Menjadi muslim di Inggris pada situasi krisis akibat virus Corona, menjadi kenangan tersendiri bagi saya. Pemerintah Inggris sejak pertengahan Maret 2020 lalu, memutuskan untuk menutup seluruh fasilitas publik dan tempat ibadah. Gereja, sinagog, dan masjid ditutup dengan alasan kesehatan. Sekolah dan universitas juga tidak diperbolehkan buka, untuk mencegah persebaran virus Corona.
Bagi saya pribadi, menjadi muslim di tengah pandemi berarti harus ada pengabdian dan perbuatan baik yang dilakukan. Kerja-kerja pengabdian harus terus berjalan, meski kesempatan ibadah berjamaah dan shalat jumat tidak lagi dipunyai. Juga, kesempatan shalat tarawih dan buka puasa bersama yang sangat dirindukan.
Situasi krisis di tengah krisis virus Corona, berpengaruh pada komunitas muslim di Britania Raya. Namun, kabar baiknya, komunitas-komunitas muslim di Inggris terus bergerak untuk pengabdian kemanusiaan di tengah pandemi Covid-19. Di Inggris, komunitas muslim terus mengalami tren naik dalam populasi dan pengaruhnya. Ada 3,4 juta penduduk muslim di Inggris, yang tiap tahun terus bertumbuh.
Sebuah masjid di Glasgow, Scotlandia, mendedikasikan program untuk membantu kaum terlantar di tengah pandemi Covid-19. Di antara programnya, yakni membantu mengasistensi pencari suaka, refugee, ataupun orang-orang yang rentan karena dampak krisis, baik rentan fisik, kesehatan, mental maupun ekonomi.
Irfan Razzaq, Sekretaris Jendral Glasgow Central Mosque, mengungkapkan program masjidnya untuk membantu orang-orang yang kesusahan akibat krisis virus corona. “We’re helping people from all backgrounds and if anybody is looking for help support, we’re fulfilling that. We’re not going to turn anybody away. We’re getting a lot of calls from non-muslim as well, especially the eldery,” demikian Irfan Razzaq menjelaskan programnya (Aljazeera, 17 April 2020).
Sebuah masjid di London, berencana mengganti pola perayaan Ramadhan dengan ceramah online dan buka bersama dengan video conference. Finsbury Park mosque di kawasan utara London, menjadi masjid yang merayakan toleransi dan relasi antar agama yang penuh kedamaian.
Tiap hari, di masjid ini, ada sekitar 2000 jemaah shalat. Bahkan, pada tiap Ramadhan, berlangsung program-program bantuan dan buka puasa bersama. Masjid ini pernah terindikasi dalam kasus ekstremisme, namun sekarang menjadi contoh dalam pemberdayaan komunitas.
Tentu, para takmir masjid ini tidak bisa lagi menyelenggarakan buka puasa bersama dan shalat tarawih berjamaah. Padahal, pada tiap Ramadhan, pengurus masjid ini menyediakan 300 paket makanan untuk berbuka puasa. Hal ini menjadi sesuatu yang dirindukan oleh para pengurus masjid dan komunitas muslim. Gelombang Covid-19 menyebabkan masjid ini ditutup, begitu pula dengan semua ruang publik dan tempat ibadah di United Kingdom.
Sementara, Moslem British Council (MCB) mengajak warga muslim di seluruh Inggris untuk menerima keadaan sekaligus memanfaatkan waktu untuk berkontemplasi. MCB merupakan organisasi muslim terbesar di Inggris, yang punya jaringan luas di tiap kota dan masjid di Britania Raya.
Harun Khan, Sekretaris Jenderal MCB, mengajak muslim Inggris mencari cara dan pendekatan baru, untuk memaknai Ramadhan dan keagamaan di tengah Covid-19.
“This Ramadhan will be a slower pace. It will give us more time for reflection and opportunity to be closer to God,” demikian penjelasan Khan (the Guardian, 18 April 2020) . Biasanya, ketika Ramadhan, Harun Khan akan berkeliling ke masjid-masjid untuk silaturahmi, ceramah dan menghadiri buka puasa bersama. Tahun ini, Harun Khan akan menghabiskan banyak waktunya di rumah, bercengkerama bersama keluarga.
Di sisi lain, sebuah masjid di Birmingham membuka halaman parkirnya untuk persiapan pemakaman warga muslim yang meninggal. Setiap hari, sebanyak 70 jenazah akan diurus sebelum dikebumikan. Program ini disiapkan oleh pengurus the Central Jamia Mosque Birmingham untuk membantu warga muslim yang kesulitan mengurus jenazah keluarganya.
Di United Kingdom, proses penguburan jenazah tiap warga melalui proses panjang. Warga yang meninggal harus diperiksa oleh tim medis dan mendapat sertifikat dari rumah sakit dan pemerintah setempat. Selain itu, keluarga juga harus mengurus izin tanah pemakaman ke city council, dan kemudian baru proses penguburan jenazah.
Pemerintah Inggris sebelumnya mewacanakan untuk mengkremasi semua korban meninggal akibat Covid-19, dengan alasan kesehatan dan keamanan. Namun, komunitas Yahudi dan Muslim memprotes kebijakan ini melalui lobi-lobi organisasi dan parlemen. Bahkan, ada percepatan birokrasi perizinan, karena banyaknya warga meninggal dan jenazah yang harus diurus di tengah krisis ini.
Kabar-kabar baik tentang pengabdian komunitas muslim Inggris untuk kemanusiaan, tentu membuat saya bangga. Belum lagi, cerita para dokter muslim Inggris yang menjadi garda depan tenaga medis di NHS (National Health Services), yang melayani penanganan medis terhadap pasien positif Covid-19.
Bersama teman-teman Nahdliyyin Inggris, kami berusaha berbagi dengan sesama. Di antaranya, kami membantu WNI pekerja di London yang kesulitan keuangan dan terdampak Covid-19. Kami bersama-sama membantu bahan makanan dan obat-obatan, untuk meringankan beban saudara kita.
Meski pandemi Covid-19 ini membuat kita tersentak dan terhenyak, jangan pernah berhenti berbuat baik untuk sesama.