Di era globalisasi saat ini, perempuan masih menghadapi berbagai rintangan yang membuatnya takut untuk melakukan atau menyuarakan sesuatu. Perempuan didefinisikan sebagai manusia yang memiliki batasan dan harus tahu akan posisinya. Tak hanya pembatasan dan tuntutan saja, kekerasan menjadi momok menakutkan bagi perempuan. Kekerasan tersebut antara lain kekerasan fisik, kekerasan mental, hingga kekerasan seksual. Tidak hanya terjadi di lingkungan masyarakat saja, kekerasan terhadap perempuan juga hadir dalam ranah keluarga, bahkan pasangan.
Tahun 2020, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat terdapat 299.911 kasus kekerasan yang ditangani secara khusus oleh Pengadilan Negeri/Pengadilan Agama. Kasus kekerasan yang menimpa perempuan tersebut diperhatikan oleh Alimah Fauzan, Founder perempuanberkisah.com (yang kemudian berubah menjadi perempuanberkisah.id pada 2019).
“Saya jarang menjumpai komunitas atau media yang mengangkat kisah inspiratif serta pemberdayaan perempuan sekaligus strategi dan pembelajarannya. Oleh karena itu, hadirlah perempuanberkisah.id sebagai media pemberdayaan perempuan berbasis gender yang juga berbagi kekuatan dan memberikan dukungan secara langsung antar perempuan,” kata Alimah pada 24 November lalu.
Ketertarikan Alimah terhadap isu gender telah muncul sejak ia duduk di bangku SMA. Pada saat itu, ia bergabung menjadi anggota suatu organisasi keperempuanan yang ada di sekolahnya. Setelah lulus, ia sempat bekerja sebagai jurnalis sekaligus konselor NGO (Non Govermental Organization) sejak tahun 2008-2014. Pada saat itu, ia ditugaskan untuk meliput isu gender. Perempuan kelahiran Cirebon ini berinteraksi secara langsung dengan TKW perempuan (sekarang disebut pekerja imigran) yang menjadi korban kekerasan seksual, seperti human trafficking, KDRT, dan pemaksaan aborsi.
“Bayangkan saja, mereka adalah gadis lugu yang datang dari desa dengan tujuan untuk bekerja, tapi justru mendapat tindak kekerasan seksual. Ketika mendengar cerita mereka, saya sangat emosional. Tapi saya harus bisa memanage emosi dengan baik,” jelas Alimah, menceritakan pengalamannya beberapa tahun lalu.
Selain aktif dalam komunitas, Alimah juga memiliki kesibukan lainnya. Ia adalah tenaga pengajar di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dengan mengampu mata kuliah Sosiologi Komunikasi. Tak hanya itu, sejak tahun 2014, ia menjabat sebagai Gender Specialist di Institute for Education Development, Social Education and Culture Studies (INVEST) Yogyakarta.
“Saya bukan dosen tetap, saya hanya mengajar di semester tersebut apabila saya bersedia,” ujarnya.
Dilansir dari situs resmi Perempuan Berkisah, pada 1 Agustus 2015, Alimah menginisiasi media pembelajaran perempuan berkisah. Website tersebut secara khusus berisi proses pemberdayaan perempuan yang telah ia lakukan. Website tersebut bernama perempuanberkisah.com dengan slogan “Media Berbagi Kisah Inspiratif dan Pembelajaran Pemberdayaan Perempuan dan Marginal”. Setelah melakukan refleksi-aksi, perempuan berkisah mengubah alamat websitenya menjadi perempuanberkisah.id.
Hasratnya adalah membuat ruang aman bagi perempuan untuk saling berbagi pembelajaran. Perempuan yang juga aktif menulis ini mengatakan bahwa tekad untuk mendirikan komunitas keperempuanan sudah ada sejak tahun 2008, namun baru terealisasi secara resmi pada 2015. Bermodalkan pengalaman menjadi jurnalis dan pengajar, Alimah mampu mendirikan komunitas yang berkembang secara organik tersebut.
Stigma buruk dan berbagai kendala dialami Alimah seiring prosesnya mendirikan komunitas perempuan berkisah. Hal itu dikarenakan isu gender menjadi isu yang masih tabu di kalangan masyarakat, bahkan dianggap sesuatu yang menyalahi aturan. Oleh karena itu, pada awal berdirinya perempuan berkisah, Alimah kurang mendapat dukungan dari sekitarnya. Kegiatan sosial berbasis gender yang ia lakukan, seringkali mendapatkan cibiran pedas.
“Semua konsep yang belum akrab dalam masyarakat, tentu saja membutuhkan strategi untuk menyampaikannya. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan komunikasi asertif,” jelas Alimah.
Dari tahun ke tahun, komunitas perempuan berkisah semakin dikenal masyarakat luas. Hingga berita ini ditulis, akun instagram perempuan berkisah telah memiliki pengikut sebanyak 87,3 ribu pengikut. Alimah melakukan kampanye serta kolaborasi dengan komunitas atau media lain yang menyuarakan mosi yang sama.
“Daripada bersaing, lebih baik berkolaborasi membentuk sesuatu yang luar biasa,” kata Alimah.
Melihat antusias sender (korban kekerasan seksual yang membagikan ceritanya kepada perempuan berkisah), Alimah membuka pendaftaran anggota baru melalui volunteering. Respon positif mulai berdatangan dari masyarakat hingga sekarang anggotanya berjumlah 414 orang. Ada yang bertugas untuk membuat desain, menyunting naskah dan juga mempublikasikan naskah guna mencapai tujuan yang diharapkan. Tak hanya itu, perempuan berkisah membuat suatu forum yang bernama “ruang aman”. Ruang aman yakni forum khusus konseling bagi perempuan korban kekerasan berbasis gender dengan didampingi oleh konselor profesional.
“Ruang aman merupakan hasil refleksi antara saya dan juga tim perempuan berkisah sebagai bentuk support system yang dilakukan oleh perempuan berkisah kepada korban, yang melingkupi perspektif keberpihakan pada korban,” jelas Alimah.
Alimah memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya terhadap seluruh tim perempuan berkisah, yang telah mau peduli terhadap perempuan lain dan turut aktif dalam proses pemulihan korban kekerasan yang dialami oleh sender.
“Saya melihat jiwa volunteerism tim perempuan berkisah sungguh luar biasa. Itu membuat saya terharu. Bukan hanya terharu, jika adalah kata yang lebih dari sayang dan cinta, maka saya akan memilih kata itu,” ujar Alimah pada salah satu seminar. Perempuan kelahiran tahun 1984 tersebut mengaku tidak pernah merasakan cinta dan sayang yang lebih besar dari cinta dan sayangnya tim perempuan berkisah.
“Saya harap, tim perempuan berkisah serta perempuan Indonesia berproses dan tumbuh bersama, bukan karena ambisi tertentu dengan tujuan viral dan lain sebagainya, melainkan kita berproses bersama untuk pembelajaran. Sebab perempuan yang hebat adalah perempuan yang mampu menguatkan diri sendiri dan perempuan lainnya,” tegas Alimah.
Kontribusi Alimah dalam pemberdayaan perempuan tidak sampai disitu saja. Selain mendirikan komunitas perempuan berkisah yang berbasis etika feminis, pada tahun 2018, perempuan berjilbab tersebut juga membangun sekolah keperempuanan di jawa dan luar jawa. Harapannya, sekolah yang ia dirikan ini dapat menjadi fasilitas serta akses perempuan untuk bertumbuh.
“Perempuan diminta untuk selalu rendah diri dan takut untuk melakukan sesuatu. Padahal sebenarnya perempuan mampu melakukan hal tersebut, hanya saja tidak memiliki akses untuk bisa melakukan itu secara jelas,” terang Alimah dalam diskusi yang diselenggarakan bersama Eurekawomen.
Kontribusi Alimah dalam menyuarakan kesetaraan gender bertujuan mengajak perempuan untuk berdaya sejak dalam pikiran agar bisa menangkal stigma buruk masyarakat terhadap perempuan. Perempuan juga harus sadar akan kemampuan serta potensi diri, sebab sangat disayangkan apabila hal tersebut tidak dimaksimalkan.
“Saling mendukung sesama perempuan, jangan berjalan sendirian seperti halnya jalan di dalam hutan. Dalam konteks membangun harapan kepada korban kekerasan seksual, penting sekali untuk saling menguatkan bahwa dia tidak sendiri,” ucap Alimah sebagai kalimat penutup dalam wawancara.