Zikir dan doa adalah ibadah yang paling substansial bagi setiap muslim, sehingga kedua komponen ini merupakan ruh sekaligus menjadi nilai inti dari segala rutinitas ibadah. Dalam hari-hari yang sangat terbatas di dunia ini, sejak bangun tidur hingga kembali lagi ke pembaringan, sudah sepatutnya bagi hamba Allah Swt untuk senantiasa diisi dengan zikir dan doa agar semua aktivitas duniawi memiliki nilai ibadah kepada Yang Maha Kuasa.
Kitab Al-Adzkar yang bertajuk lengkap Al-Adzkar Al-Muntakhobah min Kalam Sayyid Al-Abror (Zikir-zikir pilihan dari Sayyid Al-Abror, Nabi Muhammad Saw) merupakan kitab karangan seorang ulama besar di bidang fikih dan hadis, Al-Imam Al-Alamah Al-Hafidz Abu Zakariya Yahya Muhyi Ad-din ibni Syarif An-Nawawi Ad-Dimasyqi atau lebih dikenal dengan Imam Nawawi. Beliau lahir pada Muharam tahun 631 H di Desa Nawa, Damaskus (sekarang Ibukota Negara Suriah). Kedua tempat tersebut kemudian menjadi nisbat nama beliau, yaitu An-Nawawi dan Ad-Dimasyqi. Imam Nawawi wafat pada umur 45 tahun di desa kelahirannya, Nawa pada 24 Rajab 676 H.
Seperti namanya, kitab Al-Adzkar memuat berbagai macam zikir dan doa yang difokuskan bersumber dari Hadis Nabi Saw. Terbagi sesuai pokok-pokok utama berupa kitab, kemudian fasal, dan beberapa diperinci lagi dengan bab. Kitab ini memiliki 20 kitab, meliputi zikir harian (pagi dan malam), lafaz-lafaz dalam salat, membaca Al-Qur’an, pujian kepada Allah Swt, selawat atas Nabi Muhammad Saw, zikir dan doa atas suatu yang mampu melemahkan diri, sakit dan mati, salat dan peristiwa tertentu lainnya, puasa, haji, jihad, berpergian (musafir), makan dan minum, salam, perizinan, bersin, menguap, nikah, nama, menjaga lisan, kumpulan doa, istigfar, dan beberapa zikir dan doa pilihan lainnya dengan total 1324 hadis ditambah beberapa pendapat para ulama. Kitab Al-Adzkar Diawali dengan muqoddimah pengarang dan diakhiri dengan penutup kitab.
Menurut pengarang, memang pada kala itu, telah banyak ulama yang mengarang kitab dengan pembahasan utama yang serupa, yaitu tentang zikir dan doa, namun disertai dengan sanad yang panjang juga seringnya pengulangan hadis yang sama. Hal itu menurunkan himah atau semangat para pengembara ilmu. Atas latar belakang inilah, pengarang membuat kitab ensiklopedia zikir dan doa.
Dibandingkan dengan kitab-kitab sejenis, kitab ini memiliki kelebihan yang terletak pada metode penyusunannya. Yang mana, pengarang hanya menyebut nama rawi (periwayat hadis) yang awal, yaitu golongan sahabat dan tidak mencantumkan rentetan nama rawi lainnya. Menurut salah satu sumber, dengan metode demikian, pengarang digadang-gadang menjadi pelopor ‘budaya’ menghapuskan nama-nama periwayat dalam menukil hadis sehingga terkesan lebih ringkas.
Adapun kitab yang dijadikan rujukan oleh pengarang dalam menukil hadis dalam Kitab Al-Adzkar ini adalah kutub as-sittah al-mu’tabarah atau enam kitab hadis masyhur; Sahih Bukhori, Sahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan At-Tirmidzi, Sunan An-Nasa’i, dan Sunan Ibnu Majah. Di akhir penyebutan hadis, pengarang juga memberikan komentar para ulama terkait derajat hadis tersebut, apakah sahih, hasan, ataupun daif.
Pada awal pembahasan, pengarang akan memberikan pengantar singkat tentang hal yang akan dibahas. Kemudian baru menyebutkan hadis-hadis terkait. Di sela-sela itu, mengingat pegarang juga merupakan seorang ulama fikih, menjadi kelebihan tersendiri dari kitab ini adalah pengarang menambahkan hukum suatu perkara menurut beberapa ulama mazhab yang berhubungan dengan hal yang sedang dibahas. Sehingga pembahasan dalam kitab ini lebih rinci tanpa mengesampingkan isi utamanya, yaitu zikir dan doa.
Penulis akan mengambil contoh penyusunan Kitab Al-Adzkar pada kitab tilawah al-qur’an (membaca Al-qur’an). Sebelum menyebutkan hadis dan penjabaran dari fasal, pengarang memeberikan pengantar berupa keutamaan membaca Al-Qur’an. Setelah itu, baru memasuki pasal fi auqat al-mukhtar lil qiraah (waktu-waktu pilihan dalam membaca Al-Qur’an) dan fasal fi adab al-khatm wa ma yata’allaq bih (mengkhatamkan Al-Qur’an), kemudian diikuti dengan hadis-hadis terkait dengan keduanya. Pada sela-sela menyebutkan hadis, pengarang memberikan penjelasan tentang hukum suatu perkara yang diambil dari pendapat para ulama, ulama mazhab utamanya. (halaman 88-91, terbitan Darul Kutub Ilmiyah, 2015)
Seperti yang biasa masyarakat kita temui, yang mana tidak sedikit dari mereka memiliki lafaz zikir atau doa entah dalam salat, puasa atau ibadah lainnya yang berbeda-beda. Tentu bagi golongan awam, akan mudah saja mengatakan bahwa apa yang diucapkan oleh ‘saudara’nya itu keliru dan tidak memiliki dalil serta menganggap bahwa lafaz yang diucapkannya adalah satu-satunya yang tepat. Padahal, pada satu ibadah yang sama, tidak jarang Rasul Saw, mengucapkan lafaz yang berbeda. Bukan berarti beliau tidak berpendirian, melainkan perbedaan ini mampu menjadi kelonggaran bagi umat beliau untuk memilih mana yang ingin diamalkan.
Dengan mengkaji Kitab Al-Adzkar, pembaca akan bisa lebih lentur dalam menghadapi perbedaan seperti disebut di atas, utamanya dalam hal zikir dan doa. Menurut penulis, kitab ini bisa dibilang lengkap dalam pembahasan segala tindak-tanduk manusia sekaligus cukup rinci dalam memebeberkan pembahasan tersebut. Wallahu A’lam bis Showab.