Abu Turab al-Nakhsyabi, nama aslinya ‘Askar bin Hushain. Al-Nakhsyabi disandarkan pada tempat kelahirannya, Nakhsyab, suatu daerah di seberang sungai Jaihun, Khurasan. Sufi satu ini dikenal dengan sikap wara’, zuhud, tawakkal dan dermawan. Dalam Thabaqat al-Kubra yang ditulis Imam Sya’roni dikatakan bahwa Abu Turab al-Nakhsyabi hidup sezaman dan bersahabat dengan Hatim al-‘Asham, Abu Hatim al-‘Atthar. Masih dalam catatan Imam Sya’roni, dikatakan Abu Turab al-Nakhsyabi meninggal pada tahun 245 Hijriyah.
Terkait dengan kisah Abu Turab al-Nakhsyabi yang ingin makan telur dan roti, kisahnya ada dalam kitab Hilyatul Auliya’, berikut ceritanya;
Abu Turab al-Nakhsyabi pernah menempuh suatu perjalanan, tiba-tiba terbesit dalam hatinya ingin sekali makan telur dan roti. Demi menuruti keinginannya itu, lantas Abu Turab al-Nakhsyabi masuk ke sebuah desa. Tak butuh waktu lama, tiba-tiba ada seorang laki-laki mendekati Abu Turab al-Nakhsyabi, laki-laki itu lantas memegang Abu Turab al-Nakhsyabi dan lantas berkata, “Orang inilah yang bersama para pencuri itu,” ucap laki-laki itu dengan suara lantang.
Maka penduduk desa yang mendengar pun lantas mengeroyok Abu Turab al-Nakhsyabi, bahkan dikatakan Abu Turab al-Nakhsyabi dipukul sebanyak tujuh puluh kali, ia pun tersungkur tak berdaya, jatuh sejatuh-jatuhnya. Niat ingin mencari roti dan telur di desa itu pun raib, malah bogem mentah yang ia dapatkan.
Tak begitu lama datanglah laki-laki yang lain menuju Abu Turab al-Nakhsyabi yang sudah tersungkur tak berdaya, laki-laki itu pun lantas teriak kencang, “Ini adalah Abu Turab al-Nakhsyabi.”
Orang-orang yang memukuli tadi lalu kembali dan membopong Abu Turab al-Nakhsyabi, mereka lantas memohon maaf atas kejadian salah target itu.
Kemudian dibawalah Abu Turab al-Nakhsyabi ke dalam rumah warga dan lantas dihidangkanlah telur dan roti. Melihat kejadian itu ia pun lantas teringat dengan keinginannya, yaitu makan telur dan roti. “Semua ini –telur dan roti– aku dapat setelah mendapat tujuh puluh kali pukulan,” gumam Abu Turab al-Nakhsyabi dalam hati.
Belajar dari kisah Abu Turab al-Nakhsyabi, kita menjadi faham, jangan-jangan (ingat, jangan-jangan lo ya) posisi atau kondisi kurang beruntung yang kita alami saat ini merupakan skenario Tuhan untuk mewujudkan keinginan serta mengabulkan doa-doa para hamba-Nya.
Berikut salah satu untaian kalimat indah dari Abu Turab al-Nakhsyabi;
حَقِيْقَةُ الغِنَى أَنْ تَسْتَغْنِيَ عَمَّنْ هُوَ مِثْلُكَ وَحَقِيْقَةُ الفَقْرِ أَنْ تَفْتَقِرَ إِلَى مَنْهُوَ مِثْلُكَ
“Haqiiqatu-l-ghinaa an tastaghniya ‘amman huwa mitsluka wa haqiiqatu-l-faqri an taftaqira ilaa man huwa mitsluka.”
“Hakikat orang kaya adalah tidak butuhnya seseorang kepada sesamanya, dan hakikat orang fakir adalah sikap merasa butuh kepada sesamanya.”
Wallahu A’lam.