsiran yang diberikan Abdullah Saeed, Tahapan awal Abdullah Saeed menujukan kepada pendekatan tekstualis. Langkah pertama, kita dalam tahap perkenalan teks. Artinya, teks Al-Qur’an tersebut belum ditafsirkan. Teks pada ayat tersebut masih bersifat umum. Tahap yang kedua, teks yang dibaca tidak boleh ditangkap langsung secara kaku. Akan tetapi kita diharuskan untuk menafsirkan teks tersebut. Kemudian mencari makna dan pemahaman secara mendalam. Kemudian tahapan selanjutnya, Abdullah Saeed memberikan kepada pendekatan kontekstualis.

Setelah teks tersebut ditafsirkan secara tekstual dan telah memberikan pemahaman secara mendalam disitulah pendekatan kontekstual mulai bekerja. Langkah selanjutnya, seorang mufasir melihat ke belakang terkait asbabun nuzul dan sosial historis ayat tersebut. Dan memahami sebab kenapa dan untuk apa ayat tersebut diturunkan.

Pemahaman ini sebagai sarana melihat apa yang sebenarnya terjadi. Hal tersebut dapat diketahui dengan cara menelusuri kejadian pada masa ayat tersebut diturunkan, seperti budaya, politik, kepercayaan, kultur, kebiasaan, dll. Kemudian, mufasir dapat mempertimbangkan pesan pokok suatu ayat tersebut kemudian dikaitkan pada permasalahan kontemporer. Mufasir dapat melihat suatu realitas yang terjadi saat ini dan kemudian mengambil pesan-pesan yang diambil pada masa pewahyuan Al-Qur’an. Kemudian pesan-pesan tersebut diimplementasikan pada kehidupan saat ini (Annas Rolli Muchlisin: 2016, hal 24-25).

Baca juga:  Beginilah Hadratussyaikh Mencintai Al-Qur'an (5): Mentradisikan Dekat dengan Al-Qur’an

Dalam metode tafsir Abdullah Saeed diatas, beliau mengkhususkan pada ayat Ethico Legal. Ayat yang memuat Ethico Legal pada umumnya membahas tentang hukum islam atau syariah. Alasan Abdullah Saeed mengkhususkan metode penafsirannya untuk ayat Ethico Legal saja ialah karena ayat Ethico Legal membutuhkan sebuah paham pada ayat hukum yang kemudian dikolerasikan dengan masa sekarang. Abdullah Saeed secara spesifik membagi Hierarki Nilai Al-Qur’an sebagai tawaran dalam memahami ayat Ethico Legal. Abdullah Saeed membagi menjadi 5 tingkatan nilai hierarki dalam Al-Qur’an.

Yang pertama, Obligatory values atau nilai wajib. Tingkatan yang pertama ini sama sekali tidak bergantung pada konteks dan secara nilai bersifat universal. Contohnya seperti ayat yang membahas tentang keesaan Tuhan, perintah ibadah, halal dan haram. Yang kedua, fundamental values. Nilai nilai fundamental mengandung ayat yang memiliki nilai kemanusiaan, seperti keadilan, hak kemanusiaan, dan lain-lain. Contihnya ayat perlindungan atas harta kepemilikan seseorang.

Tingkatan yang ketiga yaitu protectical values. Ayat ini sebagai pendukung ayat fundamental values karena ayat ini berisikan ketentuan-ketentuan hukum. Ketentuan hukum tersebut dalam rangka pelestarian nilai fundamentalis. Seperti contoh perlindungan harta seseorang dibarengi nilai protectical seperti larangan mencuri. Yang keempat, Implementational values. Nilai ini merupakan penerapan atas nilai fundamental dan protectical. Pada umumnya ayat ini berisikan penerapan hukum, seperti teks yang mengatakan hukuman poting tangan pada pelaku pencurian.

Baca juga:  Hikayat Walisongo (1): Sunan Gresik, Kakek Bantal dan Spirit Moderasi

Tingkat yang kelima yaitu Intructional values, sebuah tindakan pengambilan pesan pada masa pewahyuan. Nilai intruksional ini harus dikaji dengan hati-hati agar tidak salah dalam mengambil pesan suatu ayat. Hal ini untuk melihat apakah intruksi suatu ayat bersifat universal atau tertentu sehingga mufasir dapat mengetahui level implementasinya.

Abdullah saeed mencontohkan suatu teks hukuman potong tangan pada pencuri. Menurutnya, ayat tersebut bertujuan bukan secara spesifik pencuri di potong tangannya. Akan tetapi hukuman tersebut bertujuan agar si pencuri jera dan tidak akan mengulanginya lagi. Dan hukum potong tangan ini relevan pada masa itu dan kurang relevan jika diterapkan pada masa ini ((Annas Rolli Muchlisin: 2016, hal 26-28).

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top