Sedang Membaca
Zikrul Maut
Priyandono
Penulis Kolom

Priyandono lahir di Rembang, Jawa Tengah. Pengawas sekolah. Menulis di sejumlah media cetak dan online. Beberapa tulisannya dimuat di harian Jawa Pós, Kompas, Surya, Duta Masyarakat, Bhirawa, Majalah Media Jatim, Penyebar Semangat, Jayabaya.

Zikrul Maut

Ketiadaan adalah asal dari semua yang ada. Suwung hamengku ono. Pernahkah kita berpikir Siapakah diri kita ini? Dari apa kita diciptakan? Untuk apa kita diciptakan? Apa tujuan hidup kita? Apa yang cita-cita hidup kita? Berapa jatah umur kita? Siapa saja musuh kita? Siapa saja kawan kita? Apa yang menjadi pegangan hidup kita? Apakah kehidupan kelak di akhirat lebih baik dari pada dunia? Siapakah kawan kawan kita di akhirat nanti?

Dunia ini terbagi dalam 3 dimensi waktu. Waktu kemarin yang sudah berlalu dan tidak tersisa lagi; waktu sekarang, yang harus kita gunakan sebaik baiknya; dan waktu esok yang akan datang yang kita semua tidak tahu apakah kita akan sampai pada waktu itu. Apakah kita “menangi” waktu yang akan datang.

Sejenak merenung. Siapakah diri kita ini. Kalau kita sudah menemukan, mengetahui dan memahami diri kita sendiri, insyaallah kita sudah dekat dengan Allah. Sesungguhnya Allah sangat dekat dengan kita. Tidak jauh dari urat leher kita.

Kita ini asalnya tidak ada. Kemudian menjadi ada karena kehendak Allah, lalu kita akan kembali tidak ada juga karena Allah. Kita diciptakan dari dari setetes air hina. Oleh karena itu tidak yang bisa kita bangga banggakan. Tidak ada yang bisa disombongkan. Lebih banyak yang tidak kita ketahui daripada yang kita ketahui. Kita ini lemah. Kita ini sangat kecil di hadapan Allah SWT.

Baca juga:  Teologi Wayang Purwa

Allah SWT menciptakan kita tidak lain hanya untuk berbakti kepada-Nya. Wa mā khalaqtul-jinna wal-insa illā liya’budụn (Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku). Oleh sebab itu, pasrah dan berserah kepada-Nya adalah niscaya.  Pasrah agar perjalanan  ini menjadi mudah. Berserah agar hidup ini menjadi indah. Oleh sebab itu sahabat, marilah kita beribadah kepada-Nya. Bergeraklah menuju cahaya-Nya. Hadirkan rasa takut kepada-Nya. Di dunia kita selalu mendapatkan pancaran sinar-Nya dan kelak di akhirat kita dalam dekapan-Nya.  Karena cita cita kita adalah selamat fiddini waddunya wal akhirat.

Tidak ada satu pun di antara kita yang mengetehaui jatah umur kita. Berapa lama kontrak kita di Dunia? Tidak ada yang tahu. Hanya Allah yang mengetahui. Oleh sebab itu kita tidak boleh lengah. Hidup kita ini seperti pakaian yang dijemur, sewaktu waktu bisa disapu angin dan terlempar dari jemuran. Sewaktu waktu kita harus siap dipanggil Allah. Sudah banyak saudara saudara kita yang telah dipanggil lebih dulu. Di sana mereka merindukan kita dan menunggu siapa sebentar lagi yang akan dipanggil menyusul.

Kita harus tetap fokus pada tujuan hidup. Orang orang yang mengetahui tujuan hidupnya adalah mereka selalu mengingat kematian. Karena kematian adalah kawan sejati kita. Di saat orang lain meninggalkan kita, kematian justru malah mendekat. Kita harus punya cukup bekal untuk kembali kepada Allah. Ada yang memilih jalan kesalihan ritual, ada juga yang lewat jalan kesalihan sosial, bahkan ada yang melalui jalan kesalihan natural. Allah tidak mempersoalkan jalan itu, yang terpenting kita bisa istikamah hingga akhir perjalanan.

Baca juga:  Ngaji Hikam: Manusia Kamar atau Manusia Sosial?

Mengapa harus istikamah. Karena kita memiliki musuh. Musuh kita adalah diri kita sendiri. Oleh karena itu kemenangan yang sebenarnya bukanlah saat kita menjatuhkan dan menaklukkan orang lain. Kemenangan yang sejati adalah saat kita mampu mengalahkan diri kita sendiri. Jangan sampai putus asa mencari jalan menuju rahmat Allah. Sebab sesungguhnya putus asa adalah kekalahan terbesar.

Bersandar pada Al-Qur’an adalah salah satu cara. Siapa pun akan menjadi hebat karena berpegang Al-Qur’an. Malaikat Jibril menjadi pemimpin para malaikat (Malaikatul Muqarrabin) karena menyampaikan Al-Qur’an. Rasulullah Muhammad SAW menjadi Sayyidul awwalin wal akhirin karena menerima wahyu Al-Qur’an. Ramadan menjadi bulan yang hebat karena pada saat Al-Qur’an diturunkan.

Apabila kita senantiasa berpegang pada Al-Qur’an, InsyaAllah kehidupan kita di akhirat akan lebih baik. Kelak di sana kita akan bersama sama dengan para alim ulama, kyai, sholihin, syuhadak, aarifin dan orang orang yang baik lainnya.

Setiap desahan nafas kita, ada takdir Allah yang berlaku. Nafas adalah momen. Suara hati membisikkan kepada kita bahwa setiap tarikan nafas adalah sinyal tanda kehadiran-Nya. Orang yang cerdas tak kan menyia-nyiakan sinyal ini. Mari manfaatkan setiap momen, rasakan getar-getar kelembutan-Nya pada setiap desahnya. Di situlah kita menemukan momentum merasakan semua menjadi sangat berarti.

Baca juga:  Jalaluddin Rumi: Dari Tasawuf hingga Trilogi Metafisika (1)

Semoga sewaktu waktu kita dipanggil Allah SWT dalam keadaan husnul  khatimah. Amiin.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
1
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top