Nabi ibrahim adalah manusia istimewa di sisi Allah SWT. Saking istimewanya sampai beliau mendapat julukan khalilullah (kekasih Allah). Keistimewaan ini semakin bertambah saat Allah memilihnya sebagai ayah dari para nabi, baik dari bani Ismail atau bani Israil.
Ibrahim memiliki anak dari Siti Hajar bernama Ismail (anak pertama) dan dari Siti Sarah bernama Ishaq. Ketika Siti Sarah meninggal, Nabi Ibrahim menikahi perempuan dari bangsa Kan’an. Lahir darinya lima anak; Bakisyan bin Ibrahim, Zamran, Madyan, Sabaq, dan Syuh. Kesemuanya tidak menjadi nabi kecuali Ishaq dan Ismail yang menurunkan Isa dan Muhammad.
Pada umur seratus lima puluh, Allah menampakkan uban di kepala Ibrahim. Ulama berkomentar, “Alasan Allah memunculkan uban karena Ishaq, putranya memiliki wajah yang sangat mirip dengannya. Kemiripan itu sering kali membuat masyarakat tidak bisa membedakan antara keduanya. Mereka datang kepada Ishaq, menyangkanya Ibrahim, “Assalamualaikum, wahai khalilullah.”
Ishaq menjawab, “Aku anaknya. Ia lebih baik dariku. Ia ibarat majikan dan aku budaknya.”
Saat masyarakat semakin merasa sulit membedakan antara Ibrahim dan Ishaq, Allah memberinya tanda, berupa uban. Ibrahim merasa sedih melihat rambutnya memutih. Namun, beliau tidak bisa menolak apa yang dialaminya. Nabi Ibrahim adalah orang yang pertama kali beruban dari keturunan Nabi Adam.
“Ya Allah, apa ini (uban)?” tanya Ibrahim.
“Itu tanda kewibawaan, ketenangan, kebijaksanaan dariku.”
“Wahai Allah, tambahkanlah kewibawaan, ketenangan, dan kegembiraan dengannya.”
Demikian kisah Ibrahim, sebagai orang yang pertama kali rambutnya berubah menjadi putih.
Kemudian setelah itu, -disebutkan dalam satu riwayat- bahwa Allah berkata kepada malaikat maut, “Pergilah kepada kekasihku, Ibrahim. Dia sudah tidak senang lagi dengan kehidupan dunia dan lebih suka kematian.”
Malaikat maut mendatangi Ibrahim dengan wujud orang tua, yang punggungnya menghitam, matanya buram, dan lubang hidungnya telah meleleh. Dia bersandar di tongkatnya. Sedangkan Ibrahim duduk di teras rumah. Dan, termasuk kebiasaan ayah Ismail adalah menghormati orang-orang miskin yang bertamu pada beliau.
Orang tua itu mendatangi Ibrahim. Ia mengucapkan salam kepada beliau. Beliau pun mempersilahkannya makan. Orang tua itu duduk. Nabi Ibrahim melihatnya sedang makan di depannya. Namun, saat ia menelan makanan dari mulut, makanannya terjatuh ke lantai. Ibrahim pun terheran-heran melihatnya.
“Wahai kakek, apa yang terjadi dengan makananmu? Apa yang sebenarnya menimpamu?” Tanya beliau.
“Ini karena umurku yang sudah tua. Semua Orang tua juga akan mengalaminya.” Jawabnya.
“Berapakah umurmu?”
“201 tahun.”
Saat itu umur Ibrahim dua ratus tahun. “Masa antara diriku dan orang ini hanya satu tahun. Melihat apa yang dialaminya membuatku benci akan kehidupan dunia dan ingin segera meninggal,” gumam beliau. Kemudian orang tua tersebut pulang.
Setahun berlalu orang tua atau malaikat datang dengan wujud yang tampan. Nabi Ibrahim tahu bahwa dia malaikat maut.
“Hai malaikat maut, aku meminta waktu sebentar.” Ibrahim menceritakan kejadian orang tua kemarin.
“Tapi aku diperintah untuk mencabut nyawamu.”
Riwayat lain mengatakan, ketika malaikat maut hendak mencabut nyawa Ibrahim as, beliau berkata, “Hai malaikat maut, apakah kamu pernah tahu ada seorang kekasih yang tega mencabut nyawa orang yang dicintainya.”
Maka malaikat maut naik ke langit untuk melaporkan protes ibrahim. Allah berkata, “Katakanlah kepada kekasihku, apakah seorang kekasih tidak suka bertemu dengan orang yang dicintainya?”
Malaikat maut kembali kepada Ibrahim. Dia menyampaikan apa yang dikatakan Tuhannya. Mendengarnya, Ibrahim berkata kepada dirinya, “Tenanglah diriku untuk saat ini.” malaikat maut pun mencabut nyawa beliau.
Beliau dikuburkan di perkebunan Hairun. Sebelumnya, beliau sudah berwasiat agar dikuburkan di sana.
Banyak sekali riwayat yang menceritakan bagaimana akhir hayat dari khalilullah. Di antaranya adalah riwayat di atas sebagaimana tertulis dalam kitab Tarikh al-Baghdadi karangan Imam Khatib al-Baghdadi. (RM)