Sedang Membaca
Kisah Syekh Nawawi Al-Bantani Dideportasi dari Haramain
Mukhammad Lutfi
Penulis Kolom

Alumnus Bahasa dan Sastra Arab Fakultas Humaniora UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.

Kisah Syekh Nawawi Al-Bantani Dideportasi dari Haramain

Dalam buku Intelektualisme Pesantren (2003) baik seri pertama maupun kedua, ada sebuah kisah yang menarik perihal sentimen keilmuan yang terjadi antara ulama asli Haramain dengan ulama nusantara Syekh Nawawi Al-Bantani. Peristiwa ini menyebabkan Syekh Nawawi Al-Bantani dideportasi dari Haramain.

Kisah ini ada di dalam prolog buku Intelektualisme Pesantren (2003) yang dituturkan oleh K.H.  M. Tholhah Hasan Allah yarhamuh. Kisahnya seperti ini, Syekh Nawawi Al-Bantani memang sangat fenomenal.

Konon, beliau pernah dideportasi dari Haramain lantaran ada sentimen ulama asli Haramain atas prestasi dan karir akademis Syekh Nawawi Al-Bantani sebagai pengajar di Masjidil Haram.

Singkat cerita kepulangan beliau ke Jawa (Banten) sempat membuat resah penguasa (imam) daratan Haramain saat itu –Syekh Aun Al-Rafiq, yang membawahi dan memiliki otoritas dalam penunjukan pengajar dan imam di Masjidil Haram. Keresahan Syekh Aun Al-Rafiq ini lantaran banyaknya desakan dari para pelajar di Haramain yang menghendaki agar Syekh Nawawi  diperbolehkan mengajar mereka kembali.

Saking besarnya desakan itu, akhirnya Syekh Nawawi dipanggil kembali dengan persyaratan ia mampu menjawab pertanyaan yang dirumuskan para ulama Haramain yang tercantum dalam suatu surat panggilan.

Menurut penuturan Syekh Mushlih Al-Maraqi, murid Syekh Yasin Al-Fadani, dalam surat panggilan yang berisi satu halaman itu disebutkan bahwa Syekh Nawawi harus bisa menjawab pertanyaan seputar makna gramatikal dan leksikal dari kata “la-siyama“. Alhasil, surat panggilan itu, oleh Syekh Nawawi dibalas dengan lima belas halaman, hanya untuk menjabarkan secara tuntas tentang asal-usul kata, kedudukan i’rab, sekaligus makna dari kata “la-siyama” tersebut.

Baca juga:  Sisi Kelam Khalifah Harun ar-Rasyid: dari Suka Mabuk hingga Kejam

Surat balasan Syekh Nawawi itu kemudian diuji oleh banyak ulama Haramain. Walhasil, para ulama Haramain mengakui bahwa Syekh Nawawi memang menguasai ilmu keislaman secara multidisipliner, sehingga karya-karyanya layak disejajarkan dengan karya-karya ulama Timur Tengah. Beliau pun diangkat kembali menjadi pengajar di Masjidil Haram dalam kuliah mazhab Syafi’i.

Semenjak peristiwa itulah, kepopuleran  Syekh Nawawi semakin meroket. Bukan hanya pelajar nusantara yang membanjiri setiap kuliahnya, tapi para pelajar dan ulama Timur Tengah juga banyak yang berguru kepadanya. Bukan hanya berhenti di situ, pada eranya, Syekh Nawawi juga pernah direpresrentasikan sebagai pioner mazhab Syafi’i yang disegani oleh ulama dunia.

Syekh Nawawi Al-Bantani tak ubahnya teladan sekaligus bukti bahwa ulama Islam asal nusantara tidak ketinggalan secara intelektual dengan ulama yang berasal dari pusat Islam lahir. Oktober 2019 nanti, salah seorang cicit Syekh Nawawi akan diamanahi menjadi wakil presiden Republik Indonesia. Semoga ini menjadi pengabdian yang diberkahi Gusti Allah.     

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
2
Ingin Tahu
1
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top